Kamis, 31 Oktober 2019

PEMIKIRAN-PEMIKIRAN TIDAK MEMILIKI KEHIDUPANNYA SENDIRI

Pemikiran-pemikiran tidak memiliki kehidupannya sendiri. Semakin banyak perhatian yang engkau berikan pada sebuah pemikiran, semakin menjadi lebih hidup pemikiran itu. Semakin engkau menghilangkan perhatianmu, semakin mati jadinya pemikiran itu. Jika perhatian benar-benar ditarik maka pikiran menjadi tidak hidup: pemikiran-pemikiran itu mati, pemikiran-pemikiran itu segera menghilang.

Itu sebabnya aku mengatakan bahwa engkau harus memberikan semua perhatianmu dalam mendengarkan. Putuskan dengan pasti bahwa suara terkecil seekor burungpun jangan sampai tidak terdengar, jangan sampai terlewatkan. Engkau harus mendengar segalanya, apapun yang terjadi di sekeliling, engkau harus mendengarkan semuanya. Kemudian tiba-tiba engkau akan menemukan bahwa pikiran memasuki keheningan yang mendalam, pemikiran-pemikiran itu memudar.

- Osho

Rabu, 30 Oktober 2019

KEBAHAGIAAN SEJATI MELAMPAUI SEKS

Kebahagiaan sejati melampaui seks dan itu adalah pesanku untukmu.

Aku tidak menentang seks, dan aku tidak mengatakan tinggalkanlah seks. Aku mengatakan pahamilah seks, bermeditasilah akan ia, jangan hanya berhubungan seks dengan cara yang tidak sadar dan itu akan menjadi meditasi terbesarmu.

Lebih sadar, waspada, terjaga, dan lihatlah apa yang sebenarnya terjadi. Apakah momen kebahagiaan sejati ini datang melalui hubungan seks atau karena untuk beberapa saat tidak ada seks lagi dan hasrat telah menghilang?

Selama beberapa jam setelah berhubungan seks engkau tidak memikirkan seks, oleh karena itu ada kedamaian, ketenangan, keheningan.

Lagi-lagi keinginan akan datang dan lagi keinginan akan mengganggu, lagi akan ada kekacauan dan danau akan memiliki riak, ombak.

Jika seseorang bermeditasi akan seksualitasnya, ia mulai memahami rahasia besar kehidupan, semuanya tersembunyi disana. Seks memegang kunci.

- Osho

Selasa, 29 Oktober 2019

ADA DUA CARA ORANG BISA BEKERJA DENGAN ENERGI BATIN

Ada dua cara orang bisa bekerja dengan energi batin. Salah satunya adalah: setiap kali ketegangan muncul, redakanlah ketegangan itu.

Begitulah cara seks bekerja. Seks adalah sebuah langkah perlindungan, karena energi bisa menumpuk sangat banyak sehingga engkau bisa meledak, engkau bisa mati karenanya. Jadi untuk amannya, alam telah membuat sebuah pengaturan otomatis di dalam tubuh: setiap kali energi terlalu banyak, engkau mulai merasa seksual.

Apa yang terjadi? Ada sebuah pusat yang oleh umat Hindu disebut mata ketiga. Setiap kali energi mencapai mata ketiga, setiap kali energi terlalu banyak dan engkau menjadi penuh akan energi, energi itu membentur mata ketiga. Engkau mulai merasakan sesuatu harus dilakukan. Mata ketiga yang disebut oleh umat Hindu sebagai AJNA CHAKRA, pusat dari perintah, dari pengaturan, ruang dimana tubuh menerima pengaturan.

Setiap kali energi penuh sampai pusat mata ketiga, segera tubuh merasa harus melakukan sesuatu.

Jika engkau tidak melakukan apapun, engkau akan merasa tercekik. Engkau akan merasa seolah-olah berada didalam sebuah terowongan dan engkau ingin keluar dari situ, engkau akan merasa dipersempit. Sesuatu harus segera dilakukan.

Alam telah membuat proses bawaan: segera setelah pusat mata ketiga menyentuh pusat seks, keduanya bergabung, dan engkau mulai merasa seksual. Perasaan seksualitas hanyalah pengaturan untuk melepaskan energi. Engkau bercinta, energi dibuang, engkau merasa santai, lega. Hal ini adalah salah satu cara menggunakan energimu, Engkau merasakan kebahagiaan melalui kelegaan.

- Osho

Senin, 28 Oktober 2019

BIARKAN CINTA MENJADI PERLINDUNGANMU

Biarkan cinta menjadi perlindunganmu. Sesungguhnya kecuali cinta, tidak ada keamanan. Tanpa cinta, hidup itu kosong, tanpa cinta, orang sudah mati, dia tidak dilahirkan. Itu adalah cinta yang membawa sesuatu dari luar, Tuhan, kedalam hidupmu.

Hanya sebuah sentuhan Tuhan dan seluruh kehidupan diubah. Cinta itu madu. Cinta adalah Tuhan yang tercurah kedalam hatimu. Dan aku menyebutnya satu-satunya petahanan, satu-satunya keselamatan, satu-satunya tempat berlindung, karena kematian tidak dapat menghancurkannya.

Saat orang mulai hidup dekat dengan cinta dan mulai datang lebih dan lebih mendekat kepada cinta, dia mulai merasakan keindahan nyata dari semesta dan berkat besar bahwa kita ada. Rasa syukur muncul secara alami. Engkau merasa seperti sujud kepada energi tak diketahui yang telah melahirkanmu, yang menggerakkan hatimu. - Osho

KETIKA ENGKAU SEPERTI SEBUAH BATU

Ketika engkau seperti sebuah batu, duduk mati dengan kesedihanmu, memelihara kesedihanmu, tidak ada yang bersamamu.

Tidak ada yang bisa bersamamu. Disana hanya akan ada sebuah jarak antara engkau dan kehidupan. Maka apapun yang engkau lakukan, engkau harus bergantung pada sumber energimu. Energi itu akan terhambur, engkau membuang-buang energi, engkau terkuras oleh omong kosongmu sendiri.

Tetapi satu hal ada disana, bahwa ketika engkau sedih dan negatif, engkau akan merasakan lebih banyak ego. Ketika engkau berbahagia, bahagia-sejati, bergembira, engkau tidak akan merasakan ego. Ketika engkau berbahagia dan bergembira tidak ada sang Aku, dan yang lainnya menghilang. Engkau dijembatani dengan semesta, bukan hancur terpisah, engkau bersama-sama.

- Osho

Minggu, 27 Oktober 2019

4 MONYET

Monyet pertama berkata, "Jangan dengarkan kebenaran karena ia akan mengganggu semua kebohongan-kebohonganmu".

"Monyet kedua berkata, 'Jangan melihat kebenaran, jika tidak, Tuhanmu akan mati dan surga dan nerakamu akan lenyap'.

"Monyet ketiga berkata, 'Jangan bicara kebenaran, jika tidak engkau akan dikutuk, disalibkan, diracuni, disiksa oleh seluruh orang, orang-orang yang tidak sadar. Engkau akan dikutuk, jangan mengatakan kebenaran!

'"Dan monyet keempat yang terlepas berkata, 'Sembunyikan kegembiraanmu. Sembunyikan kesenanganmu, jangan perlihatkan itu kepada siapapun’”. Mereka bisa menghormatimu jika engkau sengsara, tetapi jika engkau berbahagia semua orang iri denganmu".

Monyet yang keempat berkata, “Sembunyikan kegembiraanmu, kesenanganmu. Jangan biarkan siapa pun tahu bahwa engkau adalah manusia yang ceria, manusia yang berbahagia, manusia yang penuh sukacita, karena hal itu akan menghancurkan kehidupanmu.

- Osho

Sabtu, 26 Oktober 2019

RILEKS DAN HANYA MENGAMATI

Saat proses pemikiran melambat engkau akan bisa melihat celah-celah. Antara dua pemikiran ada sebuah interval, dalam interval itu adalah kesadaran. Antara dua awan ada sebuah interval, dalam interval itu adalah langit biru.

Memperlambat proses pemikiran dan melihat interval-interval, dan lebih memperhatikan interval-interval daripada awan-awan. Alihkan perhatiannya, ubah fokusnya. Jangan lihat figurnya, lihat latar belakangnya.

Jika aku meletakkan sebuah papan tulis, sebuah papan tulis besar seukuran dinding ini disini, dan menandainya dengan sebuah titik putih dan menanyakan apa yang engkau lihat, sembilan puluh sembilan persen kemungkinannya adalah engkau tidak akan melihat papan tulis, engkau akan melihat titik putih itu, karena kita melihat figurnya, bukan latar belakangnya.

Sebuah papan tulis yang sangat besar, tetapi jika aku bertanya, “Apa yang engkau lihat disana?” engkau akan berkata, “Aku melihat sedikit bintik putih”. Sebuah papan tulis besar seperti itu tidak terlihat dan hanya sedikit bintik putih, yang hampir tidak terlihat, yang terlihat?

Mengapa? Karena ini adalah pola tetap dari pikiran: untuk melihat figurnya, bukan latar belakang, untuk melihat awan, bukan langit, untuk melihat pikiran, bukan melihat pada kesadaran.

Fokusnya harus diubah. Lebih memperhatikan latar belakang dan kurang memperhatikan figur. Engkau akan mendekati kenyataan. Dalam meditasi ini harus dilakukan terus menerus. Pikiran, karena kebiasaan lama, akan melihat figur itu. Engkau coba bergeser lagi. Lihatlah latar belakangnya.

Engkau disini, aku disini. Kita bisa saling melihat dalam dua cara. Aku bisa melihat latar belakang, di latar belakang adalah pepohonan, tumbuhan, tanaman hijau, langit, alam semesta yang luas adalah latar belakangmu. Atau aku bisa melihatmu, engkau figurnya. Tetapi pikiran selalu melihat figur.

- Osho

Jumat, 25 Oktober 2019

HIDUP HARUSLAH DIKELILINGI OLEH CINTA

Hidup haruslah dikelilingi oleh cinta, bukan oleh ketakutan.

Ketakutanlah yang menciptakan kemarahan.

Ketakutanlah yang pada akhirnya menciptakan kekerasan.

Pernahkah engkau mengamatinya? Ketakutan hanyalah bentuk feminin dari kemarahan dan kemarahan adalah bentuk maskulin dari ketakutan . Ketakutan adalah bentuk kemarahan pasif dan kemarahan adalah bentuk ketakutan aktif.

Jadi engkau bisa mengubah rasa takut menjadi kemarahan dengan mudah, dan kemarahan menjadi ketakutan dengan sangat mudah.

Ketakutan adalah akar penyebab kebencian, kemarahan, kekerasan.

- Osho

Kamis, 24 Oktober 2019

KETIKA ENGKAU MENGATAKAN BAHWA "TUHAN ADALAH CINTA"

Ketika engkau mengatakan bahwa "Tuhan adalah Cinta" engkau hanya mengatakan bahwa cinta hanyalah atribut Tuhan. DIA juga hikmat, Dia juga kasih sayang, Dia juga pengampunan. Dia bisa menjadi jutaan hal selain cinta, cinta hanyalah salah satu dari sifat-sifat Tuhan.

Ajaran Essene sebaliknya, pengajaran mereka adalah "Cinta adalah Tuhan". Itu adalah suatu perbedaan yang besar.

Sekarang Tuhan hanya menjadi atribut dari cinta,

sekarang Tuhan hanya menjadi kualitas pengalaman yang luar biasa dari cinta.

Sekarang Tuhan tidak menjadi pribadi tetapi hanya pengalaman mereka yang telah mengenal cinta.

Sekarang Tuhan menjadi sekunder untuk Cinta.

- Osho

Rabu, 23 Oktober 2019

DI INDIA ENGKAU AKAN MENEMUKAN PATUNG YANG SERIBU KALI LEBIH BESAR

Di India engkau akan menemukan patung yang seribu kali lebih besar, jutaan kuil dengan patung-patung dari pria, dari wanita yang luar biasa indah, tetapi semuanya pada dasarnya dikhususkan untuk meditasi.

Hanya dengan melihat patung Buddha, engkau akan merasakan ketenangan didalam dirimu, proporsi dari Buddha, tubuhnya, posturnya, caranya duduk, mata yang setengah tertutup. Engkau hanya duduk dalam diam, memandang patung itu, dan engkau akan mulai masuk ke dalam keheningan.

Di Timur patung itu tidak dibuat bagi dirinya sendiri: ia dibuat sebagai kode bahasa untuk berabad-abad yang akan datang. Kitab suci mungkin menghilang, bahasa mungkin berubah, kata-kata mungkin ditafsirkan. Doktrin bisa ditafsirkan salah, dikomentari. Mungkin ada perselisihan tentang teori-teori, dan telah banyak terjadi, jadi mereka pikir perlu ada cara lain selain bahasa.

- Osho

Selasa, 22 Oktober 2019

KAUM BARAT TELAH MEMILIH SAINS

Kaum Barat telah memilih sains, mereka memiliki semua kekayaan dunia, tetapi mereka benar-benar tersesat, merasa tidak berarti, ingin bunuh diri. Mereka ketika dia melihat kedalam, tidak menemukan apapun selain kekosongan, kehampaan. Dunia batin telah menjadi sangat miskin di Barat.

Di Timur, justru kebalikannya yang terjadi: orang memilih agama berlawanan dengan sains. Dunia batin mereka lebih tenang, lebih hening, lebih kaya, tetapi diluar mereka kelaparan, sekarat, tidak ada makanan, tidak ada obat, tidak ada fasilitas untuk menjalani kehidupan manusia, hidup hampir seperti binatang atau bahkan lebih buruk.

Tidak perlu bagi Kaum Timur untuk menjadi Timur dan Kaum Barat untuk menjadi Barat. Tidak perlu bagi siapapun untuk hanya menjadi materialis atau hanya spiritualis. Jika tubuh dan jiwa dapat hidup bersama, mereka ada bersama dalam dirimu, dalam setiap orang, lalu mengapa materialisme dan spiritualisme tidak bisa ada bersama? Keduanya seharusnya bersama-sama!

Seorang manusia harus materialis dan spiritualis. Memilih itu fatal. Tidak perlu memilih, engkau bisa memiliki kedua dunia, engkau harus memiliki kedua dunia, itu adalah hak lahirmu.

- Osho

Senin, 21 Oktober 2019

KEBEBASAN DARI KESIBUKAN

Dapatkah batin bebas dari masa lampau, bebas dari pikiran, bukan dari pikiran baik atau pikiran buruk?

Bagaimana saya menemukannya? Saya hanya dapat menemukannya dengan melihat apa yang menyibukkan batin.

Jika batin saya sibuk dengan sesuatu yang baik atau sesuatu yang buruk, maka ia hanya berminat pada masa lampau, ia sibuk dengan masa lampau. Ia tidak bebas dari masa lampau. Jadi, yang penting adalah melihat bagaimana batin itu sibuk.

Jika batin sibuk, ia selalu disibukkan dengan masa lampau, oleh karena seluruh kesadaran kita adalah masa lampau. Masa lampau bukan hanya pada permukaan, melainkan juga pada tingkat tertinggi, dan penekanan pada bawah sadar adalah juga masa lampau.

Dapatkah batin bebas dari kesibukan? Ini berarti, dapatkah batin sepenuhnya bebas dari kesibukan dan membiarkan ingatan, pikiran yang baik dan buruk, berlalu tanpa memilih?

Pada saat batin disibukkan oleh satu pikiran, baik atau buruk, maka ia terlibat masa lampau.

Jika Anda sungguh-sungguh menyimak, bukan sekadar menyimak dengan kata-kata, melainkan sungguh-sungguh menyimak secara mendalam, maka Anda akan melihat ada stabilitas yang bukan dari pikiran, yang adalah kebebasan dari masa lampau. Namun, masa lampau tidak bisa dikesampingkan.

Ada pengamatan terhadap masa lampau sementara ia berlalu, tetapi tidak sibuk dengan masa lampau. Maka batin bebas untuk mengamati tanpa memilih. Bila ada pemilihan dalam arus sungai ingatan ini, terdapat kesibukan, dan pada saat batin sibuk, ia terperangkap dalam masa lampau, dan apabila batin sibuk dengan masa lampau, ia tidak mampu melihat sesuatu yang nyata, benar, baru, orisinal, tak tercemar.


EVOLUSI MANUSIA

Apakah kita harus mengenal keadaan mabuk untuk mengetahui keadaan tidak mabuk?

Apakah Anda harus mengalami benci untuk mengetahui apa artinya kasih sayang?

Apakah Anda harus mengalami perang, memusnahkan diri Anda dan orang lain, untuk mengetahui apa itu perdamaian?

Jelas, ini cara berpikir yang salah, bukan? Mula-mula Anda mengasumsikan ada evolusi, pertumbuhan, gerakan dari yang buruk menuju yang baik, lalu Anda menyesuaikan pikiran Anda dengan pola itu.

Memang jelas ada pertumbuhan fisik, tunas tumbuh menjadi pohon besar, ada kemajuan teknologi, roda berevolusi selama berabad-abad menjadi pesawat jet. Tetapi adakah pertumbuhan, evolusi psikologis? Itulah yang kita bahas, apakah ada pertumbuhan, evolusi dari sang “aku”, mulai dari yang jahat dan berakhir dengan yang baik.

Melalui proses evolusi, melalui waktu, dapatkah sang “aku”, yang adalah pusat segala kejahatan, akan pernah menjadi mulia, baik? Jelas tidak. Apa yang jahat, sang “aku” psikologis, akan tetap jahat. Tetapi kita tidak ingin melihat itu. Kita mengira bahwa melalui proses waktu, melalui pertumbuhan dan perubahan, sang “aku’” akhirnya akan menjadi realitas. Itulah harapan kita, itulah dambaan kita, bahwa sang “aku” akan menjadi sempurna melalui waktu.

Apakah sang “aku” itu? Itu adalah sebuah nama, sebuah wujud, seonggok ingatan, harapan, frustrasi, keinginan, kesakitan, kesedihan, sukacita yang berlalu.

Kita mau sang “aku” ini berlanjut dan menjadi sempurna, lalu

kita berkata bahwa diatas sang “aku” ini terdapat sang “super-aku”, diri yang lebih tinggi, suatu entitas spiritual yang abadi, tetapi oleh karena kita menciptakannya dalam pikiran kita, entitas “spiritual” itu masih berada dalam lingkup waktu, bukan? Jika kita mampu memikirkan itu, jelas itu masih berada dalam lingkup nalar kita.

PIKIRAN MELAHIRKAN UPAYA

“Bagaimana saya bisa tetap bebas dari pikiran-pikiran jahat, pikiran-pikiran jahat dan sesat?” Apakah ada si pemikir, dia yang terpisah dari pikirannya, terpisah dari pikiran-pikiran yang jahat dan sesat?

Silakan amati batin Anda sendiri. Kita berkata, “Ada sang ‘aku’, ‘aku’ yang berkata, ‘Ini pikiran sesat,’ ‘Ini buruk,’ ‘Aku harus mengendalikan pikiran,’ ‘Aku harus berpegang pada pikiran ini.’ ” Itulah yang kita tahu. Apakah dia, sang ‘aku’, si pemikir, si penilai, dia yang menghakimi, si penyensor, berbeda dari semua ini? Apakah sang ‘aku’ berbeda dari pikiran, berbeda dari iri hati, berbeda dari kejahatan?

Sang ‘aku’ yang berkata dia berbeda dari kejahatan ini terus-menerus secara abadi mencoba mengalahkan ‘aku’, mencoba mengenyahkan ‘aku’, mencoba menjadi sesuatu yang lain. Maka Anda bergulat, berupaya mengenyahkan pikiran, berupaya untuk tidak sesat.

Dalam proses berpikir itu sendiri, kita telah menciptakan masalah upaya ini. Apakah Anda paham? Maka Anda melahirkan disiplin, pengendalian pikiran, sang ‘aku’ mengendalikan pikiran yang tidak baik, sang ‘aku’ yang mencoba untuk menjadi tidak iri, menjadi tanpa kekerasan, menjadi ini-itu. Jadi Anda telah menciptakan proses upaya itu sendiri, bila ada sang ‘aku’ dan hal yang ingin dikendalikannya. Itulah fakta nyata dari eksistensi kita sehari-hari.

Minggu, 20 Oktober 2019

KEBAIKAN TIDAK PUNYA MOTIF

Jika saya punya motif untuk menjadi baik, apakah itu akan menghasilkan kebaikan? Ataukah kebaikan itu sesuatu yang sama sekali hampa dari dorongan untuk menjadi baik, yang selalu berdasarkan pada suatu motif? Apakah baik itu lawan dari buruk, jahat?

Setiap hal yang berlawanan mengandung benih dari lawannya, bukan? Ada keserakahan, dan ada cita-cita tentang ketidakserakahan. Bila batin mengejar ketidakserakahan, bila ia mencoba untuk menjadi tidak serakah, ia masih serakah, karena ia ingin menjadi sesuatu.

Keserakahan berarti menginginkan, memperoleh, memperluas. Dan ketika batin melihat bahwa tidak ada manfaatnya untuk serakah, ia ingin menjadi tidak serakah, jadi motifnya tetap sama, yakni untuk menjadi atau memperoleh sesuatu.

Bila batin ingin untuk tidak ingin, maka akar dari keinginan, nafsu, masih ada di situ. Jadi, kebaikan bukanlah lawan dari kejahatan, ia adalah suatu keadaan yang sama sekali lain. Dan apakah keadaan itu? Jelas, kebaikan tidak punya motif karena semua motif berdasarkan pada diri, ia adalah gerak egosentrik dari batin. Jadi, apa yang kita maksud dengan kebaikan? Jelas, kebaikan hanya ada bila terdapat perhatian total. Perhatian tidak punya motif. Jika ada motif bagi perhatian, apakah ada perhatian? Jika saya memperhatikan untuk memperoleh sesuatu, maka ‘memperoleh’ itu, entah baik entah buruk, bukanlah perhatian, melainkan pengalihan perhatian, pemecahbelahan.

Kebaikan hanya ada apabila terdapat perhatian total, yang disitu tidak terdapat upaya untuk menjadi atau tidak menjadi sesuatu.

Sabtu, 19 Oktober 2019

APA YANG KITA PERCAYA

Apakah kepercayaan memberikan semangat? Dapatkah semangat bertahan tanpa kepercayaan, dan apakah semangat itu sendiri perlu, atau apakah diperlukan sejenis energi lain, suatu vitalitas, dorongan lain?

Kebanyakan kita memiliki semangat untuk suatu hal. Kita sangat berminat dan bersemangat terhadap musik, terhadap olahraga, atau piknik. Kalau tidak dipupuk terus-menerus dengan sesuatu, semangat itu luntur, dan kita mempunyai semangat baru untuk sesuatu yang lain. Adakah daya, energi yang bisa bertahan, yang tidak bergantung pada kepercayaan?

Pertanyaan lain ialah: Apakah kita perlu suatu kepercayaan apapun, dan kalau ya, mengapa perlu? Itulah salah satu masalahnya. Kita tidak perlu kepercayaan bahwa ada sinar matahari, ada pegunungan, ada sungai-sungai. Kita tidak perlu kepercayaan bahwa kita bertengkar dengan istri kita. Kita tidak perlu kepercayaan bahwa kehidupan ini adalah kesengsaraan yang mengerikan dengan kepedihan, konflik, dan ambisi terus-menerus, itu adalah fakta. Tetapi kita menuntut kepercayaan bila kita ingin melarikan diri dari suatu fakta ke dalam apa yang tidak nyata.


Kamis, 17 Oktober 2019

MEMBENARKAN KEJAHATAN

Jelas bahwa krisis masa kini di seluruh dunia adalah luar biasa, tanpa preseden. Pernah ada berbagai jenis krisis pada berbagai masa sepanjang sejarah, krisis sosial, nasional, politis.

Krisis datang dan pergi, resesi ekonomi atau depresi datang, diubah, dan berlanjut dalam wujud lain.

Kita tahu itu, kita kenal betul dengan proses itu. Jelas bahwa krisis yang sekarang berbeda, bukan? Dia berbeda karena, pertama-tama, kita tidak berhadapan dengan masalah uang atau benda-benda yang dapat dilihat, melainkan dengan gagasan. Krisis ini luar biasa karena dia menyangkut bidang penggagasan. Kita bertengkar tentang gagasan, kita membenarkan pembunuhan, di mana-mana di seluruh dunia kita membenarkan pembunuhan sebagai cara untuk mencapai tujuan yang baik, dan itu sendiri tidak ada duanya sebelum ini. Sebelum ini kejahatan dilihat sebagai kejahatan, pembunuhan dilihat sebagai pembunuhan, tetapi sekarang pembunuhan adalah cara untuk mencapai suatu tujuan yang mulia. Pembunuhan, baik terhadap perorangan atau terhadap sekelompok orang, dibenarkan oleh karena si pembunuh atau kelompok yang diwakili oleh si pembunuh membenarkannya sebagai cara untuk mencapai tujuan yang bermanfaat bagi umat manusia. Artinya, kita mengorbankan masa kini untuk masa depan, dan tidak penting cara apa yang kita pakai selama tujuan yang kita nyatakan adalah untuk mencapai hasil yang menurut kita akan bermanfaat bagi umat manusia. Oleh karena itu, implikasinya adalah bahwa cara yang salah akan menghasilkan tujuan yang benar, dan Anda membenarkan cara yang salah dengan penggagasan.

Kita memiliki struktur gagasan-gagasan yang megah untuk membenarkan kejahatan, dan jelas itu tidak ada duanya sebelum ini. Kejahatan adalah kejahatan, dia tidak bisa menghasilkan kebaikan. Perang bukanlah cara untuk mencapai perdamaian.

Rabu, 16 Oktober 2019

DILUAR DUALITAS

Tidakkah Anda menyadarinya? Tidakkah tindakannya gamblang, kesedihannya menghimpit? Siapakah yang menciptakannya kalau bukan masing-masing dari kita?

Sebagaimana kita menciptakan kebaikan, betapapun sedikit, begitu pula kita menciptakan keburukan, betapapun luas. Baik dan buruk adalah bagian dari kita, dan juga tak tergantung pada kita.

Bila kita berpikir dan merasa secara sempit, dengan iri hati, dengan rakus atau benci, kita menambah keburukan yang mengoyak-ngoyak kita. Masalah baik dan buruk ini, masalah konflik ini, selalu menyertai kita selagi kita menciptakannya. Itu telah menjadi bagian dari kita, ingin dan tidak ingin, cinta dan benci, kehausan dan pelepasan. Kita terus-menerus menciptakan dualitas ini, yang didalamnya pikiran-perasaan terperangkap. Pikiran-perasaan dapat keluar mengatasi kebaikan dan lawannya hanya apabila ia memahami sebabnya, yakni kehausan.

Dalam memahami pahala dan dosa, ada kebebasan dari keduanya. Hal-hal yang berlawanan tidak dapat dipadukan, dan mereka hanya dapat diatasi dengan berakhirnya keinginan.

Setiap hal yang berlawanan harus direnungkan, dirasakan, seluas dan sedalam mungkin, dengan seluruh lapisan kesadaran. Dengan merenungkan, merasakan seperti ini, suatu pemahaman baru dibangunkan, yang bukan hasil keinginan atau waktu.

Terdapat keburukan di dunia, yang kepadanya kita menyumbang, seperti juga kita menyumbang kepada kebaikan. Manusia tampak lebih bersatu dalam kebencian daripada dalam kebaikan. Seorang bijak memahami sebab-musabab keburukan dan kebaikan, dan dengan pemahaman itu pikiran perasaan terbebas darinya.

Selasa, 15 Oktober 2019

KONFLIK DARI HAL-HAL BERLAWANAN

Saya bertanya, apakah ada yang disebut kejahatan itu? Mohon simak ini, berjalanlah bersama saya, mari kita mengkajinya bersama-sama. Kita berkata ada kebaikan dan ada keburukan. Ada iri hati dan cintakasih, dan kita berkata iri hati buruk dan cintakasih baik.

Mengapa kita membagi-bagi kehidupan ini, menyebut ini baik dan itu buruk, dan dengan demikian menimbulkan konflik dari hal-hal yang berlawanan?

Bukan berarti tidak ada iri hati, kebencian, kebrutalan dalam pikiran dan hati manusia, tak adanya welas asih, cinta, tetapi, kenapa kita membagi-bagi kehidupan menjadi hal-hal yang disebut baik dan hal-hal yang disebut buruk?

Bukankah yang ada sesungguhnya hanya satu hal, yakni batin yang tak memperhatikan?

Jelas, bila ada perhatian penuh, artinya, bila batin secara total sadar, waspada, awas, tidak ada lagi yang disebut buruk atau baik, yang ada hanyalah keadaan bangun.

Jadi kebaikan bukan suatu kualitas, bukan kebajikan, bukan keadaan cinta.

Bila terdapat cinta, tidak ada lagi baik dan buruk, yang ada hanyalah cinta.

Bila Anda sungguh-sungguh mencintai seseorang, Anda tidak berpikir tentang baik dan buruk, seluruh keberadaan Anda dipenuhi cinta. Hanya jika perhatian-penuh, cinta itu berakhir, terdapat konflik antara apa adanya diri saya dan apa seharusnya diri saya. Maka apa adanya diri saya itu disebut buruk, dan apa seharusnya diri saya itu disebut baik.

Amatilah batin Anda, dan Anda akan melihat, pada saat batin berhenti berpikir untuk menjadi sesuatu, berakhir pula tindakan, yang bukan berarti kemacetan, itu adalah keadaan perhatian-penuh, yang adalah kebaikan.

Senin, 14 Oktober 2019

BERTINDAK TANPA GAGASAN ADALAH JALAN CINTA

Pikiran selamanya terbatas oleh si pemikir yang terkondisi, si pemikir selamanya terkondisi dan tidak pernah bebas, jika pikiran muncul, dengan segera gagasan mengikuti.

Gagasan yang digunakan untuk bertindak mau tidak mau akan menciptakan lebih banyak kekacauan. Dengan mengetahui semua ini, mungkinkah untuk bertindak tanpa gagasan? Ya, itu adalah jalan cinta. Cinta bukanlah suatu gagasan, ia bukan perasaan, ia bukan ingatan, ia bukan perasaan menunda sesuatu, suatu alat untuk melindungi diri. Kita hanya dapat memahami jalan cinta apabila kita memahami seluruh proses gagasan. Nah, mungkinkah melepaskan semua jalan lain, dan memahami jalan cinta, yang adalah satu-satunya penebusan?

Tidak ada cara lain, baik politis maupun religius, yang akan memecahkan masalah itu. Ini bukan suatu teori yang Anda renungkan lalu Anda anut dalam hidup, ia harus aktual.

Bila Anda mencinta, adakah gagasan? Jangan menerima begitu saja, pandanglah, selidikilah, selamilah secara mendalam, oleh karena kita telah mencoba segala macam jalan lain, dan tidak ada jawaban terhadap kesengsaraan.

Para politisi mungkin memberi janji, organisasi-organisasi yang disebut agama mungkin menjanjikan kebahagiaan di masa depan, tetapi kita tidak memilikinya sekarang, dan masa depan relatif tidak penting jika saya lapar.

Kita telah mencoba semua jalan lain, dan kita hanya dapat memahami jalan cinta apabila kita memahami jalan gagasan dan melepaskan gagasan, yang berarti bertindak.

Minggu, 13 Oktober 2019

TINDAKAN TANPA PENGGAGASAN

Gagasan adalah hasil proses pikiran, proses pikiran adalah respons ingatan, dan ingatan selalu terkondisi.

Ingatan selalu di masa lampau, dan ingatan itu menjadi hidup di saat kini oleh suatu tantangan.

Ingatan tidak punya kehidupan sendiri, ia menjadi hidup pada saat sekarang bila dihadapkan pada suatu tantangan. Dan semua ingatan, yang tidur atau yang aktif, adalah terkondisi, bukan? Jadi harus ada pendekatan yang lain sekali. Anda harus menemukan sendiri, didalam, apakah Anda bertindak melalui suatu penggagasan, dan apakah ada tindakan tanpa penggagasan.

Sabtu, 12 Oktober 2019

IDEOLOGI MENGHALANGI TINDAKAN

Dunia ini selalu dekat dengan bencana. Tetapi sekarang tampak lebih dekat lagi.

Melihat bencana yang menjelang ini, kebanyakan dari kita berlindung didalam sebuah gagasan.

Kita mengira bahwa bencana ini, krisis ini, dapat dipecahkan dengan sebuah ideologi.

Ideologi selalu merupakan penghalang bagi hubungan langsung, menghalangi tindakan. Kita menginginkan perdamaian hanya sebagai gagasan, tetapi bukan sebagai aktualitas. Kita menginginkan perdamaian pada tingkat lisan, yang hanya pada tingkat berpikir, sekalipun dengan bangga kita menyebutnya tingkat intelektual. Tetapi kata ‘perdamaian’ bukanlah perdamaian. Perdamaian hanya bisa terwujud bila kekacauan yang dibuat oleh Anda dan orang lain berakhir.

Kita melekat pada alam gagasan dan bukan pada perdamaian. Kita mencari pola-pola sosial dan politik baru dan bukan perdamaian, kita berminat pada rekonsiliasi dari efek-efek dan bukan mengesampingkan sebab musabab dari perang. Pencarian ini hanya menghasilkan jawaban yang terkondisi oleh masa lampau. Keterkondisian ini adalah apa yang kita sebut pengetahuan, pengalaman, dan fakta-fakta baru yang terus berubah diterjemahkan, ditafsirkan, sesuai dengan pengetahuan ini. Jadi, ada konflik antara apa adanya dengan pengalaman yang lalu. Masa lampau, yang adalah pengalaman, mau tidak mau selalu bertentangan dengan fakta, yang selalu berada pada saat kini. Jadi, ini tidak akan menyelesaikan masalah, melainkan hanya melestarikan kondisi yang telah menciptakan masalah itu.

Jumat, 11 Oktober 2019

APAKAH GAGASAN MEMBATASI TINDAKAN?

Apakah gagasan pernah menghasilkan tindakan, ataukah gagasan hanya sekadar mencetak pikiran dan oleh karena itu membatasi tindakan?

Bila tindakan didorong oleh sebuah gagasan, tindakan tidak pernah dapat membebaskan manusia.

Penting sekali bagi kita untuk memahami pokok ini. Jika sebuah gagasan membentuk tindakan, maka tindakan tidak dapat menghasilkan pemecahan bagi kesengsaraan kita, oleh karena sebelum dapat dijadikan tindakan, kita harus lebih dulu menemukan bagaimana gagasan itu muncul.


TINDAKAN TANPA PROSES PIKIRAN

Apa yang kita maksud dengan gagasan? Jelas gagasan adalah proses pikiran, bukan?

Gagasan adalah proses penalaran, berpikir, dan berpikir selalu merupakan reaksi, entah terhadap yang disadari atau terhadap yang tak disadari.

Berpikir adalah proses penggunaan kata-kata, yang adalah hasil dari ingatan, berpikir adalah proses waktu. Jadi, bila tindakan didasarkan pada proses berpikir, tindakan itu mau tidak mau terkondisi, terisolasi.

Gagasan berlawanan dengan gagasan, gagasan didominasi oleh gagasan. Lalu ada kesenjangan antara tindakan dan gagasan. Yang kita coba temukan ialah apakah mungkin ada tindakan tanpa gagasan.

Kita melihat bagaimana gagasan memisahkan manusia satu dari yang lain. Seperti telah saya jelaskan, pengetahuan dan kepercayaan pada dasarnya bersifat memisahkan.

Kepercayaan tidak pernah menyatukan manusia, ia selalu memisahkan manusia. Bila tindakan didasarkan pada kepercayaan atau gagasan atau cita-cita, tindakan seperti itu mau tidak mau terisolasi, terpecah-belah.

Adalah mungkin untuk bertindak tanpa proses pikiran, pikiran sebagai proses waktu, proses perhitungan, proses melindungi diri, proses kepercayaan, pengingkaran, penyalahan, pembenaran. Tentu Anda melihat ini, seperti saya melihatnya, adanya kemungkinan tindakan tanpa gagasan.


TINDAKAN TANPA GAGASAN

Hanya bila batin bebas dari gagasan, ada keadaan mengalami. Gagasan bukanlah kebenaran, dan kebenaran adalah sesuatu yang harus dialami langsung, dari saat ke saat.

Itu bukan pengalaman yang Anda inginkan, yang hanya sekadar sensasi. Hanya bila kita bisa mengatasi onggokan gagasan, yang adalah sang “aku”, yang adalah batin, yang memiliki kelangsungan parsial atau lengkap, hanya bila kita bisa mengatasi itu, bila pikiran diam sama sekali, ada keadaan mengalami. Disitu orang akan tahu apa itu kebenaran.

Kamis, 10 Oktober 2019

PENGAMATAN LANGSUNG

Mengapa gagasan-gagasan tertanam dalam batin kita? Mengapa bukan fakta yang penting, melainkan gagasan? Mengapa teori, gagasan menjadi begitu penting, bukan fakta?

Apakah oleh karena kita tidak dapat memahami fakta, atau tidak punya kemampuan, atau takut menghadapi fakta?

Dengan demikian, gagasan, spekulasi, teori menjadi cara untuk melarikan diri dari fakta.

Anda boleh melarikan diri, Anda boleh melakukan apa saja, faktanya ada disitu, fakta bahwa kita marah, fakta bahwa kita ambisius, fakta bahwa kita menyenangi seks, selusin fakta.

Anda dapat menekannya, Anda dapat memolesnya, yang adalah suatu bentuk penekanan juga, Anda dapat mengendalikannya, tetapi semua fakta itu ditekan, dikendalikan, didisiplinkan dengan gagasan.

Tidakkah gagasan membuang-buang energi kita? Tidakkah gagasan menumpulkan batin?

Anda mungkin cerdik dalam berspekulasi, dalam mengutip, tetapi jelas batin yang tumpullah yang mengutip, yang banyak membaca dan mengutip.

Anda melenyapkan konflik diantara hal-hal yang berlawanan dengan sekali bertindak jika Anda diam bersama fakta, dan dengan demikian membebaskan energi untuk menghadapi fakta.

Bagi kebanyakan dari kita, kontradiksi adalah suatu bidang luar biasa yang didalamnya batin kita terperangkap.

Saya ingin melakukan ini, tetapi saya melakukan sesuatu yang lain, tetapi jika saya menghadapi fakta “ingin melakukan ini”, maka tidak ada kontradiksi, dan dengan demikian, dengan sekali bertindak saya menghapuskan sama sekali semua perasaan yang bertentangan, dan batin saya kemudian sepenuhnya menaruh perhatian pada apa adanya, pada pemahaman apa adanya.

Selasa, 08 Oktober 2019

KEPERCAYAAN MENGHALANGI PEMAHAMAN SEJATI

Jika kita tidak punya kepercayaan, apakah yang akan terjadi dengan kita? Bukankah kita sangat takut akan apa yang akan terjadi? Jika kita tidak mempunyai suatu pola tindakan berdasarkan suatu kepercayaan, baik kepercayaan pada Tuhan, atau pada komunisme, atau sosialisme, atau imperialisme, atau pada suatu rumusan religius tertentu, suatu dogma yang didalamnya kita terkondisi, kita merasa sama sekali kehilangan arah, bukan? Dan bukankah menerima kepercayaan berarti menyelubungi ketakutan itu, ketakutan untuk berada sebagai bukan apa-apa sama sekali, untuk kosong sama sekali?

Bagaimanapun juga, sebuah cangkir hanya bermanfaat kalau ia kosong, dan batin yang dipenuhi dengan kepercayaan, dengan dogma, dengan pernyataan, dengan kutipan, sesungguhnya adalah batin yang tidak kreatif, itu cuma batin yang mengulang-ulang.

Untuk melarikan diri dari ketakutan itu, ketakutan akan kekosongan, ketakutan akan kesepian, ketakutan akan kemandekan, tidak sampai, tidak berhasil, tidak mencapai, tidak berada sebagai sesuatu, tidak menjadi sesuatu, sesungguhnya adalah salah satu alasan mengapa kita menerima kepercayaan dengan begitu berminat dan begitu rakus, bukan?

Dan, dengan menerima kepercayaan, apakah kita memahami diri kita sendiri?

Malah sebaliknya. Suatu kepercayaan, entah religius entah politis, jelas menghalangi pemahaman diri sendiri.

Ia berperan sebagai tabir, yang melalui itu kita memandang diri kita sendiri.

Dapatkah kita memandang diri sendiri tanpa kepercayaan? Jika kita membuang kepercayaan-kepercayaan ini, banyak kepercayaan yang kita miliki, masih adakah sesuatu untuk dipandang?

Jika kita tidak mempunyai kepercayaan yang dengan itu batin melihat dirinya, maka batin, tanpa identifikasi, mampu memandang dirinya sendiri sebagai apa adanya, lalu, sesungguhnya terdapat awal dari pemahaman diri sendiri.


Senin, 07 Oktober 2019

MENGHADAPI KEHIDUPAN SECARA BARU

Saya rasa, suatu hal yang kebanyakan dari kita senang menerima dan menganggap benar begitu saja adalah kepercayaan.

Saya tidak menyerang kepercayaan. Yang kita coba lakukan ialah mengkaji mengapa kita menerima kepercayaan, dan jika kita dapat memahami motif, sebab musabab dari penerimaan, maka mungkin kita bukan hanya dapat memahami mengapa kita melakukannya, tetapi juga bebas dari itu.

Kita bisa melihat betapa kepercayaan politik dan religius, kepercayaan nasional dan jenis-jenis kepercayaan lain, justru memisahkan manusia, justru menciptakan konflik, kekacauan, dan antagonism, ini fakta yang gambling, namun tetap saja kita tidak mau melepaskannya.

Ada kepercayaan Hindu, kepercayaan Kristen, kepercayaan Buddhis, kepercayaan nasional dan sektarian tak terhitung banyaknya, berbagai ideologi politik, semua bersaing satu sama lain, yang satu mencoba menarik yang lain masuk kedalam golongannya.

Kita dapat melihat dengan jelas, kepercayaan memisahkan manusia, menciptakan ketidaktoleranan, mungkinkah untuk hidup tanpa kepercayaan?

Kita dapat menjawabnya hanya jika kita dapat mengkaji diri kita sendiri dalam berhubungan dengan suatu kepercayaan.

Mungkinkah untuk hidup di dunia ini tanpa suatu kepercayaan, bukan mengubah kepercayaan, bukan mengganti suatu kepercayaan dengan kepercayaan lain, melainkan sama sekali bebas dari semua kepercayaan, sehingga kita menghadapi kehidupan ini secara baru dari menit ke menit?

Bagaiman pun juga, inilah kebenarannya: yakni memiliki kemampuan untuk menghadapi segala sesuatu secara baru, dari saat ke saat, tanpa reaksi dari masa lampau yang mengkondisikan, sehingga tidak ada efek kumulatif yang bertindak sebagai penghalang antara diri kita dengan apa adanya.


Minggu, 06 Oktober 2019

TABIR KEPERCAYAAN

Anda percaya kepada Tuhan, dan orang lain tidak percaya kepada Tuhan, jadi kepercayaan Anda memisahkan Anda dari orang lain.

Kepercayaan di seantero dunia diorganisir sebagai Hinduisme, Buddhisme, atau Kristianitas dll, dan itu memecah-belah manusia yang satu dari yang lain.

Kita bingung, dan kita mengira bahwa melalui kepercayaan kita akan menjernihkan kebingungan itu. Artinya, kepercayaan diterapkan terhadap kebingungan itu, dan kita berharap dengan demikian kebingungan itu akan lenyap. Tetapi kepercayaan hanyalah sekadar pelarian dari fakta kebingungan, ia tidak membantu kita menghadapi dan memahami fakta kebingungan itu, melainkan melarikan diri dari kebingungan yang didalamnya kita berada.

Untuk memahami kebingungan tidak diperlukan kepercayaan, dan kepercayaan hanya berperan sebagai tabir diantara kita dengan masalah-masalah kita. Jadi, agama, yang adalah kepercayaan terorganisir, menjadi alat melarikan diri dari apa adanya, dari fakta kebingungan.

Orang yang percaya kepada Tuhan, orang yang percaya kepada hari kemudian, atau yang mempunyai suatu bentuk kepercayaan lain, ia melarikan diri dari fakta dirinya.

Tidakkah Anda pernah melihat orang yang percaya kepada Tuhan, yang melakukan ibadah, yang mengulang-ulang kata-kata dan doa-doa tertentu, dan yang dalam kehidupan sehari-harinya mendominasi, kejam, ambisius, penipu, tidak jujur? Apakah mereka akan menemukan Tuhan? Apakah mereka sungguh-sungguh mencari Tuhan? Apakah Tuhan akan ditemukan dengan mengulang-ulang kata-kata, melalui kepercayaan? Tetapi orang-orang seperti itu percaya kepada Tuhan, mereka memuja Tuhan, mereka pergi ke tempat ibadah setiap hari, mereka melakukan segala sesuatu untuk menghindari fakta diri mereka, dan orang-orang seperti itu Anda anggap terhormat karena mereka adalah Anda sendiri.

Sabtu, 05 Oktober 2019

DILUAR KEPERCAYAAN

Kita menyadari bahwa kehidupan ini buruk, menyakitkan, menyedihkan, kita menginginkan suatu teori, suatu spekulasi atau kepuasan, suatu doktrin, yang akan menjelaskan semua ini, dan dengan demikian kita terperangkap didalam penjelasan, didalam kata-kata, didalam teori, dan berangsur-angsur kepercayaan tertanam kokoh dan tak tergoyahkan, oleh karena dibalik kepercayaan itu, dibalik dogma itu, ada ketakutan yang menetap terhadap apa yang tak diketahui. Tetapi kita tidak pernah memandang ketakutan itu, kita berpaling darinya.

Makin kuat kepercayaan, makin kuat pula dogmanya. Dan jika kita meneliti kepercayaan-kepercayaan ini, Kristen, Hindu, Buddhis, kita melihat bahwa kepercayaan-kepercayaan itu memecah-belah manusia.

Setiap dogma, setiap kepercayaan memiliki serangkaian ritual, serangkaian kewajiban yang mengikat manusia dan memisahkan manusia. Jadi, kita mulai dengan menyelidik untuk menemukan apa yang benar, apa makna kesengsaraan ini, pergulatan ini, kesakitan ini, dan dengan segera kita terperangkap didalam kepercayaan, didalam ritual, didalam teori.

Kepercayaan itu merusak, oleh karena dibalik kepercayaan dan moralitas menyelinap pikiran, diri-diri itu tumbuh menjadi besar, kuat dan berkuasa.

Kita menganggap kepercayaan kepada Tuhan, kepercayaan terhadap sesuatu sebagai agama.

Kita menganggap percaya berarti religius. Pahamkah Anda? Jika Anda tidak percaya, Anda dianggap ateis, Anda akan dikutuk oleh masyarakat.

Suatu masyarakat mengutuk mereka yang percaya Tuhan, masyarakat yang lain mengutuk mereka yang tidak percaya Tuhan. Kedua-duanya sama saja.

Jadi, agama menjadi sekadar masalah kepercayaan, lalu kepercayaan bertindak dan mempengaruhi batin, lalu batin tidak mungkin menjadi bebas. Tetapi hanya didalam kebebasan Anda dapat menemukan apa yang benar, apa itu Tuhan, bukan melalui kepercayaan apa pun, oleh karena kepercayaan Anda itu justru memproyeksikan apa yang Anda pikir Tuhan itu seharusnya, apa yang Anda piker kebenaran itu seharusnya.

Kamis, 03 Oktober 2019

TERGUNCANG OLEH KEPERCAYAAN

Jadi, agama Anda, kepercayaan Anda kepada Tuhan, adalah pelarian dari aktualitas, dan oleh karena itu bukan agama sama sekali.

Orang kaya yang mengumpulkan uang melalui kekejaman, melalui ketidakjujuran, melalui eksploitasi yang licik percaya kepada Tuhan, dan Anda juga percaya kepada Tuhan, Anda juga licik, kejam, curiga, iri.

Apakah Tuhan dapat ditemukan melalui ketidakjujuran, melalui penipuan, melalui tipuan pikiran yang licik? Oleh karena Anda mengumpulkan semua kitab suci dan berbagai simbol Tuhan, apakah itu menandakan Anda seorang yang religius?

Jadi, agama bukanlah pelarian dari fakta, agama adalah pemahaman fakta apa adanya diri Anda dalam hubungan Anda sehari-hari, agama adalah cara Anda berpidato, cara Anda bicara, cara Anda memperlakukan pelayan Anda, cara Anda memperlakukan istri, anak-anak Anda, dan tetangga Anda.

Selama Anda tidak memahami hubungan Anda dengan tetangga Anda, dengan masyarakat, dengan istri dan anak-anak Anda, tentu ada kekacauan, dan apapun yang dilakukannya, batin yang kacau hanya akan menghasilkan lebih banyak kekacauan, lebih banyak masalah dan konflik. Batin yang melarikan diri dari apa yang aktual, dari fakta-fakta hubungan, tidak akan pernah menemukan Tuhan, batin yang terguncang oleh kepercayaan tidak akan mengenal kebenaran. Tetapi batin yang memahami hubungannya dengan harta benda, dengan manusia, dengan gagasan, batin yang tidak lagi berkutat dengan masalah-masalah yang ditimbulkan oleh hubungan, dan yang untuk itu pemecahannya bukanlah menarik diri melainkan memahami cinta, hanya batin seperti itu dapat memahami realitas.

Selasa, 01 Oktober 2019

MEMAHAMI APA ADANYA

Jelas, orang yang memahami kehidupan tidak menginginkan kepercayaan. Orang yang mencinta tidak punya kepercayaan, ia mencinta. Orang yang dipenuhi inteleklah yang punya kepercayaan, oleh karena intelek selalu mencari rasa aman, mencari perlindungan, ia selalu menghindari bahaya, dan dengan demikian ia membangun gagasan-gagasan, kepercayaan-kepercayaan, cita-cita, yang dibaliknya ia bisa berlindung.

Apa yang terjadi bila Anda menggarap kekerasan secara langsung, sekarang? Anda akan menjadi bahaya bagi masyarakat, dan oleh karena batin melihat bahaya itu, ia berkata, “Saya akan mencapai cita-cita tanpa kekerasan sepuluh tahun lagi”, suatu proses yang begitu fiktif, palsu.

Memahami apa adanya adalah lebih penting daripada menciptakan dan menganut cita-cita, oleh karena cita-cita adalah palsu, dan apa adanya adalah yang nyata.

Memahami apa adanya membutuhkan kemampuan hebat, suatu batin yang tangkas dan tanpa prasangka. Oleh karena kita tidak ingin menghadapi dan memahami apa adanya maka kita menciptakan banyak jalan untuk melarikan diri dan memberinya nama-nama indah sebagai cita-cita, kepercayaan, Tuhan.

Jelas, hanya apabila saya melihat yang palsu sebagai palsu maka batin saya mampu melihat apa yang benar. Batin yang bingung dalam kepalsuan tidak pernah dapat menemukan kebenaran. Oleh karena itu, saya harus memahami apa yang palsu dalam hubungan-hubungan saya, dalam gagasan-gagasan saya, dalam segala sesuatu tentang diri saya, oleh karena untuk melihat kebenaran dibutuhkan pemahaman akan yang palsu.

Tanpa membuang sebab-musabab ketidaktahuan, tidak mungkin ada pencerahan, dan mencari pencerahan ketika batin tak tercerahkan adalah hampa, tanpa makna sama sekali. Oleh karena itu, saya harus mulai melihat yang palsu dalam hubungan saya dengan gagasan-gagasan, dengan orang-orang, dengan benda-benda. Bila batin melihat apa yang palsu, maka apa yang benar muncul, lalu ada gairah kenikmatan, ada kebahagiaan.

BILA ADA CINTA, DIRI TIDAK ADA

Realitas, kebenaran bukan untuk dikenali. Agar kebenaran bisa muncul, kepercayaan, pengetahuan, pengalaman, kebajikan, pengejaran kebajikan, yang berbeda dari keadaan bajik, semua ini harus pergi.

Orang bajik yang dengan sadar mengejar kebajikan tidak akan pernah menemukan realitas. Ia mungkin orang yang sangat sopan, itu sama sekali lain dari orang yang memiliki kebenaran, dari orang yang paham.

Bagi orang yang memiliki kebenaran, kebenaran telah muncul. Seorang yang bajik adalah orang yang lurus, dan orang yang lurus tidak pernah dapat memahami apa itu kebenaran, oleh karena kebajikan baginya adalah penyelubungan diri, penguatan diri, oleh karena ia mengejar kebajikan. Ketika ia berkata, “Saya harus bebas dari keserakahan,” maka keadaan yang disitu ia tanpa keserakahan dan yang dialaminya akan memperkuat diri. Itu sebabnya mengapa penting sekali untuk menjadi miskin, bukan hanya miskin dalam hal-hal duniawi, melainkan juga miskin dalam kepercayaan dan dalam pengetahuan.

Orang yang kaya dengan kekayaan duniawi, atau orang yang kaya dengan pengetahuan dan kepercayaan, tidak pernah akan tahu apa-apa kecuali kegelapan, dan akan menjadi pusat segala kerusakan dan kesengsaraan. Tetapi jika Anda dan saya, sebagai individu, dapat melihat seluruh sepak terjang diri ini, maka kita akan tahu apa itu cinta.

Percayalah, itu satu-satunya reformasi yang mampu mengubah dunia. Cinta bukanlah diri. Diri tidak dapat mengenal cinta. Anda berkata, “Saya mencinta,” tetapi, ketika berkata itu, ketika mengalami itu, cinta itu tidak ada. Tetapi bila Anda tahu cinta, diri tidak ada. Bila ada cinta, diri tidak ada.

Yoga-Kundalini Upanishad Bab III

1. Melana-Mantra: Hrim, Bham, Sam, Pam, Pham, Sam, Ksham. Kelahiran teratai (Brahma) berkata: “O Shankara, (di antara) bulan baru (hari pert...