Selasa, 27 Desember 2016

KARNA : KARAKTER YANG BERNASIB PALING TRAGIS DALAM KISAH MAHABHARATA?

Saya tidak berpikir untuk menempatkan Karna sebagai tokoh yang memiliki nasib tragis dalam kisah Mahabarata. Pahlawan dengan nasib tragis atau “Tragic Hero" sering dilabelkan untuk memuliakan Karna.

Benar bahwa kehidupan Karna dimulai dengan sebuah tragedi. Masa kecilnya sulit, nasib tidak selalu ada bersamanya. Akan tetapi mengenai hal ini, adakah karakter dalam Mahabharata yang tidak pernah menghadapi tragedi signifikan dalam hidup atau yang sepanjang hidupnya mendapatkan keberuntungan?


Setelah Karna berada di usia remaja, ia mulai mengambil kendali hidupnya. Dia memahami potensinya sebagai prajurit dan berjuang mewujudkannya. Jadi ia membuat pilihan-pilihan, memilih teman-teman dan musuh-musuhnya, bertindak sesuatu yang telah diketahui konsekuensinya. Dia melakukan banyak peristiwa heroik dalam perang maupun Karena kedermawanannya. Pada saat yang sama ia juga terlibat dalam banyak kospirasi jahat.

Karna adalah seorang manusia dengan kualitas, potensi, kepekaan, ambisi dan ego. Seperti semua manusia, dia adalah seorang "abu-abu". Jika Anda setuju dengan pilihan dan keputusannya, maka Anda akan melihatnya dalam warna yang lebih putih dan menyebutnya pahlawan. Jika Anda tidak setuju, maka Anda akan menemukan dia abu-abu gelap atau penjahat. Tapi tidak ada hal yang menjadikannya layak diberi label Karakter Tragis dalam Mahabharata.

Sebagai bahan perbandingan, mari kita lihat nasib tokoh-tokoh lain dalam Mahabharata:

1. Gandari. Dipaksa menikah dengan raja buta, menjadikan dunianya gelap dengan membutakan matanya, dikhianati suaminya yang memiliki anak haram dengan pembantunya, komplikasi kehamilan yang tidak biasa selama 2 tahun, kehilangan 100 putranya dalam perang.


2. Ekalaya. Saat ingin belajar memanah dari Guru Dorna dia ditolak dengan alasan bahwa ia bukan ksatria, dia berasal dari suku hutan. Ia rajin berlatih memanah di depan patung Dorna hingga memiliki kemampuan “melebihi” kemampuan Arjuna. Dorna meminta jempol Ekalaya sebagai imbalannya karena patung dirinya yang dianggap guru oleh Ekalaya.

3. Uttara. Dia adalah istri Abimanyu. Menikah di usia yang sangat muda ketika perang didepan mata. Kehilangan kakaknya pada hari pertama perang, kehilangan suaminya beberapa hari kemudian. Kehilangan ayahnya setelah beberapa hari lagi. Setelah kehilangan hampir semua keluarganya, anaknya ditembak dengan Brahmastra oleh Aswatama. Anak lahir mati meski akhirnya diselamatkan oleh Khrisna. Setelah semua ini, dia tidak akan pernah menjadi ratu. Adakah yang lebih tragis daripada ini?

4. Bhisma. Mengikuti sumpah yang berujung bencana. Menyerahkan hak takhta untuk menyenangkan ayahnya. Menyesali penculikan Amba hingga menjadi penyebab kematiannya. Menyaksikan Drupadi dipermalukan didepan umum oleh cucu-cucunya sendiri. Harus bertarung dengan cucu-cucu kesayanganya.

5. Sadewa. Bagaimana rasanya mengetahui segala sesuatu tentang masa depan, namun tidak dapat berbuat apa-apa? Dia tahu bahwa Lak istananya akan dibakar. Dia tahu Pandawa akan kehilangan semua harta benda mereka dalam permainan dadu. Dia tahu Dropadi akan dihina. Dia tahu anaknya akan dibunuh dalam perang. Dia bahkan tahu Karna adalah saudaranya. Tapi, ia harus tetap tenang dan membiarkan semua terjadi.

6. Kunti. Dia harus meninggalkan anak pertamanya, Karna. Suaminya punya istri kedua dimana beberapa orang mengatakan lebih cantik dari Kunti. Dia harus menemani suaminya menjalani kutukan ke hutan dan meninggalkan semua kenyamanan istana. Setelah suami meninggal, dia harus merawat 5 anak laki-laki. Saat kembali ke Hastinapura, anak-anaknya sering dianiaya. Duryodana pernah mencoba untuk membakar semua lima Pandawa bersama dengan Kunti di Rumah Lak. Menyaksikan putranya saling bunuh di Kurusetra.

7. Srikandi. Dia adalah kelahiran kembali Dewi Amba. Diculik oleh Bisma kemudian ditelantarkan. Amba memohon Bhisma untuk menikahinya, dan memberinya status sosial yang pantas. Meskipun Srikandi lahir sebagai laki-laki dia disebut seorang kasim di masyarakat. Terlepas dari ini, Srikandi akhirnya dipaksa menikah dengan putri dari Darshana. Seumur hidup dipenuhi dendam dan satu-satunya yang dicita-citakannya adalah membunuh Bisma.

8. Abimanyu. Memasuki medan pertempuran saat masih belia, baru menikah, tidak mengetahui istrinya hamil. Saat perang hari ke 13 harus memasuki jebakan formasi cakrawayu, dikeroyok para tokoh senior seperti Dorna, Karna dan Salya. Fakta memilukan hati adalah bahwa pamannya, Krishna tahu tentang pembantaian keponakannya secara brutal namun ia tidak melakukan intervensi.

9. Dorna. Miskin, ketika menagih janji Drupada justru dilecehkan. Menjadi guru, mengajari murid-muridnya, akhirnya harus bertarung dengan murid-murid kesayangannya.

10. Drestarata. Meskipun dia sangat kuat dan putra sulung namun dia tidak bisa menjadi raja karena kebutaannya. Meskipun istrinya hamil lebih dulu dibanding istri saudaranya namun janin yang dikandung istrinya tidak juga lahir sehingga putranya tidak menjadi putra tertua yang berhak atas tahta. Pada perang kurusetra dia harus kehilangan 100 putranya.

11. Drupadi. Dia harus mempermalukan Karna dan mendapatkan murkanya untuk memastikan Arjuna mendapat kesempatan membuktikan kemampuan luar biasanya. Setelah serangkaian panjang drama, Kunti justru memerintahkan untuk menikahi kelima bersaudara. Dipertaruhkan dalam judi, dipermalukan. Arjuna yang diidolakan justru menikahi Subadra. Harus menemani suami di hutan pengasingan. Dalam perang kurusetra semua anak-anaknya tewas.

12. Arjuna. Dipaksa hidup dalam pengasingan di hutan, sering diolok-olok karena gurunya yang meminta jempol Ekalaya, harus berabgi istri dengan 4 saudaranya. Pernah dikutuk menjadi seorang kasim selama satu tahun hanya karena ia menyebut bidadari Urwasi sebagai Ibu. Harus hidup dengan rasa bersalah melakukan pembunuhan saudaranya (Karna) dan juga membunuh keponakannya dengan sadar. Terhina Karena dipertaruhkan Yudistira dalam judi. Putra kesayangannya (Abimanyu) gugur secara brutal dalam perang, cucunya yang dalam kandungan dibunuh Aswatama (meski akhirnya diselamatkan oleh Khrisna). Harus menghadapi guru sendiri (Dronacharya, Kripacharya) dan kakeknya Bisma dalam perang. Kehilangan anak dan keponakan (baca pancawala) yang dibunuh Aswattama.

Bagaimana pula Widura, Subadra dan bahkan Khrisna sendiri?





Senin, 26 Desember 2016

WIDURA : PENGIKUT SUARA HATI

Widura memiliki busur sakti yang bernama Govarthan. Senjata Dewa Wisnu yang pada saat perang tidak bisa dihancurkan oleh senjata apapun, bahkan tidak oleh Gandiva Arjuna.

Widura berbeda dengan tokoh sakti lain yang berada di pihak Kurawa, karena Widura tidak memiliki kutukan seperti Karna atau Bisma atau Dorna dan satu-satunya cara untuk menghentikanya adalah dengan mencegah berpartisipasi dalam perang.


Pejuang sejati akan selalu menjadi orang pertama yang menunjukkan kemampuannya di waktu perang.

Insiden inilah yang membuat Widura tidak untuk berperang di perang...

Ketika Krishna datang ke Hastinapura atas nama Pandawa untuk negosiasi perdamaian, Khrisna menolak permintaannya untuk tinggal di rumah yang telah disediakan. Khrisna lebih memilih untuk tetap tinggal bersama dengan keluarga Widura selama masa kunjungan.

Khrisna sudah tahu bahwa Duryodana telah mengatur beberapa orang untuk memantau aktivitasnya jika Krishna tinggal di istana sehingga lebih memilih tinggal di rumah Widura.

Keesokan harinya selama masa negosiasi perdamaian, Duryodana mengungkapkan kekesalannya terhadap Widura yang telah menyediakan tempat untuk Khrisna. Duryodana menuduh Widura telah memihak Pandawa dan mengungkapkan kata-kata kasar. Duryodana melupakan bahwa Widura adalah pamannya, Dia mengatakan bahwa Widura adalah orang yang tidak tahu berterima kasih dengan pikiran busuk.

Destarasta, Bisma dan semua orang tua hadir ada tertegun. Mereka mencoba untuk menenangkan Duryodana, tapi ia Duryodana begitu kasar dan agresif. Dia menggunakan kata-kata yang paling kasar terhadap Widura, mengungkit masa kelahirannya dan mengatakan bahwa sementara perutnya itu tergantung pada makanan kerajaan Duryodana, hatinya berdebar dengan cinta untuk Pandawa.

Pada puncak kemarahan Widura Karena mendengar Duryodana menghinanya dan juga menghina ibunya juga, dia mengambil busur dan panahnya didepan Duryodana.

Tapi Krishna turun tangan dan berkata kepada Duryodana, "Wahai Duryodana, janganlah engkau memprovokasi Widura seperti ini. Jika Anda melanjutkannya, mungkin Widura akan mematahkan busur dan menyatakan bahwa ia tidak akan bertempur di sisi Anda dan akan menjadi netral".

Duryodana, dalam keadaan masih marah, dengan kesombongannya mengatakan bahwa tidak masalah jika Widura tidak turut serta dalam pertempuran. "Tanpa dia, saya dapat memenangkan perang".

Widura yang marah tidak mampu menerima penghinaan, dia menyatakan, "Krishna, Anda membimbing saya di jalan yang benar, saya tidak akan bertarung lagi".

Setelah berkata demikian, ia menjatuhkan busur dan pecah dengan suara menggelegar disertai kilatan petir. Widura mengucapkan terima kasih kepada Krishna dan berjalan keluar dari ruangan tersebut.

Dengan demikian, Krishna membuka jalan bagi kemenangan Pandawa dan Widura membuktikan dirinya telah mengikuti suara hatinya.

Disaat orang-orang besar sekelas Bisma, Dronacharya dan Karna gagal mengikuti doktrin mereka sendiri di kasus-kasus tertentu.


Usia tua menghancurkan keindahan,
Godaan menghancurkan kesabaran,
Keserakahan merusak orang jahat,
Sifat baik seseorang menjadi asam sebagai akibat dari melayani orang fasik,
Nafsu menghancurkan rasa malu dan
EGO menghancurkan SETIAP HAL.





Minggu, 25 Desember 2016

UDDHAVA GITA : JAWABAN PERTANYAAN MENGAPA KHRISNA MEMBIARKAN PANDAWABERMAIN JUDI DENGAN KURAWA

Sejak masa kecilnya, Uddhava telah mengikuti Krishna, melayaninya dalam banyak hal. Dia tidak pernah meminta apapun kepada Khrisna bahkan tidak pernah meminta anugerah. Menjelang akhir kehidupannya, Krishna berkata, “Uddhava, banyak orang telah meminta dan menerima anugerah dariku, tapi engkau tidak pernah meminta apa-apa. Mengapa tidak menanyakan sesuatu sekarang? Aku akan memberikannya, biarlah aku puas dapat menyelesaikan tugasku dengan memberikan engkau kepuasan juga”.

Meskipun Uddhava tidak meminta apa-apa untuk dirinya sendiri, ia telah mengamati Krishna dari masa kecilnya. Dia selalu bertanya-tanya tentang keputusan dan tindakan Krishna yang sulit dipahami. Dia bertanya, “Krishna, Anda mengajarkan kita untuk hidup dalam suatu cara, tetapi Anda hidup dengan cara yang berbeda. Dalam drama Mahabharata, dalam peran Anda bermain, dalam tindakan Anda, saya tidak mengerti banyak hal. Saya penasaran untuk memahami alasan tindakan Anda. Apakah Anda memenuhi keinginan saya untuk mengetahui?”.


Krishna mengatakan, “Uddhava, penjelasanku kepada Arjuna selama perang Kurukshetra adalah Bhagavad Gita. Hari ini, penjelasanku kepadamu akan dikenal sebagai 'Uddhava Gita'. Itulah sebabnya aku berikan kesempatan ini untukmu. Bertanyalah tanpa ragu-ragu".

Uddhava mulai bertanya, “Krishna, pertama jelaskanlah kepadaku apa makna teman sejati”.

Krishna menjawab, “Teman sejati adalah orang yang datang membantu temannya yang membutuhkan bahkan tanpa diminta".

Uddhava: “Krishna, engkau adalah teman sejati Pandawa. Mereka sangat percaya terhadap engkau sepenuhnya, mereka menganggap engkau adalah pelindungnya dari kesulitan. Krishna, engkau tidak hanya tahu apa yang terjadi, tapi kau tahu apa yang akan terjadi. Engkau baru saja menjelaskan kepadaku apa makna teman sejati, lalu mengapa engkau tidak bertindak sesuai yang engkau jelaskan tadi. Mengapa engkau tidak menghentikan Yudistira dari permainan judi? Baiklah, engkau tidak melakukannya, tapi mengapa engkau tidak mengubah keberuntungan Yudistira, dimana engkau dapat menjadikan dharma menang. Engkau tidak melakukan itu juga. Engkau setidaknya bisa menahan Yudistira setelah ia kehilangan kekayaan, negara dan dirinya sendiri. Engkau bisa membebaskannya dari hukuman karena berjudi. Atau, Engkau bisa memasuki aula ketika ia mulai mempertaruhkan saudara-saudaranya. Engkau tidak melakukan itu. Setidaknya ketika Duryodana menawarkan mengembalikan semua yang telah hilang jika dia bersedia mempertaruhkan Dropadi yang selalu membawa nasib baik untuk Pandawa. Engkau dapat turun tangan dan dengan kekuatanmu, Engkau dapat membuat dadu bergulir untuk kemenangan Yudistira. Namun sebaliknya, Engkau campur tangan hanya ketika Dropadi hampir kehilangan harga diri dan sekarang engkau mengklaim bahwa engkau memberi pakaian dan menjaga harga diri Dropadi. Bagaimana bisa engkau mengklaim hal ini, setelah keberadaannya diseret ke aula oleh seorang pria dan dilepas jubahnya di depan begitu banyak orang, harga diri apa yang masih tersisa bagi seorang wanita? Apa yang telah engkau lakukan? Hanya ketika engkau membantu seseorang pada saat krisis, engkau dapat disebut penyelamat. Jika engkau tidak membantu dalam masa krisis, apa gunanya? Apakah Dharma?"
Pada saat Uddhava mengajukan pertanyaan-pertanyaan ini, air mata mulai menetes dari matanya.

Ini bukan pertanyaan dari Uddhava saja. Kita semua yang telah mengikuti kisah Mahabharata memiliki pertanyaan ini. Atas nama kita, Uddhava sudah meminta penjelasan Krishna.

Krishna tertawa, “Uddhava, hukum dunia ini: hanya orang yang memiliki Viveka (kecerdasan melalui diskriminasi) yang menang . Sementara Duryodana memiliki Viveka, Yudistira kekurangan hal itu. Itulah sebabnya Yudistira kalah”.

Uddhava semakin bingung. Krishna melanjutkan, “Sementara Duryodana memiliki banyak uang dan kekayaan untuk berjudi, dia tidak tahu bagaimana memainkan permainan dadu. Itulah sebabnya ia menggunakan Sangkuni untuk bermain judi. Itulah Viveka. Yudistira juga bisa berpikir sama dan menawarkan bahwa aku, sepupunya, akan bermain atas namanya. Jika Sangkuni dan aku bermain dadu, siapa yang kau pikir akan menang? Bisakah dia memanipulasi daduku dan memenangkan dadunya. Lupakan ini. Aku bisa memaafkan fakta bahwa Yudistira lupa untuk menyertakan aku dalam permainan. Tapi, tanpa Viveka, ia melakukan blunder lain. Dia “berdoa” bahwa agar aku tidak datang ke aula karena ia tidak ingin aku tahu bahwa dia dipaksa untuk memainkan permainan ini. Dia mengikat aku dengan doa-doanya dan tidak memungkinkan bagiku untuk masuk ke aula. Aku hanya di luar aula menunggu seseorang untuk memanggilku melalui doa-doa mereka. Bahkan ketika Bima, Arjuna, Nakula dan Sadewa kalah jadi taruhan, mereka hanya mengutuk Duryodhana dan merenung atas nasib mereka, mereka lupa untuk memanggilku. Bahkan Dropadi tidak memanggilku ketika Dursasana melepas ikatan rambutnya dan menyeretnya dihadapan saudaranya. Dia juga berdebat di aula, berdasarkan kemampuannya sendiri. Dia tidak pernah memanggilku. Akhirnya akal menang, ketika Dursasana mulai menelanjangnyai, dia menyerah tergantung pada kekuatan sendiri, dan mulai berteriak 'Krishna', dia baru berteriak memanggilku. Kemudian aku mendapat kesempatan untuk menjaga kehormatannya. Aku segera datang setelah dipanggil. Aku menyelamatkan kehormatannya. Apa kesalahanku dalam situasi ini?”

“Penjelasan yang indah, Kanha, saya terkesan. Namun, saya tidak tertipu. Dapatkah saya mengajukan pertanyaan lain”, kata Uddhava. Krishna memberinya izin untuk melanjutkan.


“Apakah ini berarti bahwa engkau akan datang hanya ketika engkau dipanggil! Apakah engkau tidak datang sendiri untuk membantu orang dalam krisis, untuk mewujudkan keadilan?", tanya Udhava.

Krishna tersenyum, “Udhava, di kehidupan ini setiap orang menjalani nasib berdasarkan karma mereka sendiri. Aku tidak menjalankannya. Aku tidak ikut campur di dalamnya. Aku hanya 'saksi'. Aku berdiri dekat denganmu, menjaga dan mengamati apa pun yang terjadi. Ini adalah Dharma”.

“Wow, sangat baik Krishna. Dalam hal ini, engkau akan berdiri dekat dengan kami, mengamati semua tindakan jahat kami, kami terus melakukan lebih dan lebih banyak lagi dosa, engkau akan tetap menonton kami. Engkau ingin kami melakukan lebih banyak kesalahan, menumpuk dosa dan menderita”, kata Udhava.

Krishna mengatakan, 'Udhava, sadarilah lebih dalam ucapanmu. Ketika kau memahami dan menyadari bahwa aku berdiri sebagai saksi di sebelahmu, bagaimana kau bisa melakukan sesuatu yang salah atau buruk. Kau pasti tidak bisa melakukan sesuatu yang buruk. Kau lupa ini dan berpikir bahwa kau dapat melakukan hal-hal tanpa sepengetahuanku. Itu adalah ketika kau mendapat masalah. Ketidaktahuan Yudistira adalah bahwa dia pikir dia bisa bermain judi tanpa sepengetahuanku. Jika Yudistira menyadari bahwa aku selalu hadir dengan semua orang dalam bentuk 'Sakshi' (saksi), maka tidak akan ada permainan yang akan diselesaikan dengan hasil berbeda?”.

Uddhava terpesona dengan jawaban Khrisna. Dia mengatakan, "Ini adalah filosofi yang mendalam, kebenaran besar! Bahkan ketika berdoa dan melakukan pujian kepada Tuhan dan memanggil-Nya untuk bantuan sesungguhnya hanyalah sekedar perasaan/kepercayaan. Ketika kita mulai percaya bahwa tidak ada yang bergerak tanpa Dia, bagaimana bisa kita tidak merasa kehadirannya sebagai Saksi? Bagaimana kita bisa melupakan ini dan bertindak?”

Sepanjang Bhagavad Gita, ini adalah filosofi Krishna yang disampaikan ke Arjuna. Dia adalah kusir serta pemandu bagi Arjuna, namun ia tidak berjuang sendiri. Sadarilah bahwa Saksi Yang Maha Agung ada didalam diri.


Sabtu, 24 Desember 2016

MENGAPA KHRISNA HANYA MEMINTA 5 DESA UNTUK PANDAWA?

Penawaran 5 desa diajukan untuk tiga alasan :

1. Menghindari pembantaian yang seharusnya dapat dihindari. Semua orang kecuali Yudistira ingin berperang. Yudistira adalah raja pertapa yang hanya memiliki sedikit keterikatan duniawi dan akan melakukan apa saja untuk menghindari dosa pembunuhan. Meski ada niat tulus untuk menghindari perang, tetapi bahkan saat ia membuat tawaran ini, Krishna tahu bahwa itu akan ditolak sehingga tetap harus dilakukan.

2. Untuk menampakkan kekonyolan Duryodana yang benar-benar tidak masuk akal menolak tawaran yang sangat menguntungkan pihaknya. Dengan demikian Pandawa memperoleh landasan moral yang tinggi menghadapi perang Kurusetra.


3. Seandainya penawaran diterima, maka 5 Desa dapat menjadi titik awal bagi suatu pembentukan negara yang besar. Pandawa sebelumnya pernah diberikan hutan dan berhasil mengkonversinya menjadi Kerajaan Indraprastha yang megah.

Duryodana menolak tawaran ini karena :

1. Dia merasa yakin bahwa timnya lebih tangguh, dimana dalam barisannya terdapat banyak tokoh sakti seperti Bisma, Drona, Kripa, Karna dan lain-lain.

2. Dia merasa bahwa penawaran Pandawa menunjukkan kelemahan posisi Pandawa. Dia merasa bahwa Pandawa mengemis karena mereka berpikir Kurawa sangat kuat. Dia tidak dapat melihat bahwa penawaran ini sangat baik untuk kedua belah pihak.



Jumat, 23 Desember 2016

BENARKAH KARNA LEBIH UNGGUL DIBANDING ARJUNA?

Kita lihat peristiwa-peristiwa yang melibatkan 2 tokoh besar dalam Mahabharata, Arjuna dan Karna.

1. Dalam masa pendidikan dibawah pengajaran Guru Dorna, diadakan pertunjukan ketrampilan untuk murid-muridnya, Pandawa VS Kurawa untuk hiburan para pemimpin dan warga Hastinapura. Dalam pertunjukan itu Arjuna menggungguli semua murid Dorna hingga akhirnya Karna meminta kesempatan untuk menunjukkan kemampuannya. Karna mengklaim bahwa dia lebih jago dibandingkan Arjuna. Setelah perdebatan panjang, akhirnya Karna diberi kesempatan untuk berduel dengan Arjuna. Pertarungan berjalan seimbang hingga matahari terbenam dan duel tidak bisa dilanjutkan. Skor 0-0

2. Dorna meminta dakshina atau upah kepada murid-muridnya untuk menangkap Drupada yang telah mempermalukannya. Korawa dengan dibantu Karna menyerang Drupada namun Drupada dapat memukul mundur mereka. Kemudian Pandawa yang dipimpin oleh Arjuna menyerang Drupada dan berhasil menangkapnya. Arjuna melakukan apa yang tidak bisa dilakukan Karna. Skor 1-0 untuk Arjuna.


3. Dalam sayembara Drupadi, Arjuna yang menyamar sebagai Brahmana memenangkan sayembara tersebut. Raja-Raja yang hadir merasa bahwa Drupada telah menghina mereka dengan menyerahkan putrinya kepada seorang Brahmana bukan kepada Ksatria. Para Raja menyerang Drupada. Arjuna berhadapan dengan Karna, namun Karna memutuskan untuk menghentikan pertarungan karena enggan melawan seorang Brahmana. Hasil draw, skor tetap 1-0 untuk Arjuna.

4. Sewaktu di hutan, terjadi pertikaian Gandarva dengan Kurawa dan Karna. Gandarva mengalahkan pasukan Kurawa dan melukai Karna hingga dia melarikan diri. Gandarva yang sama dipukul mundur oleh Arjuna. Skor 2-0 untuk Arjuna.

5. Pada pertempuran Wirata, Arjuna berjuang seorang diri melawan seluruh pasukan Kurawa dan mengalahkan semua jenderal Kurawa termasuk Karna. Penampilan solo yang memukau. Pertempuran ini dianggap tidak akurat mencerminkan keterampilan Karna karena tidak membawa senjata saktinya. Tetapi salah siapa prajurit tidak membawa senjatanya? Seperti petani ke sawah tidak membawa cangkul, atau batman yang lupa membawa sayapnya sehingga tidak bisa terbang. Hasil nyata 3-0 untuk Arjuna.

6. Dalam pertarungan besar di palagan Kurusetra, Arjuna mengalahkan Karna. Skor akhir 4-0 untuk Arjuna.

7. Arjuna di jalan yang benar, dibelakangnya ada Khrisna. Khrisna sendiri adalah Kebenaran. Bonus skor menjadi 5-0 untuk Arjuna.










Selasa, 20 Desember 2016

KEKEJAMAN

Kekejaman adalah kegagalan empati, yaitu kemampuan untuk merasakan rasa sakit orang lain seakan rasa sakit itu milik kita.

Persepsi kita tentang apa itu kejam bergantung kepada anggapan siapa diri kita dan hal apa yang menjadi milik kita. Seorang pemburu akan marah besar kalau ada yang menyakiti anjingnya, dan orang yang bersorak gembira menyaksikan binatang disiksa hingga mati, misalnya pada arena matador, bisa saja mengklaim kalau mereka adalah penyayang binatang.


Kita semua mampu melakukan berbagai macam kekejaman. Saat kapal Titanic tenggelam, perahu penyelamat dipenuhi penumpang dan ada banyak manusia yang jatuh ke air. Saat perahu penyelamat hampir tenggelam karena kelebihan beban, mereka yang sudah ada diatas perahu akan menginjaki jari-jari orang-orang yang berusaha naik. Ketakutan akan maut mengalahkan nilai-nilai inti kebaikan yang pasti dimiliki kebanyakan orang-orang yang ada diatas perahu. Saat kita menghadapi penolakan atau akan diremehkan dan otak kera mengatakan kalau hal itu akan mengancam nyawa kita, menginjak jari orang lain akan jadi pilihan kita. Tak ada orang yang bersikap irasional dalam memandang kebenaran mereka sendiri. Supaya Anda tahu, walaupun tak akan banyak membantu, kaki yang menginjak jari orang lain itu adalah kaki yang dikendalikan oleh rasa takut, bukan oleh sifat jahat.

Kapasitas kita untuk berempati, seperti rasa bersalah dan sifat meragukan diri yang sehat, adalah salah satu kekuatan yang membuat manusia spesies yang berbeda. Semakin baik Anda, semakin jauh rasa empati Anda berkembang. Kita bisa meluaskan batas empati diluar keluarga, bangsa bahkan spesies kita hingga mengikutsertakan binatang, pepohonan atau bahkan planet kita. Namun sayangnya, harga yang harus kita bayar untuk sikap empati kita adalah penderitaan untuk makhluk atau obyek yang kita anggap milik atau bagian dari kita, walaupun apada akhirnya, balasan yang didapatkan dari sikpa empati kita adalah kasih saying dan keintiman yang lebih besar.

-- An Intelligent Life, Julian Short



KEBENARAN

Kebenaran adalah mitos. Segala hal bersifat subyektif sebab kita memandang dunia dari mata seorang subyek, yang selalu memiliki agenda tersendiri. Kebenaran yang Anda yakini adalah wilayah pribadi Anda. Keyakinan Anda menjadi bagian dari diri Anda. Selalu ada resiko Anda berusaha mempertahankan keyakinan Anda secara agresif dan berlebihan. Oleh Karena itu Anda harus mengetahui apa yang Anda anggap sebagai nilai-nilai inti supaya Anda dapat meletakkan yang lainnya diwilayah peripheral. Dengan begitu Anda tidak akan membuang-buang energi Anda untuk hal-hal yang tidak benar-benar penting.

Tidak mengapa kalau Anda meyakini suatu kebenaran yang bukan salah satu dari nilai inti. Tapi jangan sampai berperang demi kebenaran itu.

-- An Intelligent Life, Julian Short

Sabtu, 17 Desember 2016

CINTA DAN KEPRIBADIAN

Disaat Anda kehabisan nafas, kelaparan atau kedinginan, Anda akan sangat terfokus kepada tubuh Anda sendiri. Anda tidak akan memberikan perhatian yang besar kepada hubungan dengan orang lain, gaya rambut Anda,atau apakah seseorang telah meminum dari gelas Anda. Tapi bila hidup Anda tidak sedang terancam, emosi-emosi lain akan menuntut perhatian Anda.

Anda menyadari keberadaan Anda lebih dari sekedar keberadaan fisik. Anda merasa lebih dari sekedar darah daging yang dapat Anda lihat dan sentuh. Saya akan menyebutnya roh atau jiwa (spirit), tidak dalam konteks rohaniah atau metafisikal,tapi sekedar untuk mempertegas kenyataan bahwa Anda memiliki sisi emosional, selain sisi fisik atau badani.


Kebutuhan untuk bertahan hidup jiwa kita berasal dari kebutuhan bertahan hidup tubuh kita. Kepemilikan telah bekembang menjadi cinta, wilayah berkembang menjadi kepribadian.

Saya memilih untuk menggunakan kata cinta dalam lingkup yang luas. Saya tidak akan memandang cinta hanya dari sisi hubungan intim belaka. Saya menggunakan kata ini untuk mencakup semua bentuk kepemilikan yang didasari rasa cinta. Kita dapat berharap menemukan cinta dalam pelukan seorang ibu, saudara, teman dan kekasih, tapi cinta itu dating dalam begitu banyak variasi lain. Ada perasaan cinta dalam kedekatan kita dengan keluarga, kelompok, klub, tim, kelompok pengkajian agama, agama, suku, bangsa atau bahkan sebuah bendera. ApabilaAnda memiliki rasa empati, Anda akan menemukan cinta terhadap sebatang pohon, sebuah gunung atau seekor binatang.

Cinta adalah variasi dari tema-tema tentang kehangatan, rasa aman dan memiliki melalui kedekatan Anda dengan mereka yang Anda anggap dekat. Cinta akan menyatukan Anda dengan kelompok Anda.

Wilayah Anda sebagai seorang manusia lebih sulit untuk didefinisikan. Wilayah ini adalah semua bentuk-bentuk materi dan ruang, tapi lebih dari sekedar kendaraan Anda, kebun Anda, posisi Anda didalam suatu antrian atau ruangan pribadi Anda. Anda merasa memiliki wilayah pribadi, yaitu kepribadian Anda. Kepribadian Anda didefinisikan berdasarkan falsafah hidup, etika, moralitas dan semua hal yang Anda anggap baik, suci dan benar.

Kepribadian Anda adalah wilayah jiwa Anda, hal yang membedakan Anda dengan kelompok.

Bagi nenek moyang kita, kekuatan adalah kemampuan fisik untuk bertarung untuk mendapatkan, mempertahankan dan bahkan memperluas wilayah, tetapi wilayah disini adalah wilayah pribadi atau jiwa. Kekuatan kepribadian Anda didefinisikan oleh kreatifitas, martabat dan integritas Anda dan potensi, keunikan, otonomi dan efektifitas Anda dalam mengekspresikan diri sendiri.

Kekuatan berarti kemampuan untuk mempertahankan diri Anda dan keyakinan Anda walaupun Anda menghadapi resiko penolakan, menolak godaan untuk mengorbankan kepribadian Anda demi menyenangkan dan menjamin tempat Anda dalam kelompok.

Sayangnya karena takut menjadi lemah, sebagian orang memaksakan diri untuk menang dan mereka mencampuradukkan kekuatan dengan sikap keras kepala. Hidup cerdas akan memberikan tuntunan untuk secara efektif mengekspresikan diri sendiri tanpa harus menjadi agresif.



-- An Intelligent Life, Julian Short



Jumat, 16 Desember 2016

WILAYAH

Selain diterima oleh kelompok, kemampuan untuk bertahan hidup dalam jangka panjang juga menuntut nenek moyang kita menandai wilayah dan mampu mempertahankannya dari usaha para saingan untuk merebut wilayah tersebut.

Tanpa kendali atas wilayah, tak ada yang akan sanggup menjadi leluhur bagi generasi-geneerasi berikutnya. Tanpa memiliki kekuatan untuk bertarung dan menjaga wilayahmya, karnivora akan kelaparan. Herbivore mungkin tidak akan bertarung memperebutkan makanan, tapi apabila sudah memasuki masa kawin binatang apapun yang biasanya jinak akan menjadi sangat ganas, melawan apa saja yang ada dihadapannya. Biarpun seekor binatang yang tidak memiliki wilayah tidak akan mati karena kelaparan, kemungkinan untuk dapat menurunkan gennya kepada generasi berikut sangat kecil sebab ia akan sulit mendapatkan keturunan atau membesarkan anak-anaknya. Hewan betina, sama dengan sebagian besar kaum wanita, tidak akan memilih pejantan yang lemah di padang-padang rumput. Tidak seperti pejantan yang akan menjaga wilayah seksual dan berburunya secara konstan, hewan betina tidak begitu mempersoalkan wilayahnya sampai mereka memiliki anak-anak. Dimasa mereka memiliki anak-anak yang harus dilindungi, mereka akan menjadi ganas. Hewan betina yang lemah tidak dapat melindungi anak-anaknya sampai mereka jadi mandiri, sehingga hewan betina ini akan menjadi suatu kegagalan biologis, sama dengan pejantan yang lemah. Kelemahan berarti kematian akibat kelaparan dan kemungkinan yang lebih kecil untuk reproduksi yang berhasil.


Kita masih membawa copy pemrograman genetic untuk bertahan hidup yang digunakan nenek moyang kita untuk bertahan hidup sejak jutaan tahun yang lalu. Bila kita mau mengakui ini, kita sudah ada di jalur yang tepat untuk memahami perasaan kita dan alasan mengapa seseorang melakukan apa yang ia lakukan.



Kita semua membutuhkan kasih sayang, penerimaan dan pemilikan. Penolakan dapat dirasakan sebagai kematian.

Semua orang menginginkan kekuatan untuk mengendalikan wilayah kecil mereka, atau wilayah yang lebih besar apabila mereka dapat mendapatkannya. Kelemahan, ketidakberdayaan dan kekalahan, adalah hal-hal yang sangat mengancam kita karena mereka membuat kita merasa kecil.

Ingatkah Anda bagaimana rasanya ketikapertama kali ingin bertanya sesuatu kepada seseorang atau ketika pertamakali harus berbicara didepan public? Pernahkan Anda merasa tidak enak karena tidak dapat melihat seseorang dimatanya? Pernahkah Anda merasa jengah berada didekat seseorang yang sangat tinggi, terkenal, atau sangat tampan atau cantik? Apabilajawaban-jawaban Anda adalah “tidak”, pernahkah Anda merasa perlu membuat diri Anda lebih besaragar dapat meyakinkan diri sendiri bahwa Anda sebaik orang lain, atau apakah Anda benar-benar tidak peduli apa anggapan orang tentang Anda?

Apabila Anda dapat hidup dengan logika diatas, pernyataan berikut ini dapat dengan mudah diikuti, “Tiap-tap aktifitas yang dilakukan dengan penuh kesadaran, apabila itu tidak menyangkut keperluan untuk bertahan hidup, adalah, sedikit banyak, untuk tujuan final, yaitu medapatkan sebanyak mungkin kasih sayang dan secara bersamaan mendapatkan sebanyakmungkin keinginan kita sendiri”.

Dengan demikian Anda dapat melihat betapa penting dan berpengaruhnya hubungan dengan orang lain kepada emosi kita.


-- An Intelligent Life, Julian Short

LATAR BELAKANG KEBUTUHAN KELOMPOK

Bayi-bayi mamalia akan mati dengan mudah apabila dipisahkan dari orangtuanya. Mereka membutuhkan kasih sayang. Tetapi saat menginjak dewasa mereka tidak dapat lagi bergantung kepada orangtua mereka. Ibu-ibu mereka memiliki anak-anak baru yang membutuhkan perawatan dan mereka tidak bisa mengandalkan para ayah mereka. Untuk keamanan mereka, nenek moyang kota yang telah dewasa harus menjadi bagian dari suatu klan, kelompok, suku atau kawanan. Proses evolosi membuat binatang harus tinggal di padang-padang yang tidak memiliki banyak pepohonan yang dapat dipanjati disaat darurat. Ini menyebabkan mereka akan menjadi mangsa yang empuk. Apabila ada seekor binatang pemangsa, tempat teraman adalah berada ditengah kelompok. Namun, untuk dapat aman berada didalam suatu kelompok, kelompok itu harus mau menerima kita, dan fakta bahwa kita adalah sejenis dengan yang lain tidak cukup untuk menjamin kita akan diterima. Apabila kita tidak diterima dengan alas an tidak memenuhi persyaratan yang diminta kelompok itu, kita akan terancam. Apabila kita tidak memiliki bau yang dapat diterima atau jika penampilan kita tidak sesuai dengan keinginan kelompok, mereka bisa jadi lebih berbahaya daripada binatang pemangsa, sebab kelompok kita justru akan mencabik-cabik kita.


Bagi nenek moyang kita, terpisah dari yang lain berarti hilang atau ditinggal. Tidak bersama kelompok berarti maut. Namun, apabila kita ditolak oleh kelompok kita, menghadapi binatang pemangsa bisa jadi adalah pilihan yang lebih baik daripada menghadapi keganasan kelompok kita sendiri.

Ini adalah LATAR BELAKANG dari kebutuhan kita akan penerimaan dan ketakutan kita akan penolakan. Tapi kemudian kita memiliki kebutuhan primer yang lain. Kebutuhan kita akan WILAYAH PRIBADI.


-- An Intelligent Life, Julian Short






Kamis, 15 Desember 2016

PERASAAN

Kita semua ingin merasa nyaman. Kita ingin merasa rileks, aman, kuat dan berharga. Kita ingin merasa kreatif dan memiliki control, menarik dan dicintai. Apabila kita dapat menjamin bahwa kita bisa merasakan hal-hal diatas, kita hamper dipastikan merasa bahagia.

Ini adalah perasaan yang kita inginkan, tapi kita sadar bahwa apa yang ingin kita rasakan dan apa yang kita rasakan tidak selalu sama.

Perasaan adalah hal yang aneh. Tiap orang memiliki perasaan dan kita hidup denagn perasaan sepanjang hari, setiap hari. Akan tetapi, perasaan bisa memiliki keinginan sendri yang tidak selalu sesuai dengan keinginan kita. Kita semua pernah merasakan gelisah walaupun kita tahu kita tidak perlu merasa demikian. Kita semua juga pernah terlibat dalam perdebatan sengit dengan diri kita sendiri, larut dalam konfrontasi yang sesungguhnya tidak pernah terjadi. Dan, kita semua juga pernah merasa terbakar oleh rasa malu walaupun tidak ada orang lain yang tahu.

Kita hanya memiliki sedikit control atas perasaan kita, tapi seringkali perasaan kita yang memegang kendali. Sayangnya, pengaruh terbesar kita atas perasaan-perasaan kita seringkali membuat perasaan-perasaan itu menjadi lebih buruk. Lebih mudah untuk menggali kenangan buruk atau membuat fantasi tentang kemarahan. Kita akan berkutat dalam perasaan ini dan merasa sangat menderita karenanya. Dilain pihak, kalau kita memutuskan untuk merasa bahagia kita dapat menghitung keberuntungan yang telah didapatkan, memikirkan masa-masa kita mendapatkan kebahagiaan dan membuat daftar hal-hal yang telah dicapai. Tetapi kadangkala hal ini dirasakan bagaikan membohongi diri sendiri. Merasa positif adalah cara yang bagus untuk menjalani hari-hari kita dan tentu saja lebih baik dibandingkan tenggelam dalam kesedihan,tapi kemampuan kita untuk membuat diri sendiri merasa lebih baik tidak lebih baik disbanding kemampuan untuk membuat diri kita merasa lebih buruk.

‘Don’t worry be happy’ adalah nasehat yang paling sering diberikan, paling jarang diikuti dan mungkin paling tidak berguna di dunia. Mencoba untuk mengatur perasaan kita bisa membuat kita merasa merasa sangat frustasi. Adakalanya kita mengetahui suatu fakta dan memiliki perasaan yang berbeda tentang fakta tersebut.. ini terjadi karena emosi kita berbenturan dengan logika kita. Semakin rendah self esteem, yaitu rasa bahagia mengenai diri sendiri dan semakin rendah rasa percaya diri, semakin mudah perasaan-perasaan negative menenggelamkan akalsehat kita. Hidup akan menjadi semakin mudah apabila perasaan positif dapat mengemuka semudah perasaan negative.

Untuk hidup dengan cerdas kita perlu memikirkan diri sendiri dengan cara yang sedikit berbeda. Kita perlu menengok diri sendiri sebagai individual, tapi dengan keberadaan yang sesuai dengan konteks orang-orang disekeliling kita.
Kita tidak dan tak akan pernah bisa sepenuhnya independen dari orang lain.
Kita akan selalu peduli terhadap anggapan orang lain tentang diri kita.
Kita hanya dapat mengetahui diri sendiri melalui hubungan kita dengan sesame.
Pengaturan hubungan kita dengan orang lain adalah satu-satunya cara yag dapat diandalkan untuk memperbaiki perasaan kita.

-- An Intelligent Life, Julian Short





Senin, 05 Desember 2016

KARNA, BUAH MANIS YANG MENJADI BUSUK

Karna adalah seorang pahlawan hitam. Dia adalah buah manis yang menjadi busuk. Dia adalah seorang manusia yang begitu indah tetapi diinvestasikan dalam keburukan. Kepahitan membawanya ke dalam kisah hidup bencana. Dia adalah seorang pria fenomenal yang memiliki integritas dan kemurahan hati tapi semunya sirna. Dia meninggal dalam pertempuran dengan cara yang buruk.

Dia marah karena dia tidak tahu asal usulnya, dia tidak tahu orang tua yang sesungguhnya. Tetapi orang-orang yang merawatnya, begitu mencintainya, memperlakukannya dengan kasih sayang. Orang tua angkatnya menyayanginya seperti anak sendiri.

Kompetisi hidup dan kehendak nasib membawanya menjadi seorang raja. Faktanya, “anak” seorang kusir ini menjadi raja, dia seharusnya benar-benar bahagia. Seorang anak yang ditemukan hanyut di air tumbuh menjadi seorang raja. Apakah bukan hal yang indah? Tapi tidak, dia tidak pernah menghilangkan kebenciannya. Dia selalu sengsara karena dia tidak bisa berdamai dengan cap nya sebagai putra kusir. Sepanjang hidupnya ia mengeluh tentang hal ini. Sepanjang waktu, ia pelihara kepahitan dalam dirinya hanya karena dianggap memiliki kasta rendah.

Kepahitan ini membuat manusia yang indah menjadi karakter jahat dan jelek dalam Mahabharata. Dia adalah seorang manusia yang besar dan menunjukkan kebesarannya dalam situasi yang berbeda, tetapi karena kepahitan ini, dalam banyak hal melakukan kesalahan.

Karena rasa terimakasihnya kepada Duryodhana, ia harus membenci Pandawa meskipun tidak ada kebencian di dalam hatinya. Dengan kebencian, ia berusaha membuktikan kesetiaannya dan bersyukur atas apa yang telah dilakukan Duryodana baginya.

Karna menemui ajalnya dengan panah Arjuna. Keberadaannya tidak membuat penilaian tentang yang baik atau buruk. Hanya situasi sosial yang mencoba untuk menilai orang baik dan buruk. Hanya manusia individu yang mencoba untuk menilai kita dengan baik dan buruk. Keberadaan tidak pernah menghakimi karena tidak ditulis bahwa satu hal baik dan beberapa hal lain yang buruk. Hanya saja jika kita melakukan hal yang benar, hasil yang tepat terjadi pada kita. Jika kita tidak melakukan hal yang benar, hal yang benar tidak terjadi pada kita. Ini sangat adil…

PENGAMPUNAN

Salah satu pelajaran terbesar yang bisa dipelajari dari Mahabharata adalah pengampunan, memaafkan orang lain dan memaafkan diri kita sendiri! Jika Pandu mengampuni dirinya untuk membunuh orang suci, jika Karna mengampuni Drupadi yang melecehkannya dan Kunti yang telah membuangnya, jika Duryodana mengampuni Drupadi yang menertawakannya, jika Drupadi mengampuni Kurawa ... dan seterusnya dan seterusnya. Jika pengampunan itu diberikan dalam kasus ini dan banyak kasus lainnya, kisah Mahabharata tidak akan berputar begitu banyak di sekitar rasa sakit dan penderitaan.

Pengampunan selalu membantu kita untuk lebih berbahagia.




SEMANGAT ADALAH GURU TERBAIK

Satu hal yang tidak bisa kita lewatkan adalah kisah Bambang Ekalaya yang begitu bersemangat untuk belajar seni memanah. Ia berasal dari kasta rendah sehingga Guru Dorna menolak untuk menjadikannya murid. Penolakan Guru Dorna tidak menyurutkan tekadnya untuk belajar memanah dan menjadi pemanah nomor wahid. Dia membuat patung Guru Dorna dan dengan sembunyi-sembunyi dari balik pohon dia memperhatikan Guru Dorna yang mengajari Pandawa dan Kurawa. Dia mempraktekkan teknik memanah dan dengan tekun berlatih sendiri hingga memiliki kemampuan yang setara atau bahkan mungkin lebih tinggi dari Arjuna.


Suatu ketika pada saat sedang berlatih, Ekalaya mendengar anjing mengggonggong, tanpa melihat Ekalaya melepaskan anak panah dan tepat mengenai mulut anjing tersebut. Saat Pandawa menemukan anjing tersebut mereka bertanya-tanya siapa gerangan yang mampu melakukannya selain Arjuna.

Hal penting bagi kita adalah untuk hidup dengan semangat dan menaruh hati dan jiwa kita untuk apa yang kita inginkan. Jika kita melakukan itu, apa pun yang kita inginkan akan datang kepada kita.

EKSPRESIKAN DIRI DENGAN KASIH SAYANG

Salah satu pelajaran penting dalam kisah Mahabharata adalah untuk mengekspresikan diri, mengungkapkan apa yang kita rasakan dengan lembut dan penuh kasih. Pada saat sayembara, Dropadi menolak Karna karena memiliki kasta yang rendah. Dia menggunakan kata-kata yang sangat kasar dan menghina diri Karna yang akan turut serta dalam kegiatan tersebut. Peristiwa ini menjadikan Karna menaruh kebencian yang dalam terhadap Drupadi dan pasti menimbulkan keinginan untuk membalas perlakuan Drupadi yang mempermalukannya di depan umum. Didorong oleh kebencian dan balas dendam, ketika Karna mendapat kesempatan di pengadilan Duryodana, ia turut serta mempermalukan Drupadi yang ditelanjangi oleh Dursasana.

Seharusnyalah apapun yang terjadi hendaknya diekspresikan dengan penuh cinta. Untuk alasan apapun jika Droupadi tidak ingin Karna untuk berpartisipasi dalam sayembara, dia bisa melakukan hal yang sama dalam kata-kata lembut tanpa mempermalukan Karna. Jika dia tidak dihina maka dia tidak akan pernah terdorong untuk balas dendam mempermalukan rupadi di pengadilan Duryodana.



"Dunia ini adalah seperti gunung;
gema Anda tergantung pada Anda.
Jika Anda berteriak hal-hal yang baik,
dunia akan mengembalikannya.
Jika Anda berteriak hal-hal buruk,
dunia akan mengembalikannya.
Bahkan jika seseorang mengatakan buruk tentang Anda,
berbicara dengan baik tentang dia.
Mengubah hati Anda untuk mengubah dunia".
-Shams Tabrizi




JANGANLAH MENGAMBIL KEPUTUSAN SAAT EMOSIONAL

Suatu ketika kita pasti akan mengalami keadaan emosional yang lazimnya bersifat negative. Jika pada saat itu juga harus mengambil suatu keputusan sebaiknya ditunda hingga emosi kita mereda. Keputusan yang diambil pada saat emosional seringkali tidak tepat dan akan merugikan diri sendiri maupun orang lain.

Pada saat Pandu yang merupakan ayah Pandawa berlibur dengan berburu di hutan, dia membunuh seorang bijak yang menyamar sebagai rusa. Ia dipenuhi dengan rasa bersalah dan penyesalan. Dalam napas bersalah dan penyesalan, ia memutuskan untuk mngundurkan diri sebagai raja dan menjadi pertapa di hutan. Keputusan ini menjadi awal mula permasalahan bagi Kerajaan Hastina karena Drestarasta yang merupakan saudara tuanya tidak punya kemampuan untuk menjalankan pemerintahan dengan efisien.


Jika saja Pandu tidak emosional dalam mengambil keputusan, tentu dia akan mempertimbangkan dan akan dapat menilai bahwa kakaknya mungkin tidak akan dapat menjalankan pemerintahan dengan baik. Untuk kebaikan rakyat dan kerajaannya, ia akan memilih untuk tinggal sebagai raja dan memilih beberapa cara lain sebagai hukuman bagi dirinya sendiri. Jika ini yang terjadi maka kisah Mahabharata mungkin akan berbeda ceritanya.

Jadi, pelajaran yang dapat kita ambil dalam kisah ini adalah pada saat kita emosional kita tidak boleh percaya pada diri sendiri karna kita tidak dapat melihat dengan jelas. Kita harus menghindari mengambil keputusan pada saat kondisi seperti ini, biarkan itu berlalu dan jika kita sudah normal kembali barulah kita menganalisa secara obyektif untuk mengambil keputusan.







PENJAHAT PERANG DALAM MAHABHARATA

Berikut ini adalah daftar Penjahat Perang dari Mahabharata :

1. Aswathama. Hukuman terbesar baginya adalah berkeliaran di bumi sampai akhir dengan penyakit dan tidak ada yang membantu. Kejahatannya adalah membunuh orang dalam tidur dan mencoba untuk membunuh bayi yang masih di kandungan ibunya.

2. Raja Drestarastra dan Ratu Gandhari. Keduanya sangat bijaksana, cerdas dan dalam posisi terbaik untuk menghentikan perang. Tapi kecintaan mereka terhadap anak menjadikannya gagal menjalankan peran sebagai raja dan ratu. Mereka gagal untuk mengambil langkah-langkah korektif untuk memastikan keadilan. Mereka gagal menghentikan Sangkuni yang terus mencuci otak anak-anak mereka. Sebagai hukuman mereka mendengarkan peristiwa menyakitkan dan tak berdaya berbuat sesuatu. Anak-anak mereka, kerabat dan lainnya yang dicintai satu persatu sekarat di medan pertempuran setiap hari.


3. Bhisma. Banyak orang yang merasa takkjub atas kepribadiannya, ia memiliki karakter luar biasa dalam Mahabharata. Tapi dia adalah orang kedua yang seharusnya bisa melakukan keadilan. Bahkan tidak ada orang yang bisa benar-benar menantang otoritasnya. Tapi dia menempatkan sumpahnya sebagai prioritas lebih tinggi dibanding keadilan. Sebagai hukuman dia beberapa hari terakhir di kurushetra tidur di tempat tidur anak panah menyakitkan dan mendengar kehancuran keluarga sendiri, orang yang dicintai meninggal satu persatu.

4. Duryodhana. Dialah yang paling terkenal sebagai penjahat. Dia tidak seburuk sebagaimana digambarkan. Ia percaya jalan spiritual. Dia prajurit yang berani. Dia orang paling baik untuk mereka yang menurutnya sebagai teman yang murni (seperti Karna, Sangkuni, saudara-saudaranya dll). Dia hanya mendengarkan mereka. Kejahatannya adalah dia tidak bisa mentolerir setiap hal yang baik tentang saudara mereka (Pandawa) bahkan ketika mereka tinggal jauh. Kebencian ini membawanya ke konspirasi rumah lak yang mudah terbakar dan rekayasa permainan dadu. Dia dihukum menyaksikan kehancuran anak-anak, saudara dan teman tercinta. Pada hari ke-18 dia ditinggalkan dengan kedua paha patah sendirian di malam hari di medan kurushetra tanpa ada yang membantu.

5. Sangkuni. Kasih sayangnya terhadap adiknya (Gandhari) sampai melegenda. Dia meninggalkan segalanya dan pergi ke Hastinapura untuk memastikan Gandhari tetap berkuasa dan anaknya mewarisi kekuasaan. Tujuan yang mulai namun dengan cara yang salah. Dia tidak hanya meracuni pemikiran Kurawa tetapi juga memandunya untuk melaksanakan segala kelicikan.

6. Karna. Putra tertua Pandawa yang sesungguhnya. Dia dikatakan paling baik atau orang yang paling mulia dan dipuji bahkan oleh Krishna sendiri. Tapi dia tetap setia kepada temannya dan meninggal dalam medan pertempuran. Nasib sangat kejam padanya dan ia dieksploitasi sepanjang hidupnya. Kesalahannya adalah dia lupa apa yang benar atau salah ketika itu berhubungan dengan temannya (Duryodhana). Dia bahkan gagal untuk menilai apa yang baik atau tepat untuk kebaikan temannya. Dalam persahabatan sejati tidak boleh ada rasa utang. Di depan Krishna ia pernah menyatakan bahwa Korawa tidak akan bertahan hidup, mereka akan mati dan Pandawa akan menjadi pemenang karena Krishna melindunginya. Tetapi saat kembali ke Duryodhana, dia memberikan harapan kepadanya bahwa ia dapat menjadi pemenang untuk melindungi citranya di depan teman tercinta. Dengan harapan dari Karna, maka Duryodana benar-benar mengabaikan nasihat dari Bhisma, Drona, Widura dan juga orang tuanya.

7. Dursashana. Hidupnya didedikasikan untuk untuk saudaranya (Duryudana). Dia tidak akan melihat apa yang benar dan apa yang salah. Dia hanya mematuhi perintah saudaranya tidak peduli apapun.

8. Dorna. Seorang guru yang seharusnya membimbing tetapi dia bersikap layaknya seorang budak.















Minggu, 04 Desember 2016

BENARKAH ARJUNA MEMBUNUH KARNA DENGAN CURANG?

Sebelum pertempuran di Kurusetra dimulai, para komandan telah menyepakati peraturan perang yang harus dijalankan kedua belah pihak.

Komandan Pandawa, Drestadyumna, telah menyatakan bahwa pihak mereka tidak akan memulai melanggar peraturan perang, tetapi jika Korawa memulai melanggar peraturan maka Pandawa tidak akan membiarkan diri mereka terpenjara oleh peraturan.

Salah satu aturan perang yang disepakati adalah seorang ksatria tidak boleh diserang jika keretanya tidak sempurna. Peraturan ini telah dilanggar pertama kali oleh kubu Kurawa. Pada hari ketiga belas, Karna telah terlibat persekongkolan beserta Dorna, Aswatama, Kripa, Sakuni dan para ksatria lainnya menyerang Abimanyu yang dalam keadaan keretanya tidak sempurna (rusak) hingga Abimanyu gugur. Ini adalah pelanggaran perang.

Pengeroyokan Abimanyu bukanlah satu-satunya pelanggaran oleh pihak Korawa. Pada hari keempat belas ketika Arjuna sedang berjuang untuk memenuhi sumpahnya membunuh Jayadrata sebelum matahari terbenam, kuda-kudanya mendapat kelelahan, dan butuh istirahat dan air. Sementara Krishna memutuskan untuk membawa kuda pergi, Arjuna harus turun kereta. Melihat Arjuna yang tidak berkereta (kereta tidak sempurna), pasukan Kurawa tidak berhenti menyerang dia. Sebaliknya, mereka menyerangnya dengan keganasan yang lebih besar, berharap untuk membunuhnya. Arjuna mempertahankan diri habis-habisan, dia tidak meminta lawan untuk berbelas kasih sesuai aturan perang.
Karna juga pernah melanggar aturan pada hari ketujuh. Ketika Karna mengirim senjata mistis tak terbendung di kepala Arjuna, Krishna dengan cepat mendorong kereta ke dalam tanah sehingga panah memukul mahkota Arjuna bukan kepalanya, hidup Arjuna diselamatkan, tapi keretanya terjebak di dalam tanah. Sementara Krishna melompat dari kereta untuk mengeluarkan kereta dari tanah, Arjuna dirugikan dengan kereta yang tidak bisa bergerak. Karna masih menyerangnya dan Arjuna tidak meminta untuk dikasihani, tapi berjuang kembali dan membela diri.

Jadi dalam konfrontasi terakhir, Karna mengingatkan Arjuna mengenai peraturan perang, hanyalah omong kosong. Ketika Karna mencoba mengambil moral yang tinggi, Krishna mengungkapkan daftar kecurangan Karna. Khrisna menegaskan bahwa Karna tidak memperhatikan moralitas berperang dan kini menuai balasannya.





Sabtu, 03 Desember 2016

PENGETAHUAN BERMANFAAT HANYA JIKA DIGUNAKAN DENGAN BIJAK

Sadewa adalah saudara termuda Pandawa, dia adalah putra Madrim. Tidak banyak dikisahkan perannya dalam serial-serial Mahabarata sehingga dia yang paling misterius.  Beberapa kisah menggambarkan bahwa Sadewa-lah putra Pandu yang paling tercerahkan. Dia memiliki kemampuan untuk melihat masa lalu, masa kini dan masa depan.

Krishna yang mengetahui Sadewa mendapat kemampuannya, berkata, "Anda tidak harus mengungkapkan apa yang Anda tahu,"

Sadewa menjawab, "Bagaimana jika seseorang bertanya padaku? Aku tidak bisa berbohong".

"Jika seseorang meminta Anda maka Anda mungkin memberitahu mereka. Tapi jangan pernah memberitahu mereka lebih dari yang mereka minta. Dan jangan pernah memberitahu siapa pun yang Anda tahu segalanya sehingga mereka dapat meminta Anda."

Jadi sepanjang hidupnya Sadewa tahu segalanya. Dia tahu tentang rekayasa api Duryodana yang menjebak Pandawa masuk didalamnya, ia tahu tentang intrik politik Duryodana dan Kurawa, ia tahu dadu yang dimuat dalam pertandingan judi, dia tahu apa yang akan terjadi terhadap Dropadi dalam arena perjudian, ia tahu tentang siapa yang akan mati dan bagaimana prosesnya dalam perang. Dia tahu bahwa Aswatama akan membunuh anak-anak Pandawa. Dia tahu semuanya, dia tahu hal-hal yang mengerikan yang akan terjadi, tetapi dia tidak memberitahu kepada saudara-saudaranya yang bahkan lebih dekat dari bayangannya sendiri. Tiada yang tahu kecuali Khrisna.

Karena hal inilah mungkin Sadewa dianggap orang yang paling tenang, paling sabar didunia, bahwa ia memiliki ketabahan untuk mengatasi dan tidak kehilangan kontrol dirinya.

Sadewa bisa menjawab setiap pertanyaan, ia memiliki kemampuan itu tapi ia terikat untuk tidak berbicara. Kadang-kadang yang terbaik adalah tidak berbicara, bahkan ketika kita tahu yang sebenarnya. Kadang-kadang bencana bertujuan untuk membersihkan bumi dan menghilangkan bebannya sekali lagi. Sadewa dan Khrisna memahami hal ini.

Kisah lainnya adalah sebelum pertandingan judi besar, suatu hari dia diperintahkan kakaknya, Raja Indraprasta, Yudhishtira untuk mengantarkan surat kepada Khrisna di Dwaraka.  Sepanjang perjalanan Indrapasta menuju Dwaraka terjadi hujan badai. Sadewa yang seorang pendekar sakti, menggunakan pedangnya untuk melindungi dirinya dari hujan dan tidak setetespun hujan mengenai tubuhnya.
Khrisna bertanya bagaimana Sadewa mampu menghindari hujan, dia menjawab, “Saya menggunakan pedang saya untuk menjaga diri dari hujan". Krishna berpikir jika Sadewa menggunakan pedangnya melawan Kurawa, maka Bhima atau Arjuna tidak dapat memenuhi sumpah mereka untuk membunuh musuh. Jadi Krishna meminta kepada Sadewa, "Anda tidak harus berjuang dalam perang dengan pedang". Setelah berpikir akhirnya Sadewa menyetujui permintaan Khrisna.



Kamis, 01 Desember 2016

DIALOG YUDHISTIRA DAN DEWA YAMA

Yama: Apa yang menyelamatkan matahari bersinar setiap hari?
Yudhishthira: Kuasa Tuhan.

Yama: Apa yang menyelamatkan manusia dalam bahaya?
Yudhishthira: Keberanian adalah keselamatan manusia dalam bahaya.

Yama: Dengan belajar ilmu apa manusia bisa menjadi bijaksana?
Yudhishthira: Manusia menjadi bijaksana tidak karena mempelajari sebuah bidang ilmu, tetapi manusia menjadi bijaksana karena ia mendapat hikmah..


Yama: Apa yang lebih mulia menjaga kehidupan dibanding bumi?
Yudhishthira: Ibu yang membawa anak-anaknya lebih mulia menjaga kehidupan daripada bumi.

Yama: Apa yang lebih tinggi dari langit?
Yudhishthira: Ayah.

Yama: Apa yang lebih cepat berlalu dari angin?
Yudhishthira: Pikiran.

Yama: Apa yang lebih rapuh dari jerami kering?
Yudhishthira: Hati yang dilanda kesedihan.

Yama: Apa yang yang menjadi teman petualang?
Yudhishthira: Belajar.

Yama: Siapakah teman yang tinggal di rumah?
Yudhishthira: Istri.

Yama: Siapa yang menyertai seseorang dalam kematian?
Yudhishthira: Dharma menyertai jiwa dalam perjalanan setelah kematian..

Yama: Apakah kapal yang terbesar?
Yudhishthira: Bumi, yang berisi semua dalam dirinya sendiri adalah kapal terbesar.

Yama: Apa kebahagiaan?
Yudhishthira: Kebahagiaan adalah hasil dari perilaku yang baik.

Yama: Apa yang menjadikan manusia menunda untuk menjadi dicintai oleh semua orang?
Yudhishthira: Kesombongan membuat seseorang tidak dapat dicintai oleh semua orang.

Yama: Sifat apa yang harus dibuang agar kita bisa bersukacita dan tidak mengeluh?
Yudhishthira: Marah, menyerah, kita tidak akan lagi tunduk pada kesedihan.

Yama: Apa itu, dengan menyedekahkannya, manusia menjadi kaya?
Yudhishthira: Hasrat, menyingkirkan itu, manusia menjadi kaya.

Yama: Apa yang membuat seseorang benar-benar menjadi brahmana, apakah kelahiran, perilaku baik atau dengan belajar? Jawablah dengan tegas..
Yudhishthira: Kelahiran dan belajar tidak membuat seseorang menjadi Brahmana, perilaku yang baik saja juga tidak bisa. Namun dengan belajar seseorang mungkin juga tidak akan menjadi Brahmana jika ia menjadi budak kebiasaan-kebiasaan buruk. Meskipun ia dapat dipelajari, namun seseorang yang memiliki kebiasaan buruk akan jatuh ke kelas yang lebih rendah.

Pada akhirnya Yama bertanya: Wahai raja, salah satu saudara Anda yang mati sekarang dapat dihidupkan kembali, siapa yang Anda pilih untuk dihidupkan kembali?.
Yudhistira berpikir sejenak dan kemudian menjawab: Semoga dia yang berkulit langsat, bermata teratai, dada bidang, berlengan panjang, terbaring seperti pohon eboni jatuh, Nakula dapat dihidupkan kembali.

Yama: "Mengapa Anda memilih Nakula, sedangkan Bhima yang memiliki kekuatan enam belas ribu gajah dan paling sayang kepada Anda… atau mengapa tidak Arjuna, yang memiliki kecakapan dan kemampuan untuk melindungi Anda? Katakan padaku mengapa Anda memilih Nakula bukan salah satu dari keduanya.

Yudhishthira: Dharma adalah satu-satunya perisai manusia, bukan Bhima atau Arjuna. Jika dharma hanya rekayasa maka manusia akan rusak. Kunti dan Madrim adalah kedua istri ayahku. Aku masih hidup, seorang putra Kunti sehingga dia tidak benar-benar berduka. Agar timbangan menjadi adil maka saya meminta agar Nakula anak Madrim ini yang dihidupkan kembali.

Yama senang dengan ketidakberpihakan Yudhistira lalu menyatakan bahwa semua saudara-saudaranya akan hidup kembali.


-Mahabharata

Yoga-Kundalini Upanishad Bab III

1. Melana-Mantra: Hrim, Bham, Sam, Pam, Pham, Sam, Ksham. Kelahiran teratai (Brahma) berkata: “O Shankara, (di antara) bulan baru (hari pert...