Minggu, 19 Maret 2017

KAU DAN AKU

Nikmati waktu selagi kita duduk di punjung,

Kau dan Aku;

Dalam dua bentuk dan dua wajah — dengan satu jiwa,

Kau dan Aku.

Warna-warni taman dan nyanyian burung memberi obat keabadian

Seketika kita menuju ke kebun buah-buahan,

Kau dan Aku.


Bintang-bintang Surga keluar memandang kita

Kita akan menunjukkan bulan pada mereka,

Kau dan Aku.

Kau dan Aku, dengan tiada ‘Kau’ atau ‘Aku’,

akan menjadi satu melalui rasa kita;
Bahagia, aman dari omong-kosong,

Kau dan Aku.

Burung nuri yang ceria dari surga akan iri pada kita

Ketika kita akan tertawa sedemikian rupa

Kau dan Aku.

Ini aneh, bahwa Kau dan Aku, disudut sini …

Keduanya dalam satu nafas di Iraq, dan di Khurasan –

Kau dan Aku.




-Rumi

MENYATU DALAM CINTA

Berpisah dari Layla, Majnun jatuh sakit. Badan semakin lemah, sementara suhu badan semakin tinggi. Para tabib menyarankan bedah, “Sebagian darah dia harus dikeluarkan, sehinggu suhu badan menurun.”Majnun menolak, “Jangan, jangan melakukan bedah terhadap saya.”Para tabib pun bingung, “Kamu takut? padahal selama ini kamu masuk-keluar hutan seorang diri. Tidak takut menjadi mangsa macan, tuyul atau binatang buas lainnya. Lalu kenapa takut sama pisau bedah?”“Tidak, bukan pisau bedah itu yang kutakuti,” jawab Majnun.“Lalu, apa yang kau takuti?”“Jangan-jangan pisau bedah itu menyakiti Layla.”“Menyakiti Layla? Mana bisa? Yang dibedah badanmu.”“Justru itu. Layla berada di dalam setiap bagian tubuhku. Mereka yang berjiwa cerah tak akan melihat perbedaan antara aku dan Layla”.

-Rumi

AKU ADALAH KEHIDUPAN KEKASIHKU

Apa yang dapat aku lakukan, wahai umat Muslim?

Aku tidak mengetahui diriku sendiri.

Aku bukan Kristen, bukan Yahudi,

bukan Majusi, bukan Islam.

Bukan dari Timur, maupun Barat.

Bukan dari darat, maupun laut.

Bukan dari Sumber Alam,


Bukan dari surga yang berputar,

Bukan dari bumi, air, udara, maupun api;

Bukan dari singgasana, penjara, eksistensi, maupun makhluk;

Bukan dari India, Cina, Bulgaria, Saqseen;

Bukan dari kerajaan Iraq, maupun Khurasan;

Bukan dari dunia kini atau akan datang:

surga atau neraka;

Bukan dari Adam, Hawa,

taman Surgawi atau Firdaus;

Tempatku tidak bertempat,

jejakku tidak berjejak.

Baik raga maupun jiwaku: semuanya

adalah kehidupan Kekasihku.




-Rumi

KEMBALI PADA TUHAN

Jika engkau belum mempunyai ilmu, hanyalah prasangka,

maka milikilah prasangka yang baik tentang Tuhan.

Begitulah caranya!

Jika engkau hanya mampu merangkak,

maka merangkaklah kepadaNya!


Jika engkau belum mampu berdoa dengan khusyuk,

maka tetaplah persembahkan doamu

yang kering, munafik dan tanpa keyakinan;

kerana Tuhan, dengan rahmatNya

akan tetap menerima mata uang palsumu!
Jika engkau masih mempunyai

seratus keraguan mengenai Tuhan,

maka kurangilah menjadi sembilan puluh sembilan saja.

Begitulah caranya!

Wahai pejalan!

Biarpun telah seratus kali engkau ingkar janji,

ayuhlah datang, dan datanglah lagi!

Kerana Tuhan telah berfirman:

“Ketika engkau melambung ke angkasa

ataupun terpuruk ke dalam jurang,

ingatlah kepadaKu, kerana Akulah jalan itu”.




-Rumi

MATI SEBELUM MATI

Kau sudah banyak menderita

Tetapi kau masih terbalut tirai’

Karena kematian adalah pokok segala

Dan kau belum memenuhinya

Deritamu takkan habis sebelum kau ‘Mati’


Kau tak kan meraih atap tanpa menyelesaikan anak tangga

Ketika dua dari seratus anak tangga hilang

Kau terlarang menginjak atap

Bila tali kehilangan satu elo dari seratus

Kau takkan mampu memasukkan air sumur kedalam timba


Hai Amir, kau takkan dapat menghancurkan perahu

Sebelum kau letakan “tujuan” terakhir..

Perahu yang sudah hancur berpuing-puing

Akan menjadi matahari di Lazuardi

Karena kau belum ‘Mati’,

Maka deritamu berkepanjangan

Hai Lilin dari Tiraz, padamkan dirimu diwaktu fajar

Ketahuilah mentari dunia akan tersembunyi

Sebelum gemintang bersembunyi

Arahkan tombakmu pada dirimu

Lalu ‘Hancurkan’lah dirimu

Karena mata jasadmu seperti kapas ditelingamu..

Wahai mereka yang memiliki ketulusan…

Jika ingin terbuka ‘tirai’

Pilihlah ‘Kematian’ dan sobekkan ‘tirai’

Bukanlah karena ‘Kematian’ itu kau akan masuk ke kuburan

Akan tetapi karena ‘Kematian’ adalah Perubahan

Untuk masuk ke dalam Cahaya…

Ketika manusia menjadi dewasa, matilah masa kecilnya

Ketika menjadi Rumi, lepaslah celupan Habsyi-nya

Ketika tanah menjadi emas, tak tersisa lagi tembikar

Ketika derita menjadi bahagia, tak tersisa lagi duri nestapa…




-Rumi

Sabtu, 18 Maret 2017

MELUNAK UNTUK MENGETAHUI, MELENTUR UNTUK MEMAHAMI

Melunakkan untuk mengetahui. Bersikaplah lentur untuk memahami. Kosongkanlah untuk mengisi. Idealisme hanya menciptakan kebingungan. Semakin besar kepastiannya, semakin kurang pemahamannya.

Kalau mereka yang menyangka tahu dikuasai oleh desakan untuk mengajar,mereka pecahkan kepenuhan dengan keheningan, membatasi yang tak berbentuk dengan bentuk, dan memulai pengerasan yang membutuhkan waktu lama untuk melunakkannya. Tersesat dalam benar dan salah, ya dan tidak, ideal dan pragmatis, maka “Jalan” akan terlewatkan.pikiran yang terbagi melawan dirinya sendiri, mereka yang pikirannya terbagi akan bertengkar satu sama lain.

Dengan melunak, orang bijak menjadi satu dengan semuanya, dengan mengalir keluar ada yang masuk,dengan mengosongkan ada pengisian, dengan kehilangan ada penemuan.

Tanpa kesombongan, kehormatan datang dengan bebas. Tanpa pamer, kehormatan diberikan. Tanpa sesumbar, kemampuan diakui. Tanpa pergumulan, “Jalan” terasa mudah. Janganlah bertengkar agar tak ada yang balas bertengkar. Janganlah bersaing agar tak ada persaingan.

Milikilah kelunakan didunia ini agar segalanya menjadi diri sendiri. Bersikap lembutlah terhadap semua orang agar tidak menghambat gerak pertumbuhan mereka untuk menjadi diri sendiri.

Kalau orang bijak bersikap luwes terhadap segalanya, segalanya bersikap luwes terhadapnya. Demikianlah, ada kecocokan serta keutuhan yang lebih mendalam.



-Tao Teh Ching, Prinsip Ajaran & Aplikasi Kehidupan

KEDAMAIAN JIWA DAN KEHARMONISAN JASMANI

Dimana yang berbakat ditinggikan, timbullah persaingan. Dimana ada godaan, hati menjadi tidak tenang. Bila semua orang diisi dengan hasrat, maka akan timbul masalah.

Demikianlah orang bijak memberi inspirasi, sehingga semua orang tenang. Pemikiran serta ambisi diarahkan kedalam untuk pertumbuhan, bukan keluar untuk konflik. Pikiran-pikiran terbuka. Karakter dikuatkan. Ketergantungan kepada diri sendiri ditemukan. Dengan cara ini, pengetahuan serta hasrat tidak mencampuri yang lain. Kekuatan jiwa menggantikan pamer jasmani.

Persaingan dan kerjasama adalah berlawanan, masing-masing diciptakan oleh yang lain. Dari persaingan timbul pertikaian, dari kerjasama timbul ketergantungan. Orang bijak tidak mendorong kedua-duanya.

Diantara segalanya yang berlawanan ada sesuatu kekuasaan jiwa yang penuh kebajikan. Ini terjadi kalau tak ada sesuatu yang luar biasa terjadi, kalau orang tidak licik, kalau yang intelejen tidak licik, kalau yang kurang beruntung tidak ditelantarkan. Ada kedamaian jiwa dan keharmonisan kehidupan.

Kalau ada kedamaian jiwa, yang biasa menjadi mendalam. Kalau ada keharmonisan lahiriah, segalanya tampak biasa dan menjadi suatu kewajaran.

-Tao Teh Ching, Prinsip Ajaran & Aplikasi Kehidupan



Selasa, 14 Maret 2017

KELELAHAN EGO

Hari itu adalah hari ketujuh belas pertarungan besar di medan Kurukshetra. Sebuah peristiwa berdarah yang telah menguras energi dan emosi pihak yang terlibat. Meski para jagoan Korawa telah jatuh, termasuk Bisma pada hari kesepuluh dan Drona pada hari kelima belas, Karna masih tegak berdiri.

Karna sekarang adalah komandan tentara Korawa dan kesaktiannya tak terbendung. Tentara Pandawa berhamburan seperti kapas tertiup angin kencang. Karena kondisi yang menbayakan, maka Yudhistira diamankan ke kamp dimana ia menunggu berita kematian Karna ini. Yudhistira sangat yakin Arjuna akan melaksanakan sumpahnya untuk membunuh Karna, apalagi dengan kusir kereta Khrisna sendiri, bagaimana mungkin dia akan gagal?


Sementara Arjuna yang tengah berada dalam pertempuran merasa cemas karena tidak melihat Yudhistira dalam pertempuran. Arjuna meminta Khrisna untuk mencari Yudhistira di kamp.

Ketika Yudhistira melihat Krishna dan Arjuna masuk tendanya, ia berpikir bahwa "anak adirata telah tewas dalam pertempuran," dan berseru, "Dengan membunuh Karna dalam pertempuran, kau telah membawa mengakhiri pertempuran ini."

"Aku telah mencemaskan dia selama tiga belas tahun. Aku tidak bisa tidur di malam hari. Aku tidak bisa bahagia sepanjang hari. ... Ketika aku terjaga dari tidur, Karna selalu didepan mata. Lebih dari Bisma atau Drona, Karna seperti duri bagi Pandawa. Ceritakan padaku bagaimana kau membunuhnya”.
Arjuna mengatakan bahwa ia datang untuk mengundang Yudhistira menyaksikan kematian Karna di tangannya. “Jika engkau ingin melihatnya, akan ada pertempuran sengit saat antara aku dan Karna".

Yudhistira sangat kecewa mendengar perkataan Arjuna. Dia sangat marah Karena Arjuna meninggalkan arena pertempuran sebelum berhasil mengalahkan Karna.

Kekecewaan Yudhishithira ini telah membuatnya mencerca Arjuna, kemarahan dan frustrasi hingga menyebut Arjuna "tidak berguna", menuduhnya menyayangi Duryudana, menjadi takut Karna, dan berakhir dengan ungkapan "ini akan lebih baik jika engkau belum lahir dari dalam rahim Pritha".

Tidak ada prajurit yang mampu menahan rentetan penghinaan, begitu juga Arjuna. Dia marah menggenggam pedang, siap untuk membunuh Yudhistira….

Mengapa Arjuna, sosok paling ideal dari Pandawa, yang baru dua minggu lalu menerima kebijaksanaan abadi Gita dari Krishna, kehilangan kontrol? Bagaimana dua bersaudara ini, lambang cinta bakti, saling melakukan pelanggaran berat?

Mungkin ini yang disebut ego depletion (kelelahan ego), kita lebih cenderung kehilangan kendali saat lelah dan letih.

“Kelelahan ego adalah keadaan yang terjadi karena melemahnya willpower sehingga menyebabkan menurunnya kontrol diri dan kegagalan melakukan regulasi diri pada individu, sehingga diperlukan upaya untuk mengisi kembali energy psikis supaya perilaku individu dapat kembali efektif”. (Baumeister, Vohs, & Tice, 2007)



Yoga-Kundalini Upanishad Bab III

1. Melana-Mantra: Hrim, Bham, Sam, Pam, Pham, Sam, Ksham. Kelahiran teratai (Brahma) berkata: “O Shankara, (di antara) bulan baru (hari pert...