Senin, 10 Juni 2019

MANIS ADALAH KEKASIH, BETAPA MANISNYA KEKASIH

Syeh Ibrahim merupakan seorang Darwisy yang amat berkuasa. Ketika melihatnya, kita seperti diingatkan pada teman-teman kita. Maulana Syamsuddin selalu mengingatnya sebagai seorang yang amat menyenangkan. Dia biasa memanggilnya dengan sebutan “Syeh Brahim Kami”. Panggilan itu mengeratkan hubungan dengannya.

Kebaikan Ilahi adalah satu hal, usaha keras diri sendiri adalah hal lain. Para nabi tidak meraih jenjang kenabian melalui usaha pribadi. Mereka memperroleh pemberian melalui kebaikan Ilahi, tetapi siapapun yang telah mencapai jenjang itu, tentu mereka telah menjalani kehidupan dengan perjuangan yang keras dan kejujuran. Inipun berlaku untuk orang biasa, hingga mereka dapat menyandarkan pada para Nabi dan apa yang mereka katakan. Orang biasa tidak dapat melihat bagian dalam, mereka hanya mampu melihat bagian luar. Dengan mengikuti bagian luar, mereka akan menemukan jalan menuju bagian dalam.

Fir’aun juga membuat usaha keras mengagumkan agar jadi orang baik dan membagikan hal yang baik tetapi karena tidak memilki kebaikan Ilahi, ketaatan, usaha diri dan kebaikan, berkurang kemegahannya dan akhirnya tertutupi awan diatasnya.

Seorang komandan selalu memberikan manfaat dan berbuat baik kepada orang-orang di benteng, padahal dia merencanakan untuk memberontak kepada sang raja. Tetapi kebaikan seperti itu, tentu tidak memiliki arti ataupun kemegahan.

Bahkan apabila seseorang tidak mengingkari adanya Kebaikan Ilahi kepada Fir’aun karena barangkali Tuhan menahannya dalam kebaikan tersembunyi, dari sisi luar. Dia tentu akan menolaknya demi sejumlah maksud baik karena seorang raja akan memerintahkan baik kekerasan atau belas-kasihan, ia memiliki penghargaan, juga penjara. “Orang-orang spiritual” tidak menolak Kebaikan Ilahi pada Fir’aun, tetapi orang-orang material menganggap bahwa dia benar-benar tertolak. Mereka layak untuk memelihara makna tekstual.

Ketika raja menghukum seseorang di tiang gantungan, raja akan menggantungnya tinggi-tinggi didepan umum, meskipun sebenarnya dia bisa digantung dengan tiang yang rendah di kamar tersembunyi yang jauh dari orang-orang. Meski demikian, sudah menjadi keniscayaan bagi orang lain untuk melihat dan menjadikan si terhukum sebagai contoh, karena hal itulah maka perintah dan aturan raja dibawa kedepan umum. Tidak semua tiang gantungan terbuat dari kayu, posisi resmi, status sosial yang terhormat dan keberhasilan duniawi adalah juga tiang gantungan yang sangat tinggi. Ketika Tuhan menginginkan untuk menangkap seseorang. Dia memberinya kedudukan agung atau kerajaan besar di dunia, seperti misalnya Fir’aun, Namrud dan yang menyerupainya. Semua itu bagaikan tiang gantungan yang ditempatkan Tuhan hingga seluruh manusia semestinya bisa menyadarinya. Tuhan berkata, “Aku adalah harta yang tersembunyi. Dan aku ingin diketahui”. Yakni Aku menciptakan seluruh dunia dan semua akhirnya adalah sebagai pengejawantahan-Ku, kadang-kadang melalui kebaikan, kadang-kadang kutukan. Dia bukanlah raja yang kerajaan-Nya dapat diketahui melalui satu hal. Apabila seluruh atom alam semesta menyatakan Dia dan mengejawantahkan-Nya, mereka akan jatuh bertaburan. Demikianlah, seluruh ciptaan, siang dan malam, membuat pengejawantahan Tuhan. Sebagian dari mereka mengetahui yang dilakukannya dan menyadari pengejawantahannya. Sementara yang lain tidak sadar. Bagaimanapun mereka jadinya, pengejawantahan Tuhan bisa diketahui. Seperti seorang pangeran yang memerintah seseorang untuk dihukum karena perbuatan buruknya. Orang yang dihukum akan berteriak dan menjerit, tetapi setiap orang tahu bahwa baik pemukul dan yang dipukul, keduanya tunduk pada perintah pangeran. Dengan kedua media itu, perintah pangeran “terejawantahkan”.

Manusia menyadari dan menerima keberadaan Tuhan, selalu mengejawantahkan Tuhan, tetapi manusia yang menolak keberadaan Tuhan juga merupakan seorang pengejawantahan karena penerimaan tidak dapat dibayangkan akan ada tanpa adanya penolakan. Kejahatan tanpa adanya kebaikan akan terlihat janggal, begitu juga sebaliknya. Sebagai contoh, ketika pendebat membuat pernyataan dalam suatu pertemuan, apabila tidak ada seorangpun yang membantah, bagaimana dia dapat membuktikan pernyataannya? Kesenangan apa yang diperoleh dari pendapatnya? Bukti penguatan hanya akan menyenangkan bila dihadapkan dengan penolakan. Dunia ini adalah kumpulan pengejawantahan Tuhan, jika tak ada penerima dan penolak, pertemuan ini akan bodoh, karena keduanya adalah pengejawantahan Tuhan.

Sekelompok sahabat pergi ke Ir-i-Akdhisan. Dia jadi marah pada mereka dan bertanya, “Apa yang kalian inginkan disini?”

“Kami tidak berkumpul sebanyak ini untuk menyalahkan seseorang,” kata mereka, “namun agar dapat saling mendampingi dalam ketabahan dan kesabaran”.

Ketika orang berkumpul untuk suatu pemakaman, hal tersebut bukanlah dimaksudkan untuk menentang kematian, namun untuk menghibur kesedihan karena kehilangan dan melenyapkan penderitaan dari pikirannya. “Orang beriman laksana satu jiwa”. Darwisy bertindak seperti satu tubuh. Apabila satu anggota tubuh menderita sakit, seluruh bagian akan menderita juga. Mata mereka berhenti melihat, telinga berhenti mendengar dan lidah berhenti berbicara. Seluruh perhatian dicurahkan pada satu bagian yang sakit. Aturan persahabatn ialah bahwa orang mesti mengorbankan diri untuk temannya, orang mesti melemparkan dirinya kedalam penggorengan atas nama sahabatnya karena semuanya menghadapi hal yang sama, semuanya tenggelam didalam lautan yang sama. Ini merupakan efek dari iman dan aturan islam. Apakah beban yang ditanggung tubuh dibandingkan beban yang ditanggung jiwa? Itu tidak akan membahayakan kami, karena kami akan kembali kepada Tuhan kami (QS. 26:50).

Ketika orang beriman telah mengobankan dirinya kepada Tuhan, kenapa dia mesti memperhatikan adanya bencana dan bahaya atau tubuhnya sendiri? Ketika dia pergi menuju Tuhan, untuk apalagi kaki dan tangan? Tuhan memberimu tangan dan kaki untuk dipergunakan berangkat dari Dia didalam arah ini. Ketika engkau kembali kepada Pencipta tangan dan kaki, apabila engkau kehilangan mereka dan jadi seperti penyihir Fir’aun, apalagi yang bisa menyebabkan duka?”

Orang dapat menghisap racun dari tangan.

Dari payudara perak seorang kekasih.

Rasa pahit kata-katanya.

Dapat ditelan manis bagaikan gula.

Manis asalah kekasih. Betapa manisnya kekasih!

Dimana ada rasa manis.

Kepahitan duka dapat ditahan.

Dan Tuhan mengetahui yang terbaik!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Yoga-Kundalini Upanishad Bab III

1. Melana-Mantra: Hrim, Bham, Sam, Pam, Pham, Sam, Ksham. Kelahiran teratai (Brahma) berkata: “O Shankara, (di antara) bulan baru (hari pert...