Selasa, 01 September 2020

NAMAMU ADALAH MANTRAMU

Buddha menekankan pada meditasi. Dia berkata, “Tidak perlu hal lain; Ketahuilah bahwa engkau sendirian. ” Setidaknya itulah yang pasti, yaitu dirimu. Dasarkanlah hidupmu pada sesuatu yang benar-benar pasti... bagaimana engkau bisa mendasarkan hidupmu kepada sesuatu yang tidak benar-benar pasti, diragukan, yang hanya ada sebagai keyakinan dan bukan sebagai pemahaman? Apa yang pasti dalam hidup? Hanya satu hal yang pasti, yaitu dirimu. Segala sesuatu yang lain bisa diragukan.

Aku di sini berbicara denganmu; engkau mungkin tidak ada di sini, semua ini mungkin hanya mimpi. Engkau di sini mendengarkan Aku; Aku mungkin tidak berada di sini, semua ini mungkin hanya mimpi... karena sering kali, dalam mimpipun engkau mendengarkan Aku, dan ketika mimpi itu terjadi, mimpi itu tampak nyata. Bagaimana engkau bisa membedakan apakah ini mimpi atau bukan? Bagaimana engkau bisa membedakan antara yang nyata dan yang mimpi. Engkau tidak bisa. Tentang sesuatu yang lain engkau tidak pernah bisa yakin; tidak ada cara untuk memastikan tentang sesuatu yang lain. Hanya dirimu yang dapat kau yakini; satu-satunya kepastian yang ada adalah dirimu. Mengapa? Karena untuk meragukan dirimu sendiri, engkau harus ada.

Bapak Filsafat Barat, Descartes, memulai dengan keraguan; dia meragukan segalanya, karena dia sedang mencari sesuatu yang tidak dapat diragukan. Hanya itulah hal terbaik yang dapat dilakukan dalam kehidupan nyata -yaitu menemukan hal yang bisa diragukan. Semua hal yang dipercaya tidak bisa menjadi pondasi yang sesungguhnya. Pondasi ini mudah tenggelam dan engkau seperti sedang membangun rumah di atas pasir. Jadi Descartes meragukan segalanya. Tuhan dapat diragukan dengan mudah, dunia juga dapat diragukan, mungkin hanya mimpi, yang lain juga... Descartes meragukan segalanya. Kemudian tiba-tiba dia menjadi sadar bahwa dia tidak dapat meragukan dirinya sendiri, karena itu tidak mungkin. Jika engkau mengatakan bahwa engkau meragukan dirimu sendiri, berarti engkau harus yakin bahwa engkau ada agar engkau bisa meragukannya. Engkau dapat mengatakan bahwa engkau mungkin tertipu tentang dirimu sendiri, tetapi ada seseorang yang harus ada untuk ditipu. Diri tidak dapat diragukan.

Mahavira meragukan Tuhan; ia hanya percaya pada dirinya sendiri, karena itulah satu-satunya kepastian. Engkau bisa tumbuh dari kepastian, engkau tidak bisa tumbuh dari ketidakpastian. Kalau ada kepastian ada keyakinan; kalau ada ketidakpastian mungkin ada keyakinan, tetapi keyakinan itu selalu menyembunyikan keraguan.

Banyak orang religius datang kepadaku. Mereka percaya pada Tuhan, tetapi kepercayaan mereka hanya setipis kulit. Goyang mereka sedikit, dorong mereka sedikit, guncang sedikit -mereka menjadi ragu dan mereka takut. Jenis religius apa yang mungkin ada jika engkau sangat ragu? Dibutuhkan sesuatu yang tak dapat diragukan.

Mahavira dan Buddha sama-sama menekankan meditasi. Mereka mengabaikan doa; mereka berkata: Bagaimana engkau bisa berdoa? Engkau tidak tahu yang ilahi, jadi engkau tidak bisa benar-benar percaya. Engkau bisa memaksakan keyakinan, tetapi keyakinan yang dipaksakan adalah keyakinan yang salah. Engkau dapat berdebat dan meyakinkan dirimu sendiri tetapi itu tidak akan membantu, karena argumenmu, keyakinanmu, selalu menjadi milikmu; dan pikiran terus bergerak. Jadi Buddha dan Mahavira sama-sama menekankan meditasi.

Meditasi adalah teknik yang sama sekali berbeda. Tidak perlu percaya, tidak perlu berpindah keyakinan. Engkau sendirian. Tetapi engkau harus membangunkan dirimu: itulah yang dilakukan para bhikkhu. Dia tidak memanggil Ram, dia tidak memanggil nama Tuhan, dia memanggil namanya sendiri, hanya dirinya sendiri, karena yang lain tidak ada yang pasti. Dia memanggil namanya, "Apakah kamu di situ?" Dan dia tidak menunggu Tuhan menjawab. Dia sendiri yang menjawab, "Ya, aku di sini."

Ini adalah sikap seorang Buddhis, bahwa engkau sendirian. Jika engkau tertidur, engkau harus memanggil dirimu sendiri, engkau juga yang harus menjawabnya. Ini adalah sebuah monolog. Jangan menunggu Tuhan menjawabmu; tidak ada yang akan menjawabmu. Pertanyaanmu akan hilang di langit yang kosong, doa-doamu tidak akan didengar - tidak ada orang lain yang mendengarkannya. Jadi bhikkhu itu tampaknya bodoh, tetapi sungguh, semua yang berdoa mungkin lebih bodoh dari bhikkhu itu. Bhikkhu itu melakukan hal yang lebih pasti, memanggil dirinya sendiri dan menjawab dirinya sendiri.

Engkau bisa membuat dirimu waspada. Kuberitahu, namamu adalah mantramu. Jangan panggil Ram, jangan panggil Tuhan, panggil namamu sendiri. Berkali-kali dalam sehari, kapan pun engkau merasa mengantuk, kapan pun engkau merasa bahwa permainan pikiran sedang mengambil alih dan engkau kehilangan dirimu di dalam permainan itu, panggil dirimu: “Apakah engkau di situ? ” -dan jawablah sendiri. Jangan menunggu jawaban siapa pun; tidak ada yang akan menjawabmu. Jawablah: "Ya, aku di sini." Dan jangan asal menjawab, rasakan jawabannya: “Aku di sini." Dan hadirlah di sana, waspada. Dalam kewaspadaan itu pikiran berhenti, dalam kewaspadaan itu pikiran menghilang, bahkan untuk sesaat. Dan ketika tidak ada pikiran, ada meditasi; ketika pikiran telah berhenti, meditasi telah muncul.

Ingat, meditasi bukanlah sesuatu yang dilakukan oleh pikiran, itu adalah ketiadaan pikiran. Ketika pikiran berhenti, meditasi terjadi. Meditasi bukan sesuatu yang keluar dari pikiran, meditasi adalah sesuatu di luar pikiran. Dan setiap kali engkau waspada, pikiran tidak ada. Jadi kita dapat menyimpulkan bahwa kantukmu adalah pikiranmu, ketidaksadaranmu adalah pikiranmu, mimpi-mimpimu adalah pikiranmu. Engkau bergerak seolah mabuk, tidak tahu siapa dirimu, tidak tahu ke mana engkau pergi, tidak tahu mengapa engkau pergi. -OSHO

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Yoga-Kundalini Upanishad Bab III

1. Melana-Mantra: Hrim, Bham, Sam, Pam, Pham, Sam, Ksham. Kelahiran teratai (Brahma) berkata: “O Shankara, (di antara) bulan baru (hari pert...