Sabtu, 10 Agustus 2019

SEMAKIN DIPIKIR SEMAKIN TIDAK BISA KETEMU

Burung Derkuku barulah bisa menerima sedikit penjelasan burung Perkutut, sehingga kemudian berhenti dalam memikirkannya, karena telah mengerti bahwa perkara Rasa jika dipikir, semakin dipikir, semakin tidak bisa ketemu.

Kemudian Burung Perkutut berkata kepada Burung Derkuku: Pertanyaanmu yang ketiga, agar manusia bisa terang budinya dan hilang asapnya, menurut pendapatku, begini :


PERTAMA: Selalu mengendalikan jangan sampai rahsa itu menyebar atau terlalu besar nyalanya. Artinya, jika sedang senang jangan keterlaluan, jika sedang susahpun jangan berlebihan. Jika menyukai sesuatu perkara janganlah berlebihan, dan jika membenci sesuatu juga janganlah berlebihan. Demikian juga jika menyesal, tergiur, menginginkan, terperanjat, takut, khawatir, kecewa, sangat ingin, merana dan sebagainya, semua yang bernama getaran rahsa, harus diusahakan jangan sampai berlebihan.

Jika sudah terbiasa bersikap yang demikian, kemudian kurangilah nyalanya, yaitu jika senang, susah, cinta, benci dan sebagainya, hanyalah sekedarnya saja, lebih baiknya setengahnya saja. Jika telah bisa dan banyak padamnya, pastilah budi menjadi terang, oleh karena tidak tertutup asap dan warna. Untuk bisa melakukan hal itu dengan dua cara : 1. Perbuatan, 2. Pengabdian, singkatnya, manusia itu janganlah bosan berupaya dalam perbuatan, dan berguru cara sikap mengabdi kepada Tuhan.

KEDUA: Tekun serta terus menerus mencari pedoman hidup, jika telah mendapat pegangan, patuhilah. Segala yang dilakukan jangan sampai menyimpang petunjuk Budi, maksudnya: Jangan menyimpang dari kebenaran, dan jangan bandel, harus dipertimbangkan dengan kebeningan budi. Sedangkan beningnya budi bisa ditemukan ketika rahsa sedang tenang, angan-angan sedang tenang. Jika rahsa banyak tenangnya, serta angan-angan telah diam, maka budi akan menjadi bening.

KETIGA: mengabdi kepada yang memberi hidup, itu harus dengan cara berguru kepada manusia yang telah yakin terhadap rasanya ilmu (jangan hanya karena pinter, banyak bicara, atau orang ahli). Ketahuilah saudaraku, bahwa pedoman tatanan menyembah yang dijalankan setiap hari, itu tidak boleh kau pikir sendiri, harus kau gurukan. Ibadah yang tidak pernah terputus itu jadi penggosok jiwa, agar semakin lama semakin hilang kotorannya, yaitu: Yang saya umpamakan memoles lembaran besi. 1) Semakin hilang kotorannya semakin mengkilat. Kekuatan pengabdian menyatukan angan-angan serta mengumpulkan rahsa kembali kepada: RASA. Manusia yang ikhlas beribadah tentulah semakin lama semakin jernih, dikarenakan semakin tenang angan-angannya, semakin menyatu rasa-nya.

KEEMPAT: Ketika diwaktu sepi, seperti waktu tengah malam, atau bangun pagi, menjalankan penyatuan, menjernihkan angan-angan, serta memadamkan semua nafsu, dengan jalan mengendalikan (agar berhenti dengan sendirinya), menyatukan jalannya pernapasan dengan sabar, itu yang bernama Samadi. Tujuan samadi tidak lain mencegat jalannya angan-angan (pikir), rahsa dan juga nafsu, usahakanlah untuk dikumpulkan menjadi satu di Budi dan Rasa, tariklah dalam tekad, ikatlah di pernapasan. Jika budi sudah tidak terhalang oleh getaran angan-angan, serta rasa telah menguasai getaran rahsa, hanya tinggal terangnya budi yang akrab dengan rasa, itu yang disebut PRAMANA. Artinya: Terbukti paham pada kehalusan.

Keadaan manusia yang sudah demikian dianggap sebagai cermin yang jernih, milik dari Yang Nyata Adanya. Bayangannya tersebar di alam. Agar bisa demikian, jika tiap hari rasa telah banyak padamnya, angan-angan banyak diamnya, dan juga mencintai kepada Yang Memberi Hidup, dari lahirnya sampai dengan kedalaman batin. Jika diwaktu siang, terlalu banyak gangguan dan menyebar, sedangkan pada malam hari untuk menjalankan samadi, pastilah gelap, dan mudah goyah, atau ketiduran.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Yoga-Kundalini Upanishad Bab III

1. Melana-Mantra: Hrim, Bham, Sam, Pam, Pham, Sam, Ksham. Kelahiran teratai (Brahma) berkata: “O Shankara, (di antara) bulan baru (hari pert...