“Kau tak akan menemukan apa-apa hingga kau mencarinya kecuali kekasih yang tercinta, yang tak akan engkau cari hingga kau temukan”. Bagi manusia, mencari berarti menelusuri sesuatu yang belum ia temukan, ia mencarinya siang dan malam. Adalah suatu hal yang aneh bagi manusia yang telah menemukan sesuatu atau telah mencapainya, kemudian dia melakukan pencarian. Sebab pencarian hanyalah untuk hal baru yang belum pernah ditemukan. Pencarian ini, yakni perbuatan mencari apa yang telah ditemukan, adalah pencarian Tuhan karena Tuhan telah “menemukan” segala sesuatu. Segala sesuatu telah berada dalam ke-Mahakuasaan-Nya. Yang Maha Esa dan Mahamulia berfirman, “JADI” dan segala sesuatu menjadi demikian (QS. 6 : 73). Dia adalah Penemu karena Dia telah menemukan segala sesuatu, meski demikian, Dia adalah Pencari karena dia diketahui sebagai “Pencari, yang Menguasai”. Ini bagaikan mengatakan, “Ah, manusia, sejauh engkau berada didalam pencarian ini, yang sementara dan bersifat manusiawi, engkau berada jauh dari tujuanmu. Apabila pencarianmu sendiri melalui pencarian Tuhan, apabila pencari Tuhan menguasai pencarianmu maka engkau akan jadi pencari melalui pencarian Tuhan.
Seseorang berkata, “terhadap orang-orang suci Tuhan atau orang-orang yang telah mencapai penyatuan dengan Tuhan, kami tidak memiliki bukti-bukti kategoris, tidak dengan kata, perbuatan, keajaiban atau hal lain apapun. Kata-kata barangkali telah dipelajari dan perbuatan serta keajaiban juga dilakukan oleh pendeta yang dapat membaca pikiran bawah sadar dan yang telah mempertunjukkan banyak hal keajaiban melalui sihir”. Dan dia menyebut satu demi satu.
“Engkau percaya kepada seseorang atau tidak?”
“Ya, demi Tuhan. Aku percaya dan mencintai seseorang”.
“Apakah kepercayaanmu kepada seseorang berdasarkan pada nalar dan kesimpulan atau engkau sekedar menutupi matamu dan mempercayainya?”
“Kepercayaanku tentunya tidak tanpa nalar!”
“Lantas kenapa engkau mengatakan bahwa tidak ada nalar dalam iman? Engkau mengatakan sesuatu yang bertentangan”.
Seseorang berkata, “Setiap orang suci dan mistik agung mengaku tidak ada orang lain yang menikmati kedekatan dan kebaikan yang dinikmatinya dengan Tuhan”.
“Siapa mengatakan perkataan ini? Apakah orang suci yang mengatakannya atau orang lain selain orang suci? Apabila orang suci yang mengatakannya, maka, karena dia mengetahui setiap orang suci memiliki iman yang sama dengan dirinya sendiri, dia tidak sendirian menikmati kebaikan serupa itu. Apabila orang lain selain orang suci yang mengatakan itu, maka orang itu benar-benar telah menjadi teman dan orang pilihan Tuhan, sebab, hal itu telah menjadi misteri Tuhan. Ia telah menjaga rahasia dari seluruh orang suci, tetapi tidak dari orang itu.
Kemudian pendebat memberikan perumpamaan. “Seorang raja memiliki sepuluh budak perempuan. Budak perempuan itu berkata, “Kami ingin tahu yang mana diantara kami yang paling dicintai raja”. Kata raja, ‘Besok cincin ini akan berada di kamar budak yang paling aku cintai’. Esok harinya raja memerintahkan sepuluh tiruan cincin dibuat dan tiap tiruan diberikan kepada tiap budak perempuan”.
“Masih ada pertanyaan,” kata guru, “dan tak ada jawaban untuk pertanyaan itu. Pertanyaan ini tidak berhubungan dengan pokok persoalan yang sedang kita bicarakan. Cerita itu berkaitan, baik dengan satu dari sepuluh budak perempuan itu atau dengan seseorang selain yang sepuluh. Apabila berkaitan dengan satu dari sepuluh, maka budak perempuan itu tidak punya kesempatan untuk dipilih dan tidak ada yang paling baik dicintai karena dia harus mengetahui bahwa dia bukan satu-satunya orang yang menerima cincin dan bahwa mereka mendapatkan cincin yang serupa. Apabila cerita itu diceritakan oleh seseorang selain yang sepuluh budak perempuan, maka seorang itu adalah kesayangan raja”.
Seseorang berkata, “Pencinta harus jadi sengsara, rendah diri dan lama menderita”. Dan dia menghitung satu demi satu sejumlah sifat itu.
Guru menjawab, “Apakah dia berlaku seperti itu hanya ketika sang kekasih menginginkannya atau tidak? Apabila tidak bersesuaian dengan kehendak kekasih, dia bukanlah pencinta melainkan pengikut atas kehendaknya. Apabila itu sesuai dengan kehendak kekasih, bagaimana mungkin dia menjadi sengsara dan rendah diri ketika sang kekasih tidak menghendakinya jadi demikian? Maka, sangatlah nyata bahwa keadaan seorang pencinta dapat diketahui dengan seberapa besar sang kekasih menginginkan dirinya.
Isa berkata, “Aku begitu takjub betapa satu makhluk hidup dapat memakan yang lainnya”. Kaum tekstualis mengartikan ucapan ini bahwa, umat manusia memakan daging binatang yang keduanya adalah makhluk hidup. Pemaknaan seperti itu salah. Daging yang dimakan manusia bukan hidup, tapi tidak bernyawa. Ketika dia terbunuh, ruh kehidupannya terpisah. Barangkali yang dia maksudkan adalah bagaimana seorang guru dapat “membinasakan” pengikutnya tanpa suatu sebab dan Isa terpesona hal istimewa seperti itu.
Seseorang mengemukakan dilema seperti ini, “Ibrahim berkata kepada Namrud, “Tuhanku dapat menciptakan kehidupan dari kematian dan membuat yang hidup menjadi mati”.
Namrud membalas, “Ketika aku menyingkirkan seseorang, itu berarti aku telah menyebabkannya mati. Dan ketika aku menempatkan seseorang pada satu kedudukan, itu bagaikan aku telah menyebabkannya hidup”.
“Kemudian Ibrahim mengalihkan pokok pembicaraan itu dan memulai lagi satu baris penalaran dengan mengatakan, “Tuhanku membawa matahari berangkat dari timur dan mengirimnya ke barat. Apakah engkau bisa mengubahnya”. Yang satu tampak menjadi perbedaan bagi yang lainnya.
Tuhan tak ingin jika Ibrahim tertekan dan menyerah pada argumen Namrud atau ia tidak mampu menjawab. Tidak, kedua argumen itu sebenarnya sama saja, hanya saja diletakkan dengan cara yang berbeda. Yakni, dia mengatakan Tuhan membawa janin keluar dari “timur” rahim dan mengirimnya tenggelam ke dalam “barat” kuburan. Pernyataan argumen pertahanan Ibrahim juga sama saja. Tuhan menciptakan kembali manusia baru setiap saat dan mengirm hal baru kedalam pikirannya. Yang pertama tidak mirip yang kedua, tidak pula yang kedua dengan yang ketiga, tetapi manusia tidak menyadari hal ini dan tidak mengetahui dirinya.
Sultan Muhammad diberi kuda yang amat menakjubkan, binatang yang benar-benar bagus dengan bentuk yang mengagumkan. Pada hari festival dia mengendarainya dan seluruh masyarakat terduduk diatas atap melihatnya. Seorang pemabuk yang duduk didalam rumahnya menyeret dirinya menuju atap. “Engkau datang juga dan melihat kuda itu,” kata mereka.
“Aku sibuk dengan diriku sendiri,” kata si pemabuk. “Aku tidak ingin melihatnya. Aku tidak punya hasrat sama sekali”. Tetapi pada akhirnya dia tidak memiliki pilihan. Ketika dia berusaha untuk tidak jatuh mati karena mabuk di ujung atap, sultan tepat sedang melewati orang mabuk itu. Ketika orang mabuk melihat sultan diatas kudanya, dia berkata, “Apa arti kuda itu untukku? Apabila sekarang ada seorang penyanyi pengembara yang menyanyikan lagu sederhana untukku dan kuda itu milikku, aku akan memberikan kuda itu kepadanya!” ketika sultan mendengar ucapan itu, dia menjadi sangat marah dan memerintahkan agar orang mabuk itu dipenjara. Setelah seminggu lelaki itu mengirim pesan kepada sultan, “Apa salahku? Apa kejahatanku? Biarkan raja dunia berkata, hingga budaknya dapat mengetahui”. Sultan memerintahkan lelaki itu dibawa kehadapannya.
“Kau gelandangan hina,” sultan memulai berbicara,” mengapa engkau mengatakan apa yang telah engkau lakukan? Luka apa yang telah engkau buat?”
“Ah raja sedunia,” kata lelaki itu, “bukan aku yang mengatakannya. Pada saat itu pemabuk keparat berdiri diatas atap, dan pada saat itulah dia berbicara. Dia sudah pergi sekarang. Aku bukan dia. Aku manusia berkepala dingin, manusia berakal”. Sultan merasa senang dengan jawabannya, sehingga dia memerintahkan agar lelaki ini dilepaskan dari penjara dan dianugerahi pakaian kebesaran.
Siapapun yang membuat hubungan dengan kami dan “mabuk karena anggur ini”, pada kenyataannya dia bersama kami, tidak peduli kemanapun perginya, tidak peduli dia bergaul dengan siapa dan tidak peduli dengan orang seperti apa dia bergabung. Dia bergabung dengan kelompok lain, karena bergabung dengan “yang lain” adalah cermin yang memantulkan kelezatan sahabat yang dicintai. Bergabung dengan kelompok yang berbeda tipe dengannya akan menimbulkan rasa kasih sayang dan persahabatan pada kelompok yang satu tipe dengannya. “Dengan melihat lawannya, sesuatu sesuatu diketahui”.
Abu Bakar as- Shiddiq menyebut gula “sejak lahir” manis. Sekarang orang lebih memilih buah-buahan lain dan dibanding gula dan mengklaim bahwa “Kami telah berpengalaman dengan rasa pahit yang amat banyak agar bisa mencapai derajat kemanisan”. Apa yang engkau ketahui tentang nikmatnya rasa manis ketika belum pernah mengalami kerasnya rasa pahit?
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Yoga-Kundalini Upanishad Bab III
1. Melana-Mantra: Hrim, Bham, Sam, Pam, Pham, Sam, Ksham. Kelahiran teratai (Brahma) berkata: “O Shankara, (di antara) bulan baru (hari pert...
-
Burung Derkuku diam sejenak, kemudian bertanya lagi seperti ini: Perkutut, masih ada satu masalah yang belum begitu paham dalam pikiranku, y...
-
KATA PENGANTAR Petunjuk latihan ini dibuat dengan tujuan memberikan kesempatan pada orang-orang yang berminat untuk menguasai bioenergi (qi/...
-
KATA PENGANTAR Ini adalah buku kedua dari seri buku “Kundalini” yang saya tulis. Buku ini dimaksudkan sebagai buku petunjuk bagi orang-orang...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar