Selasa, 11 Juni 2019

KARENA TAK ADA YANG LEBIH INDAH DARI-MU, AKU BAWAKAN CERMIN UNTUK-MU

Seseorang mengatakan bahwa kami datang untuk mengetahui masing-masing dari setiap keadaan umat manusia. Tidak satu kotapun dari keadaan dan sifat manusia atau humor panas dan dinginnya yang bisa membuat kami lari. Masih belum dipastikan pada bagian apa darinya yang akan ada selamanya.

Apabila mampu diketahui dengan kata-kata, maka usaha penggunaan seperti itu niscaya tidak diperlukan lagi dan tidak seorangpun perlu pergi menuju derita atau kerja keras seperti itu. Untuk contoh, seseorang datang ke pantai. Setibanya disana, dia tidak melihat apa-apa selian ombak, buaya dan ikan. Dia berkata, “Dimanakah mutiara? Barangkali tidak ada mutiara disana”. Bagaimana mungkin seseorang akan memperoleh mutiara hanya dengan melihat laut? Bahkan apabila dia mengukur laut cangkir demi cangkir ribuan kali, mutiara tidak akan pernah ditemukan. Orang harus jadi penyelam untuk menemukan mutiara dan tidak setiap penyelaman akan menemukan mutiara, hanya orang yang beruntung saja dan orang-orang yang sudah terlatih.

Ilmu dan ketrampilan seseorang bagaikan mengukur laut dengan cangkir dan cara menemukan mutiara adalah hal lain. Banyak orang dihiasi dengan kesempurnaan, memiliki kemakmuran dan kecantikan, tetapi tidak memiliki apapun makna hakiki dalam dirinya. Banyak orang yang hancur pada sisi luarnya, tidak memiliki kecantikan penampilan, kelembutan dan keelokan, tetapi didalamnya ditemukan makna hakiki yang tinggal selamanya. Itu adalah hal yang mengagungkan dan membedakan kemanusiaan. Makna hakiki yang dimiliki manusia mendahului seluruh ciptaan. Macan tutul, buaya, singa dan seluruh binatang lain memiliki keahlian dan kemampuan khusus, tetapi makna hakiki yang bersemayam abadi tidak ada dalam diri mereka. Apabila manusia ingin menemukan jalannya bahwa pada makna hakiki, dia akan memperoleh pra-keunggulannya, kalau tidak dia akan tetap terhalang dari pra-keunggulan. Seluruh seni dan kesempurnaan itu seperti permata yang ditempatkan pada bagian belakang cermin. Dan wajah cermin bersih tanpa itu semua. Siapapun yang memiliki wajah buruk akan menghasratkan punggung cermin itu karena dia mencerminkan kecantikan orang itu sendiri.

Seorang sahabat Yusuf dari Mesir datang kepadanya dari sebuah perjalanan. “”Hadiah apa yang engkau bawa?” tanya Yusuf.

“Apakah yang masih belum engkau punya? Apakah ada hal lain yang engkau butuhkan?” tanya sahabatnya. “Meski demkian karena tidak ada yang lebih indah dariapda dirimu, aku telah membawakan engkau cermin hingga engkau dapat melihat wajahmu tercermin setiap saat”.

Apa yang tidak dimiliki Tuhan? Apa yang Dia butuhkan? Orang harus mengambil hati yang bersih dihadapan Tuhan hingga Dia dapat melihat diri-Nya sendiri dalam cermin hatimu. “Tuhan tidak melihat bentuk atau pada perbuatanmu, tetapi dia melihat hatimu”.

“Kota mimpimu engaku temukan kekurangan, tidak memiliki satupun manusia agung”. Didalam kota tempat engkau menemukan segala keindahan, kenikmatan, kebahagiaan dan berbagai perhiasan alam, tidak ditemukan manusia cendekia. Tentu ia berada di jalan yang lain. Kita itu adalah diri manusia. Apabila diri memiliki ratusan ribu kesempurnaan tetapi tidak memiliki makna hakiki, keruntuhan akan lebih baik baginya. Apabila memiliki makna hakiki, tidak penting lagi apabila dia tidak memiliki embel-embel kesempurnaan atau keindahan. Sesuatu yang misterius hanya ada disana agar diri menjadi subur. Didalam keadaan apapun seorang manusia misterinya berhubungan dengan Tuhan dan kesibukan luarnya tak akan merintangi perhatian batin itu. Didalam keadaan apapun seorang perempuan hamil, perang, damai, makan, tidur, bayi akan tumbuh, menjadi semakin kuat dan menerima indera didalam rahimnya tanpa dia menyadarinya. Manusia, seperti halnya “kehamilan” dengan misteri itu. Tetapi manusia menanggung amanah (iman), sungguh dia sangat tidak adil pada dirinya sendiri dan bodoh (QS. 33:72), tetapi Tuhan tidak meninggalkannya didalam ketidakadilan dan kebodohan. Apabila diluar beban nyata manusia muncul persahabatan, simpati dan ribuan perkenalan, maka pertimbangkan ketakjuban persahabatan dan perkenalan akan keluar dari misteri yang memberikan manusia kelahiran setelah kematian. Misteri adalah suatu keniscayaan agar manusia mampu untuk tumbuh dan berkembang. Seperti akar pohon, meski tersembunyi dari pandangan, dampaknya nyata pada cabang pohon. Bahkan apabila satu atau dua cabang patah, apabila akar kuat, pohon akan terus tumbuh. Tapi, jika akar menderita kerusakan, cabang atau daun tak akan mampu bertahan.

Tuhan berfirman, “Salam sejahtera atasmu, wahai Nabi” yakni damai bersama engkau dan bersama seluruh umat yang bersamamu. Apabila tidak demikian, Nabi Muhammad tidak akan pernah menyanggah Tuhan dengan menambahkan, “Dengan kami dan hamba-hamba adil Tuhan”. Apabila kedamaian Tuhan dibatasi, dia tidak akan meluaskan dengan menyertakan hamba yang berbuat adil, berarti, “Damai itu yang Engkau berikan kepadaku adalah untukku dan seluruh hamba yang beruat adil”.

Sementara melakukan wudhu, Nabi Muhammad bersabda, “Shalat tidaklah sah tanpa wudhu ini”. Dia tidak mengartikan wudhu dengan wudhunya seperti itu, karena apabila untuk sahnya shalat adalah wudlu seperti yang dilakukan Rasul dan bukan yang lain, maka tidak satupun shalat orang-orang yang sah. Seperti perakataan, “Ini adalah pinggan untuk buah delima”. Tidakkah itu berarti bahwa hanya buah delima itu saja? Tidak. Itu berarti bahwa pinggan itu juga bisa digunakan untuk buah delima yang lain.

Seorang yang dari kampung datang ke kota sebagai tamu orang kota diberi sejumlah halva. Dia memakannya dengan penuh suka cita, kemudian berkata, “Orang kota, aku telah belajar untuk tidak memakan apapun selain wortel. Sekarang aku telah merasakan halva, aku kehilangan selera pada wortel. Aku tidak akan mampu memiliki halva kapanpun aku ingin dan yang aku miliki tidak lagi menarik bagiku. Apa yang mesti aku lakukan?” Ketika orang kampung merasakan halva, dia cenderung untuk pergi ke kota. Orang kota telah menguasai hatinya dan dia tidak memiliki pilihan kecuali mengikuti pengajaran itu.

Sejumlah orang memberikan salam yang tercium seperti asap. Orang lain memberi salam yang tercium seperti kesturi. Hal itu dapat dipahami hanya oleh orang-orang yang memiliki indera penciuman.

Orang harus menguji sahabat agar tidak dikecewakan dikemudian hari. Seperti itu cara Tuhan. “Mulailah dengan dirimu sendiri”. Apabila diri mengaku telah merendahkan diri, jangan terima pernyataan ini tanpa diuji terlebih dahulu. Sebelum mencicipi, orang membawa air pada hidung mereka dan kemudian merasakannya. Mereka tidak puas dengan melihatnya, meskipun barangkali terlihat baik-baik saja, rasa dan harumnya mungkin saja berganti. Beginilah betapa orang menguji air untuk kemurnian. Hanya setelah pengujian seperti itu dilakukan, seseorang membasuhkan air pada wajahnya. Tuhan menjadi penyebab seluruh kebaikan dan kejahatan, engkau telah menyembunyikannya dalam hatimu dan muncul diluar dirimu. Dampak segala sesuatu yang tak tampak didalam akar pohon, tampak pada batang dan daun. Tanda mereka adalah pada wajah mereka (QS 48: 29). Dan Tuhan berfirman, “Kami akan mencela dia pada hidung mereka (QS. 68:16). Apabila setiap orang tidak mengetahui pikiranmu yang paling dalam, warna apa yang akan engkau kenakan pada wajahmu?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Yoga-Kundalini Upanishad Bab III

1. Melana-Mantra: Hrim, Bham, Sam, Pam, Pham, Sam, Ksham. Kelahiran teratai (Brahma) berkata: “O Shankara, (di antara) bulan baru (hari pert...