Senin, 18 Februari 2019

PERCAKAPAN KHRISNA DAN BALARAMA

Balarama : Kau sudah tau semua yang terjadi di Dwaraka?

Khrisna : Iya Kak, ini sudah terjadi beberapa tahun lalu. Aku sudah mencoba untuk menghentikannya. Tapi rakyat Dwaraka selalu mengulangi tindakan tidak bermoral ini. Ketika sungai bertemu dengan air terjun, riaknya terasa lebih bergemuruh. Begitupun ketika masyarakat manapak jalan tidak bermoral, Negara seakan tercemar dengan ketidakadilan.

Balarama : Yudhistira memang pantas disalahkan atas semua ini. Dia telah mempertaruhkan istrinya sendiri dalam permainan dadu itu. Sekarang apakah seluruh bangsa Arya harus mengikuti cara yang tercela seperti itu.

Khrisna : Tidak kak Balarama, tidak. Apakah Yudistira yang harus disalahkan, atau Duryudana yang disalahkan. Tindakanlah yang harus disalahkan. Seseorang yang dipengaruhi kedengkian senantiasa selalu melahirkan bibit kejahatan. Pada dasarnya ini adalah kebutaaan dari tradisi dan tidak seorangpun membenarkan akan hal itu. Ketika seorang manusia memegang teguh sumpah dan janjinya, itu bukan hal yang mudah. Tapi bila berpegang teguh pada prinsipnya sendiri, apakah bijaksana? Hal yang sama terjadi di ruang perjudian itu, Bhisma yang agung, guru Durna, Perdana Menteri Widura, Saudara tertua Pandawa Yudistira, semuanya terikat oleh kata-kata mereka dan tetap buta oleh karena adanya tradisi. Demi untuk memegang teguh sumpah dan janji-janji mereka, demi untuk memegang prinsip mereka. Andai saja ada salah satu dari mereka bersedia melanggar sumpah mereka waktu itu, Drupadi pasti tidak akan menghadapi peristiwa memalukan seperti itu.

Balarama : Apa maksudmu mengatakan itu Khrisna . Apa kita harus melangar sumpah yang kita ikrarkan.

Khrisna : Kebenaran itu seperti pohon Kak. Sumpah dan janji-janji adalah cabangnya dan akar pohon adalah kasih sayangnya. Cabangnya tidak perlu terlalu kuat tetapi akarnya yang harus diperkuat. Bila demi menolong dan membebaskan penderitaan orang lain seseorang rela melanggar sumpahnya, maka itu pilihan yang tepat. Tapi disini, pada saat ini nilai kasih sayang telah hilang di hati bangsa Arya, bahkan diseluruh negeri. Penderitaan lahir karena adanya kasih sayang yang hilang. Dan penderitaan orang-orang tidak bersalah seperti yang kita saksikan tadi adalah satu bentuk pengakuan dari masyarakat kita. Ketika tidak ada lagi kasih sayang di masyarakat, mereka merasa tidak ada ikatan satu sama lain Kak. Mereka hanya akan mementingkan diri mereka sendiri. Penderitaan yang sedang dialamai rakyat Dwaraka, itu sama halnya dengan penderitaan seluruh bangsa Arya. Cabang-cabang pohonnya mulai rapuh, berlobang kering dan menjadi layu. Begitupun halnya dengan kebenaraan saat ini yang telah lunglai tidak bernyawa. Inilah saatnya untuk menghidupkan kembali kebenaran Kakak. Sekali lagi seluruh masyarakat harus dibuat sadar akan kebenaran.

https://www.hotstar.com/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Yoga-Kundalini Upanishad Bab III

1. Melana-Mantra: Hrim, Bham, Sam, Pam, Pham, Sam, Ksham. Kelahiran teratai (Brahma) berkata: “O Shankara, (di antara) bulan baru (hari pert...