Rabu, 27 Februari 2019

KALAHNYA ARYA PENANGSANG

Pangeran Hadiwijaya atau lebih dikenal dengan Jaka Tingkir dikenal sebagai tokoh yang sakti mandraguna. Namun dalam peristiwa konflik dengan adipati Jipang ternyata dia tidak punya nyali untuk berhadapan duel satu lawan satu. Setidaknya Jaka Tingkir tidaklah se seperkasa sebagamana digambarkan dalam sinetron-sinetron TV.

Arya Penangsang (Adipati Jipang) merupakan satu-satunya tokoh di Jawa pada masanya, abad ke-16 yang punya kesaktian untuk mengalahkan Jaka Tingkir.

Jaka Tingkir membuat sayembara untuk membunuh Arya Penangsang dan akan memberikan hadiah besar bagi yang berhasil membunuh Adipati Jipang itu. Hadiah yang ditawarkan adalah  penguasaan wilayah Mataram dan Pati yang luasnya mencapai seperlima dari luas Kerajaan Pajang. Ki Ageng Pemanahan dan dan Ki Ageng Panjawi maju dalam ajang sayembara.

Selama pertempuran, Jaka Tingkir sendiri sama sekali tidak hadir. Dia hanya mengirimkan pasukannya untuk menyerang Jipang sementara dia sendiri hanya tinggal di Pajang.

Arya Penangsang merupakan sosok yang temperamental. Mendengar pasukan Pajang hendak menyerangnya, dia yang belum genap menyelesaikan tapa bratanya langsung turun memimpin pasukannya untuk menghadap bala tantara Pajang. Dia tampil dengan kuda gagahnya yang terkenal dengan nama Gagak Rimang.

Pertempuran yang berat bagi kedua belah pihak, namun Arya Penangsang sangat kecewa dan murka ketika mengetahui Jaka Tingkir tidak turut berpartisipasi dalam pertempuran.

Ki Juru Martani, salah satu tetua Pajang, mengusulkan gagasan aneh. Dia memikirkan strategi untuk mengalahkan Arya Penangsang dengan cara melumpuhkan kudanya, Si Gagak Rimang. Jika kudanya sudah lumpuh maka tugas untuk mengalahkan Arya Penangsang akan lebih mudah.

Gagak Rimang terpikat dengan seekor kuda betina yang membuat Arya Penangsang kesulitan mengendalikan gerak kuda jantan hitamnya. Selanjutnya, dia dikepung beberapa prajurit Pajang. Di antara mereka, ada seorang anak laki-laki berumur tiga belasan tahun yang berdiri dibelakang para pasukan. Anak itu bernama Danang Sutawijaya.

Sementara Arya Penangsang berfokus untuk menyerang pasukan Pajang, Sutawijaya melihat kesempatan untuk maju dan menikam Arya Penangsang dari belakang menggunakan tombak, yang kemudian dikenal sebagai Kyai Plered. Tombak Kyai Plered melukai Arya Penangsang sehingga meninggalkan luka di perutnya, menyebabkan ususnya terburai. Namun, luka itu tidak serta merta membunuhnya. Arya Penangsang mengikat ususnya yang terburai di kerisnya dan melanjutkan pertempuran. Dia terluka parah dan terdesak karena kalah jumlah pasukan.

Pertempuran terus berlanjut hingga Arya Penangsang menarik keris saktinya yang terkenal dengan nama Setan Kober. Arya Penangsang lupa bahwa ususnya yang terburai diikatkan  di keris Setan Kober miliknya, hingga ketika dia menarik keris tersebut, ususnya tertarik dan mengeluarkan banyak sekali darah yang membuatnya kehilangan banyak darah yang membuatnya tewas dalam pertempuran ini.

Ki Juru Martani kembali ke Pajang dan bertemu Jaka Tingkir untuk menyampaikan berita kemenangan. Namun Ki Juru Martani berpikir bahwa Danang Sutawijaya masih terlalu muda untuk menerima penghargaan sehingga dia berbohong. Ki Juru Martani melaporkan bahwa  Arya Penangsang dibunuh oleh Ki Ageng Pamahan dan Ki Ageng Panjawi. Hadiah diberikan kepada kedua prajurit itu, bukan kepada Danang Sutawijaya.

Ki Ageng Panjawi diberi tanah Pati dan menjadi pemimpin disana, sementara Mataram diberikan kepada Ki Ageng Pamanahan. Setelah wafatnya Pemanahan, Mataram diberikan kepada pahlawan sejati dalam cerita ini, Danang Sutawijaya.

Bertahun-tahun kemudian, Mataram berkembang pesat di bawah kepemimpinan Danang Sutawijaya, hingga lebih besar dari Pajang dan berubah dengan cepat menjadi kesultanan Islam terbesar di Jawa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Yoga-Kundalini Upanishad Bab III

1. Melana-Mantra: Hrim, Bham, Sam, Pam, Pham, Sam, Ksham. Kelahiran teratai (Brahma) berkata: “O Shankara, (di antara) bulan baru (hari pert...