Senin, 17 Desember 2018

CINTA MENYEMBUHKAN JIWA

Tatkala Anda tidak cocok dengan atasan, Anda bisa pindah tempat kerja. Saat Anda tidak cocok dengan tetangga, Anda bisa pindah rumah. Tapi jika Anda punya anak bermasalah, atau dititipi anak berkebutuhan khusus, Anda tidak bisa lari, satu-satunya cara yang disarankan adalah mengolahnya menjadi Sang Jalan.

Untuk membantu orang tua anak-anak berkebutuhan khusus dari seluruh Bali menemukan Sang Jalan, Rabu tanggal 13 Mei 2015 lebih dari seribu orang tua anak-anak berkebutuhan khusus dikumpulkan oleh dinas Pendidikan provinsi Bali serta keluarga spiritual Compassion di Art Center Denpasar dari jam 10 pagi hingga jam 16 sore.

Pesannya sederhana, berguru pada rasa sakit yang hadir di dalam. Setiap sahabat yang sudah melewati banyak sekali rasa sakit, sujud di depan rasa sakit, berlindung pada rasa sakit, biasanya mengerti, ada pelajaran yang sangat indah yang disembunyikan di balik rasa sakit. Pelajarannya sederhana tapi mendalam yakni rasa sakit itu sangat memurnikan sekaligus sangat menghaluskan.

Proses pemurnian dan penghalusan ini terjadi, kalau seseorang tidak melawan rasa sakit. Sebaliknya sujud dan berguru pada rasa sakit. Dalam bahasa puitis yang indah: “rasa sakit adalah Guru yang menyamar”. Dengan demikian, langkah awal menemukan Sang Jalan di balik hadirnya anak berkebutuhan khusus adalah selalu melihat anak berkebutuhan khusus sebagai Guru yang menghaluskan dan menyempurnakan.

Dengan acuan seperti ini, rasa sakit yang dihadirkan anak-anak berkebutuhan khusus berhenti menjadi godaan, cobaan, apa lagi hukuman. Sebaliknya, ia merubah kehidupan yang tadinya penuh rasa sakit, menjadi jalan pulang. Kepada orang tua anak-anak berkebutuhan khusus sering diberikan mantra seperti ini: “saya berlindung kepada rasa sakit sakral yang ada di dalam diri”.

Di Bali, jalan seperti ini oleh tetua Bali disebut meshiva raga (berguru pada Shiva yang ada didalam diri). Di Buddha, jalan ini disebut sebagai jalan menemukan tanah suci yang ada di dalam diri. Shiva atau Buddha di dalam bisa hadir melalui berbagai pengalaman. Di zaman ini, rasa di dalam yang sangat menghaluskan adalah rasa sakit.

Dan proses transformasi spiritual seperti ini bisa terjadi, kalau seseorang berhenti menyebut rasa sakit sebagai hukuman, sebaliknya berkonsentrasi pada melihat rasa sakit sebagai bimbingan. Konkritnya, perlakukan setiap rasa sakit keseharian yang dihadirkan anak berkebutuhan khusus sebagai sarana untuk menyempurnakan cinta.

Orang biasa mengenal istilah jatuh cinta. Artinya, kesadarannya sedang jatuh karena sedang mencintai seseorang. Sebagian remaja bisa lupa segala-galanya karena jatuh cinta. Para sahabat yang tekun dan tulus berguru pada rasa sakit didalam, akan berevolusi lebih jauh. Mereka tidak lagi jatuh cinta, melainkan diangkat oleh cinta.

Melalui pendekatan ini, anak-anak berkebutuhan khusus tidak menggoda lagi orang tua, melainkan mengangkat jiwa orang tuanya ke tataran yang lebih tinggi. Di satu sisi sejumlah kegelapan seperti kemarahan meredup, di lain sisi sejumlah cahaya seperti permakluman, pengertian, cinta terbit di dalam diri. Cirinya, seseorang mulai mengalami keterhubungan sebagai akar dari semua kesembuhan.

Siapa saja yang tekun dan tulus diangkat oleh cinta, suatu hari akan mengalami pengalaman spiritual yg indah sekali yakni mekar dalam cinta (bloom into love). Orang-orang seperti ini mirip kupu-kupu. Tidak perlu mencari ke sana ke mari, madu kedamaian ada di titik pusat di dalam. Inilah perjalanan spiritual yang disarankan ke para orang tua anak-anak berkebutuhan khusus.

-Gede Prama, Menemukan Tirtha di Dalam Diri

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Yoga-Kundalini Upanishad Bab III

1. Melana-Mantra: Hrim, Bham, Sam, Pam, Pham, Sam, Ksham. Kelahiran teratai (Brahma) berkata: “O Shankara, (di antara) bulan baru (hari pert...