Senin, 17 Desember 2018

BERSYUKUR ITU MENYEMBUHKAN

“Kapan cukup itu bisa disebut cukup?”, ini pertanyaan klasik umat manusia yang berumur sudah sangat tua. Ia ditanyakan dari satu generasi ke generasi lain tanpa memberikan jawaban akhir. Seperti menyisakan pesan, titik keseimbangan bernama rasa berkecukupan berbeda dari satu generasi ke generasi yang lain.

Perjumpaan dengan banyak sekali sahabat yang badan serta jiwanya sakit di sesi-sesi meditasi menunjukkan, terlihat jelas kalau mereka sangat kelelahan. Tidak saja fisiknya lelah, pikiran serta jiwanya juga sangat kelelahan.

Dan di balik kelelahan ini tentu tersembunyi banyak alasan. Salah satu alasan penting adalah ketiadaan rasa berkecukupan. Tidak saja soal materi yang membuat seseorang kurang berkecukupan, pasangan hidup, anak-anak, tetangga bahkan pemerintah dan masyarakat pun terlihat sangat tidak memuaskan.

Sebagai akibatnya, seseorang menumpuk banyak sekali keluhan didalam dirinya selama bertahun-tahun. Mirip dengan menumpuk sampah, kalua tidak diolah maka sampah ini akan menjadi sumber banyak sekali penyakit. Ini yang membuat sejumlah sahabat menuanya sangat sengsara.

Sebelum itu betul-betul terjadi dalam kehidupan, sangat penting untuk mendidik diri agar merasa berkecukupan. Ia bisa dimulai dengan merasa berkecukupan dengan apa-apa yang ada di dalam diri Anda. Sesederhana apa pun ekonomi Anda, seterbatas apa pun pendidikan Anda, sesimpel apa pun keluarga Anda, belajar merasa berkecukupan.

Di negara-negara Barat yang ekonomi dan pengetahuannya lebih maju ditemukan hasil penelitian yang sangat menyentuh hati. Bila di negara-negara terbelakang manusia tidak bisa makan karena miskin, di negara-negara maju jumlah manusia yang tidak bisa makan juga menaik terus.

Sebabnya tentu bukan karena kemiskinan melainkan ketakutan. Takut akan masa depan, takut akan kematian, takut kalau mereka tidak dihargai orang, serta sejumlah ketakutan lainnya. Membengkaknya anggaran kesehatan di negaranegara maju memberikan pembenaran akan kecenderungan ini.

Semua ini seperti sebuah alarm spiritual yang berbunyi di seluruh muka bumi, belajar mendidik diri merasa berkecukupan, belajar bersyukur dalam kehidupan. Bersyukur tidak saja membuat jiwa jadi sejuk dan teduh di dalam, bersyukur adalah jembatan pendek yang membuat jiwa mudah terhubung.

Seorang pemain bola tingkat dunia pernah bercerita: “waktu kecil saya pernah menangis berhari-hari karena ibu mengatakan tidak punya uang untuk membelikan saya sepatu. Tangisan saya baru berhenti tatkala saya melihat ada anak lain yang tidak punya kaki”.

Alasan utama kenapa orang susah merasa berkecukupan, sulit merasa bersyukur karena selalu membandingkan hidupnya dengan mereka yang lebih tinggi. Untuk para sahabat yang mau jiwanya sembuh dan utuh, layak direnungkan untuk menoleh ke bawah. Di bawah sana ada banyak manusia yang masih berjuang dengan hidupnya. Dengan melihat mereka, rasa berkecukupan, rasa syukur mudah timbul. Dan yang paling penting, ini cara indah untuk terus menerus menanam bibit kesembuhan di dalam diri.

-Gede Prama, Menemukan Tirtha di Dalam Diri

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Yoga-Kundalini Upanishad Bab III

1. Melana-Mantra: Hrim, Bham, Sam, Pam, Pham, Sam, Ksham. Kelahiran teratai (Brahma) berkata: “O Shankara, (di antara) bulan baru (hari pert...