Minggu, 02 Juni 2019

SETETES AIR DARI SAMUDRA MAHA LUAS

Syeh Ibrahim mengatakan, kapanpun Saifuddin Farrukh melihat seseorang terpukul, dia akan menyibukkan dirinya dengan mengatakan kepada orang lain, sementara itu pemukulan tetap berlangsung. Didalam perilaku ini, tidak seorangpun mampu jadi perantara bagi orang yang sedang dihukum.

Apapun yang engkau lihat didunia ini adalah sebagaimana yang ada didunia sana. Tetapi hal dari dunia sini hanyalah contoh yang diambil dari dunia sana. Apapun didunia sini telah dibawa dari dunia sana. Tidak ada satu halpun, melainkan Kami memiliki gudangnya dan Kami tidak menyamaratakan setiap bagian, semuanya dalam ketentuan yang sudah ditetapkan (QS. 15 : 21).

Pedagang kaki lima membawa nampan diatas kepalanya dengan berbagai macam jenis bumbu, cabe rawit, bumbu masak dan lain-lain. Persediaannya tidak terbatas, tetapi hanya ada ruang sedikit saja diatas nampan itu. Manusia bagaikan pedagang atau toko tukang obat, yang memiliki daya tampung yang kecil. Rasio, kecerdasan, kebajikan dan pengetahuan dari gudang sifat Tuhan telah ditempatkan dialam botol dan nampan untuk dijajakan didunia sini sesuai dengan daya tampungnya. Maka manusia melakukan penjajaan layaknya seorang pedagang untuk Tuhan. Siang dan malam nampan terisi dan kemudian engkau mengosongkannya atau menghamburkannya, agar engkau memperoleh hasil daganganmu. Pada siang hari engkau mengosongkan, dan pada malam hari mengisinya kembali. Sebagai contoh, engkau lihat kecerahan mata. Didunia sana terdapat begitu banyak mata, contoh yang telah dikirimkan kepadamu dan alat yang engkau pergunakan untuk melihat-lihat dunia. Ada pandangan yang lebih sejati daripada pandangan didunia sini, tetapi kemampuan manusia tidak bisa menampungnya. Seluruh sifat itu benar disini, didepan kami dalam persediaan yang tidak terbatas, didalam ketentuan yang sudah ditetapkan Kami membagikannya dengan marata.

Bercerminlah, betapa banyak makhluk yang muncul, abad demi abad. “Laut” ini penuh sesak oleh mereka dan kemudian kosong lagi. Pertimbangkan olehmu sebuah “bangunan” apakah ini. Sekarang, semakin seseorang menyadari keberadaan “laut”, semakin dia merasa kecewa dengan sekedar nampan. Pikirkan dunia ini sebagai koin receh yang muncul dari percetakan uang dan kembali lagi kepadanya, Kami adalah milik Tuhan dan kepada-Nya kami pasti akan kembali (QS. 2 : 156). “Kami” disini berarti bahwa seluruh bagian dari kita muncul dari sana dan merupakan contoh dari sana dan segala sesuatu, besar kecil, juga binatang, akan kembali kesana. Benda muncul tiba-tiba diatas “nampan” ini dan mereka tidak dapat muncul tanpa adanya “nampan” karena dunia sana itu halus dan tidak dapat dilihat.

Kenapa hal seperti ini terlihat aneh? Tidakkah engkau lihat betapa hembusan musim dingin tampak dan mendesir melalui pepohonan, semak, bebungaan, dan tanaman obat-obatan? Engkau lihat keindahan musim dingin dengan cara seperti itu, tetapi saat engkau menguji hembusan itu engkau tidak melihat apapun. Hal itu terjadi bukan karena petakan bunga semacam itu tidak berada di “dalam” hembusan angin. Apakah tidak berasal dari cahayanya? Tidak, didalam hembusan angin terdapat aliran penampang bunga dan tumbuhan obat-obatan. Tetapi arus itu terlalu halus untuk dapat dilihat kecuali mereka terungkap keluar dari kehalusannya melalui sejumlah perantara.

Demikian halnya, sifat itu tersembunyi didalam manusia. Mereka tentu tidak jelas kecuali melalui sejumlah perantara dalam dan luar, misalnya pidato, perselisihan, peperangan atau perdamaian. Engkau tidak dapat melihat sifat manusia. Ketika engkau melihat pada dirimu dan tidak menemukan apa-apa, pikirkan sendiri dirimu dan kau dapati bahwa dirimu hampa dari sifat itu. Hal itu bukan karena engkau telah berubah dari dirimu sebelumnya, tetapi karena ia tidak terlihat didalam dirimu. Ia seperti air didalam lautan. Air tidak datang kelaut kecuali melalui perantara awan dan itu tidak nampak jelas terlihat kecuali melalui gelombang. Gelombang adalah “peragian”, sehingga apa yang ada didalam dirimu menjadi terlihat. Sejauh laut masih ada, engkau tidak akan melihat apapun. Tubuhmu berdiri di pantai, sedangkan jiwamu berada di laut. Engkau tidak lihat betapa banyak ikan, ular, unggas dan makhluk lain datang tiada henti dari laut, memperlihatkan diri dan kemudian sekali lagi menuju laut? Sifat-sifat kamu, seperti kemarahan, kecemburuan, kegairahan, muncul dari “laut” ini. Orang boleh berkata mereka “pecinta halus” Tuhan. Orang tidak dapat melihat mereka kecuali melalui media peralatan “pakaian” verbal. Ketika mereka “telanjang” mereka terlalu halus untuk dilihat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Yoga-Kundalini Upanishad Bab III

1. Melana-Mantra: Hrim, Bham, Sam, Pam, Pham, Sam, Ksham. Kelahiran teratai (Brahma) berkata: “O Shankara, (di antara) bulan baru (hari pert...