Kamis, 04 April 2019

KISAH RAJA 1

Saya mendengar Raja memberi perintah untuk membunuh seorang tahanan. Dalam keadaan tidak berdaya, tidak ada harapan, sang tahanan mencaci maki Raja dengan lidahnya. Sang tahanan mengungkapkan segala kata-kata kotor untuk mengekspresikan keputusasaan sebagaimana pepatah :

Siapa yang sudah tiada harapan hidup.
Mengatakan apapun yang ada dalam hatinya.
Ketika seseorang putus asa, lidahnya menjadi panjang dan dia seperti kucing yang dikalahkan menyerang anjing.
Saat terdesak, saat melarikan diri sudah tidak mungkin lagi.
Tangan itu memegang ujung pedang tajam.
Sang Raja tidak memahami bahasa sang tawanan. Ketika Raja bertanya apa yang dikatakan sang tawanan, seorang wazir yang baik hati menjawab: “Tuanku, dia berkata: Mereka yang menahan amarah mereka dan memaafkan manusia, karena Allah menyukai orang yang memberi kebaikan”.
Raja merasa kasihan dan akhirnya mengampuni tawanan tersebut. Wazir lain yang juga memahami bahasa sang tawanan berkata, ‘Kita seharusnya mengucapkan kebenaran dihadapan Raja. Tawanan ini telah menghina Raja dan berbicara dengan tidak sopan”.

Sang Raja berkata: “Kebohongan itu lebih bisa saya terima daripada kebenaran yang kamu ucapkan karena kebohongannya menghasilkan kedamaian sedangkan kejujuranmu mendatangkan kehancuran”. Orang bijak mengatakan, “Dusta yang menghasilkan rekonsiliasi lebih baik ketimbang kejujuran yang menghasilkan permusuhan”.
Prasasti berikut ada di serambi aula Feridun :

Wahai saudara, dunia tidak ada yang tersisa.
Ikat hati kepada Sang Pencipta, itu sudah cukup.
Jangan mengandalkan harta benda dan dunia ini.
Karena telah menghargai banyak orang seperti kamu dan membunuh mereka.
Ketika jiwa yang murni akan pergi,
Apa yang membakarnya jika seseorang mati diatas tahta atau ditanah?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Yoga-Kundalini Upanishad Bab III

1. Melana-Mantra: Hrim, Bham, Sam, Pam, Pham, Sam, Ksham. Kelahiran teratai (Brahma) berkata: “O Shankara, (di antara) bulan baru (hari pert...