Sabtu, 23 Maret 2019

PENCERAHAN 6

Hal pertama yang aku lakukan setelah pencerahanku, pada usia dua puluh satu, adalah untuk bergegas ke desa dimana nenekku berada, desa ayahku.

Segera setelah pencerahan aku bergegas ke desa untuk bertemu dengan dua orang: pertama, Magga Baba, pria yang aku bicarakan sebelumnya. Engkau pasti akan bertanya-tanya mengapa. Karena aku ingin seseorang mengatakan kepadaku, "Engkau tercerahkan". Aku tahu itu, tapi aku ingin mendengarnya dari luar juga. Magga Baba adalah satu-satunya orang yang bisa aku tanya pada waktu itu. Aku telah mendengar bahwa ia baru saja kembali ke desa.

Aku bergegas mendatanginya. Desa itu jaraknya 1,6 kilometer dari stasiun. Engkau tidak percaya bagaimana aku bergegas menemuinya. Aku mencapai pohon neem.

Aku bergegas pergi kepohon neem dimana Magga Baba duduk, dan saat dia melihatku, tahukah engkau apa yang dia lakukan? Aku bahkan tidak bisa mempercayainya sendiri, ia menyentuh kakiku dan menangis. Aku merasa sangat malu karena orang banyak berkumpul dan mereka semua berpikir Magga Baba sekarang benar-benar sudah gila. Sampai saat itu ia sudah sedikit gila, tapi sekarang ia benar-benar pergi, pergi selamanya, pergi, pergi. pergi dan hilang selamanya. Tapi Magga Baba tertawa, dan untuk pertama kalinya, didepan orang-orang, dia berkata kepadaku, "Nak, engkau telah melakukannya! Tapi aku sudah tahu bahwa suatu hari engkau akan melakukannya".

Aku menyentuh kakinya. Untuk pertama kalinya ia mencoba untuk mencegahku melakukan hal itu, dengan mengatakan, "Tidak, tidak, jangan sentuh kakiku lagi".

Tapi aku masih menyentuhnya, meskipun ia bersikeras. Aku tidak peduli dan berkata, "Diam! Engkau mengurus urusanmu dan biarkan aku mengurusi urusanku. Jika aku tercerahkan seperti yang engkau katakan, tolong jangan mencegah seorang manusia yang tercerahkan dari menyentuh kakimu".

Dia mulai tertawa lagi dan berkata, "Kau bajingan! Engkau tercerahkan, tapi masih bajingan".

Aku kemudian bergegas pergi ke rumah, yaitu, rumah nenekku, bukan rumah ayahku karena dia adalah wanita yang ingin aku ceritakan apa telah terjadi. Tapi begitulah anehnya jalan semesta, dia sedang berdiri dipintu, menatapku, sedikit kagum. Dia berkata, "Apa yang terjadi padamu? Engkau tidak lagi sama". Dia tidak tercerahkan, tapi cukup cerdas untuk melihat perbedaan dalam diriku.

Aku berkata, "Ya, aku bukan lagi orang yang sama, dan aku datang untuk berbagi pengalaman yang telah terjadi padaku".

Dia berkata, "Tolong, sejauh itu menyangkut diriku, engkau selalu menjadi Rajaku, anak kecilku".

Jadi aku tidak mengatakan apa-apa padanya. Satu hari berlalu, lalu ditengah malam dia membangunkanku. Dengan air mata dimatanya dia berkata, "Maafkan aku. Engkau tidak lagi sama. Engkau mungkin berpura-pura tapi aku bisa melihat melalui kepura-puraanmu. Tidak perlu berpura-pura. Engkau bisa memberitahuku apa yang telah terjadi padamu. Anak yang aku kenal sudah mati, tapi seseorang yang jauh lebih baik dan bercahaya telah mengambil tempatnya. Aku tidak bisa menyebutmu sebagai milikku lagi, tapi itu tidak masalah. Sekarang engkau akan dapat disebut oleh jutaan orang sebagai milik mereka, dan semua orang akan dapat merasakanmu sebagai miliknya. Aku menarik hakku, tapi ajarkanlah aku juga bagaimana caranya".

Inilah pertama kalinya aku mengatakan kepada seseorang. Nenekku adalah murid pertamaku. Aku mengajarinya caranya. Caraku sederhana: untuk diam, untuk mengalami dalam diri sendiri itu yang selalu menjadi "pengamat“, dan tidak pernah "yang diamati“; untuk mengetahui "yang mengetahui“ dan melupakan "yang diketahui“.

Caraku sederhana, sesederhana Lao Tzu, Chuang Tzu, Krishna, Kristus, Musa, Zarathustra, karena hanya nama-namanya yang berbeda, caranya sama. Hanya peziarah yang berbeda, ziarahnya sama. Dan kebenaran, prosesnya, sangatlah sederhana.

Aku beruntung memiliki nenekku sendiri sebagai murid pertamaku, karena aku belum pernah menemukan orang lain yang begitu sederhana. Aku telah menemukan banyak orang yang sangat sederhana, sangat dekat dengan kesederhanaan nenekku, tapi kedalaman kesederhanaan nenekku itu sedemikian sehingga tak seorangpun bisa melampauinya, bahkan ayahku juga tak bisa.

Ayahku sederhana, benar-benar sederhana, dan sangat mendalam, tetapi tidak bisa dibandingkan dengan nenekku. Aku minta maaf untuk mengatakan, ayahku jauh, dan ibuku sangat sangat jauh, dia bahkan tidak dekat dengan kesederhanaan ayahku. Engkau akan terkejut untuk mengetahui ini dan aku menyatakan ini untuk pertama kalinya, nenekku bukan hanya murid pertamaku, dia adalah murid tercerahkan pertamaku juga, dan dia menjadi tercerahkan jauh sebelum aku mulai menerima orang sebagai Sannyas/murid. Dia tidak pernah menjadi seorang Sannyasin.

-Osho

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Yoga-Kundalini Upanishad Bab III

1. Melana-Mantra: Hrim, Bham, Sam, Pam, Pham, Sam, Ksham. Kelahiran teratai (Brahma) berkata: “O Shankara, (di antara) bulan baru (hari pert...