Rabu, 20 Maret 2019

HARI PENCERAHAN

Aku teringat akan hari yang menentukan tanggal 21 Maret 1953. Selama banyak kehidupan aku telah terus bekerja, bekerja pada diriku sendiri, berjuang, melakukan apapun yang bisa dilakukan dan tidak ada sesuatupun yang terjadi.

Sekarang aku mengerti mengapa tidak ada sesuatupun yang terjadi. Upaya itu sendiri adalah penghalang, tangga itu sendiri yang mencegah, keinginan itu sendiri untuk mencari adalah penghalang. Bukan berarti orang bisa mencapai tanpa mencari. Pencarian diperlukan, tetapi kemudian tibalah satu saat ketika pencarian harus dijatuhkan. Kapal diperlukan untuk menyeberangi sungai tetapi kemudian datanglah satu saat ketika engkau harus keluar dari kapal itu dan melupakan segala sesuatu tentangnya dan meninggalkannya. Usaha diperlukan, tanpa usaha tidak ada yang mungkin. Dan juga hanya dengan usaha, tidak ada sesuatupun yang mungkin.

Tepat sebelum tanggal 21 Maret 1953, tujuh hari sebelumnya, aku berhenti bekerja pada diriku sendiri. Satu saat datang ketika engkau melihat seluruh kesia-siaan dari usahanya. Engkau telah melakukan semua yang bisa engkau lakukan dan tidak ada yang terjadi. Engkau telah melakukan semua yang mungkin secara manusiawi. Lalu apalagi yang bisa engkau lakukan? Dalam ketidakberdayaan yang mutlak, orang menjatuhkan semua pencarian.

Dan pada hari pencarian berhenti, dihari aku tidak mencari sesuatu, dihari aku tidak mengharapkan sesuatu terjadi, hal itu mulai terjadi. Sebuah energi baru muncul, entah dari mana. Energi itu tidak datang dari sumber manapun. Ia datang entah dari mana dan dimana-mana. Ia ada dipepohonan dan dibebatuan, langit, matahari, dan udara. Ada di mana-mana. Dan aku telah berusaha keras, dan aku berpikir ia berada sangat jauh. Dan ia begitu dekat.

Hanya karena aku mencari, aku menjadi tidak mampu untuk melihat yang dekat. Mencari itu selalu untuk yang jauh, mencari itu selalu untuk yang tak sampai, dan ia tidak jauh. Aku telah menjadi berpenglihatan jauh, aku telah kehilangan penglihatan dekat. Mata menjadi terfokus pada yang jauh, cakrawala, dan mata telah kehilangan sifat untuk melihat apa yang dekat, disekitarmu.

Pada hari upaya berhenti, aku juga berhenti. Karena engkau tidak bisa ada tanpa usaha, dan engkau tidak bisa ada tanpa keinginan, dan engkau tidak bisa ada tanpa berusaha.

Fenomena dari ego, dari diri, bukanlah sesuatu, itu adalah suatu proses. Itu bukan zat yang sedang duduk didalam dirimu, engkau harus menciptakannya setiap saat. Hal itu seperti mengayuh sepeda. Jika engkau mengayuh pedalnya terus-menerus, jika engkau tidak mengayuhnya, ia berhenti. Ia mungkin bergerak sedikit karena momentum masa lalu, tetapi pada saat engkau berhenti mengayuh, sebenarnya sepeda mulai berhenti. Ia tidak mempunyai energi lagi, tidak ada lagi kekuatan untuk pergi kemanapun. Ia akan jatuh dan rubuh.

Ego ada karena kita terus mengayuh keinginan, karena kita terus berjuang untuk mendapatkan sesuatu, karena kita terus melompat lebih kedepan daripada diri kita sendiri. Itulah fenomena ego itu sendiri, lompatan lebih kedepan daripada dirimu, lompatan kemasa depan, lompatan kehari esok. Lompatan menuju yang tidak ada menciptakan ego. Karena ia muncul dari yang tidak ada, ia seperti sebuah fatamorgana. Ia hanya terdiri dari keinginan dan tidak ada yang lain. Ia hanya terdiri dari kehausan dan tidak ada yang lain.

Ego tidak ada disaat ini, tetapi dimasa depan. Jika engkau berada dimasa depan, maka ego tampaknya sangat besar. Jika engkau berada disaat ini, ego adalah fatamorgana, ego itu mulai menghilang.

Pada hari aku berhenti mencari dan itu tidak benar untuk mengatakan bahwa aku berhenti mencari, lebih baik untuk mengatakan pada hari pencarian berhenti. Izinkanlah aku mengulanginya: cara yang lebih baik untuk mengatakannya adalah pada hari pencarian berhenti. Karena jika aku menghentikannya maka aku ada disana lagi.

Sekarang berhenti menjadi usahaku, sekarang berhenti menjadi keinginanku, dan keinginan terus ada dengan cara yang sangat halus.

Engkau tidak bisa menghentikan keinginan, engkau hanya bisa memahaminya. Pemahaman itu sendiri adalah penghentiannya. Ingatlah, tidak ada seorangpun yang bisa berhenti menginginkan, dan kenyataan terjadi hanya ketika keinginan berhenti.

Jadi inilah dilemanya. Apa yang harus dilakukan? Keinginan ada disana dan para Buddha terus berkata keinginan harus dihentikan, dan mereka terus berkata selanjutnya, bahwa engkau tidak bisa menghentikan keinginan. Jadi apa yang harus dilakukan? Engkau menempatkan orang dalam dilema. Mereka ada dalam keinginan, tentu saja. Engkau berkata keinginan itu harus dihentikan, baiklah. Dan kemudian engkau mengatakan keinginan tidak bisa dihentikan. Lalu apa yang harus dilakukan?

Keinginan harus dipahami. Engkau bisa memahaminya, engkau hanya bisa melihat kesia-siaan darinya. Penyerapan yang langsung diperlukan, penetrasi yang langsung diperlukan.

Lihatlah kedalam keinginan, lihatlah saja apakah itu, dan engkau akan melihat kepalsuan darinya dan engkau akan melihat bahwa ia tidak ada. Dan keinginan jatuh dan sesuatu jatuh bersamaan dengannya didalam dirimu.

Keinginan dan ego ada dalam kerja sama, mereka saling berkoordinasi. Ego tidak bisa ada tanpa keinginan, keinginan tidak bisa ada tanpa ego. Keinginan adalah ego yang diproyeksikan, ego adalah keinginan yang diproyeksikan. Mereka bersama-sama, dua aspek dari satu fenomena.

Pada hari dimana keinginan berhenti, aku merasa sangat putus asa dan tak berdaya. Tidak ada harapan karena tidak ada masa depan. Tidak ada sesuatupun yang bisa diharapkan karena semua harapan telah terbukti sia-sia, ia tidak mengarah kemana pun.

Engkau pergi berputar-putar. Ia terus menggantung didepanmu, terus menciptakan fatamorgana baru, terus memanggilmu, "Ayo, larilah dengan cepat, engkau akan mencapai". Namun seberapapun cepatnya engkau berlari, engkau tidak akan pernah mencapai.

Karena itulah Buddha menyebutnya fatamorgana. Ia seperti cakrawala yang engkau lihat disekitar bumi. Ia tampak tetapi ia tidak ada disana. Jika engkau pergi ia terus berlari menjauh darimu. Semakin cepat engkau berlari, semakin cepat ia menjauh. Semakin lambat engkau pergi, semakin lambat ia menjauh. Tapi satu hal yang pasti, jarak antara dirimu dan cakrawala tetap mutlak sama. Bahkan satu sentimeter pun engkau tidak bisa mengurangi jarak antara dirimu dan cakrawala.

Engkau tidak bisa mengurangi jarak antara dirimu dan harapanmu. Harapan adalah cakrawala.

Engkau mencoba menjembatani dirimu dengan cakrawala, dengan harapan, dengan keinginan yang diproyeksikan. Keinginan adalah jembatan, jembatan impian, karena cakrawala tidak ada, jadi engkau tidak bisa membuat jembatan kearahnya, engkau hanya bisa bermimpi tentang jembatan. Engkau tidak bisa bergabung dengan yang tidak ada.

Pada hari dimana keinginan berhenti, pada hari aku melihat dan menyadari kedalamnya, itu hanya sia-sia. Aku tidak berdaya dan putus asa. Tetapi pada saat itu sendiri sesuatu mulai terjadi. Hal yang sama mulai terjadi yang untuknya selama banyak kehidupan aku bekerja dan itu tidak terjadi.

Saat keputus-asaanmu adalah satu-satunya harapan, dan tanpa keinginan adalah satu-satunya pemenuhanmu, dan dalam ketidakberdayaanmu yang luar biasa tiba-tiba seluruh semesta mulai membantumu.

Semesta sedang menunggu. Ketika semesta melihat bahwa engkau bekerja sendiri, ia tidak mengganggu. Ia menunggu. Ia bisa menunggu tanpa batas karena tidak perlu terburu-buru untuk itu. Semesta adalah keabadian. Disaat engkau bukan dirimu sendiri, disaat engkau jatuh, disaat engkau menghilang, seluruh semesta bergegas menuju dirimu, memasukimu.

Dan untuk pertama kalinya segalanya mulai terjadi.

-Osho

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Yoga-Kundalini Upanishad Bab III

1. Melana-Mantra: Hrim, Bham, Sam, Pam, Pham, Sam, Ksham. Kelahiran teratai (Brahma) berkata: “O Shankara, (di antara) bulan baru (hari pert...