Kamis, 21 Maret 2019

HARI PENCERAHAN 2

Tujuh hari aku hidup dalam keadaan yang sangat tanpa harapan dan tidak berdaya, tetapi pada saat yang sama sesuatu muncul. Ketika aku mengatakan putus asa, itu bukan apa yang engkau maksud dengan kata putus asa. Maksudku hanyalah tidak adanya harapan dalam diriku. Harapan tidak ada. Aku tidak mengatakan bahwa aku putus asa dan sedih. Aku senang sebenarnya, aku sangat tenang, teduh dan tentram dan terpusat. Putus asa, tetapi dalam arti yang sama sekali baru. Tidak ada harapan, jadi bagaimana mungkin ada keputusasaan disana. Keduanya telah menghilang.

Keputusasaan itu mutlak dan total. Harapan telah menghilang dan dengan itu lawannya, keputusasaan, juga menghilang. Itu benar-benar pengalaman baru, berada tanpa harapan. Itu bukan keadaan negatif. Aku harus menggunakan kata-kata, tetapi itu bukan keadaan yang negatif. Benar-benar positif. Bukan hanya ketidakhadiran, satu kehadiran terasa. Sesuatu meluap dalam diriku, membanjiriku.

Dan ketika aku mengatakan aku tidak berdaya, aku tidak bermaksud mengatakannya dengan arti dalam kamus. Aku hanya mengatakan bahwa aku tanpa diri. Itulah yang kumaksud ketika aku mengatakan tidak berdaya. Aku telah menyadari kenyataan bahwa aku tidak ada, jadi aku tidak bisa bergantung pada diriku sendiri, jadi aku tidak bisa berdiri diatas tanahku sendiri, tidak ada tanah dibawahnya. Aku berada didalam jurang. Jurang yang tak berdasar. Tetapi tidak ada rasa takut karena tidak ada sesuatupun yang perlu dilindungi.

Tidak ada rasa takut karena tidak ada sesuatupun yang perlu ditakuti.

Tujuh hari itu adalah perubahan yang luar biasa, perubahan total. Dan dihari terakhir kehadiran energi yang sama sekali baru, satu cahaya baru dan kegembiraan baru, menjadi sangat kuat sehingga hampir tak tertahankan, seolah-olah aku meledak, seolah-olah aku menjadi gila dengan kebahagiaan. Generasi baru di Barat memiliki kata yang tepat untuk itu, aku bahagia, mabuk.

Tidak mungkin untuk membuat apapun darinya menjadi masuk akal, apa yang terjadi saat itu. Itu adalah dunia yang sangat tidak masuk akal, sulit untuk memahami, sulit untuk digolongkan dalam kategori, sulit untuk menggunakan kata-kata, bahasa, penjelasan. Semua kitab suci tampak mati dan semua kata yang telah digunakan untuk pengalaman ini tampak sangat pucat, kekurangan darah.

Ini sangat hidup. Ia seperti gelombang pasang dari kebahagiaan.

Sepanjang hari itu aneh, menakjubkan, dan itu adalah pengalaman yang mengguncangkan. Masa lalu menghilang, seolah-olah itu tidak pernah menjadi milikku, seolah-olah aku telah membacanya disuatu tempat, seolah-olah aku telah memimpikannya, seolah-olah itu adalah kisah orang lain yang telah kudengar dan seseorang telah menceritakannya kepadaku. Aku menjadi lepas dari masa laluku, aku dicabut dari sejarahku, aku kehilangan autobiografiku. Aku menjadi tanpa keberadaan, yang disebut Buddha sebagai anatta (tanpa aku/diri). Batas-batas menghilang, perbedaan menghilang.

Pikiran menghilang, ia berada jutaan kilometer jauhnya. Sulit untuk menangkapnya, ia bergegas semakin jauh dan semakin jauh, dan tidak ada dorongan untuk membuatnya tetap dekat. Aku hanya tidak peduli dengan semua itu. Tidak apa-apa. Tidak ada keinginan untuk terus menerus tinggal dengan masa lalu.

Menjelang sore, menjadi begitu sulit untuk menahannya, itu melukai, itu menyakitkan. Hal itu seperti ketika seorang wanita dalam proses persalinan ketika seorang anak akan dilahirkan, dan wanita itu menderita rasa sakit yang luar biasa, rasa sakit saat melahirkan.

Aku biasanya tidur pada hari-hari itu sekitar jam dua belas atau jam satu dimalam hari, tetapi hari itu tidak mungkin untuk tetap terjaga. Mataku tertutup, sulit untuk membuatnya tetap terbuka. Sesuatu akan segera terjadi, sesuatu akan terjadi. Sulit untuk mengatakan apa itu, mungkin itu akan menjadi kematianku, tetapi tidak ada rasa takut. Aku sudah siap untuk itu. Tujuh hari itu begitu indah sehingga aku siap untuk mati, tidak ada lagi yang dibutuhkan. Hari-hari itu begitu luar biasa bahagia, aku sangat puas, bahwa jika kematian akan datang, ia akan disambut.

Tetapi sesuatu akan terjadi, sesuatu seperti kematian, sesuatu yang sangat drastis, sesuatu yang akan menjadi entah kematian atau kelahiran baru, penyaliban atau kebangkitan, tetapi sesuatu yang sangat penting ada begitu dekat. Dan mustahil untuk tetap membuka mata. Aku seperti dibius.

Aku pergi tidur sekitar jam delapan. Itu tidak seperti tidur. Sekarang aku bisa mengerti apa yang dimaksud Patanjali ketika dia mengatakan bahwa tidur dan samadhi itu serupa. Hanya dengan satu perbedaan, bahwa dalam samadhi engkau sepenuhnya terjaga dan juga tertidur.

Tidur dan bangun bersamaan, seluruh tubuh rileks, setiap sel tubuh benar-benar rileks, semua berfungsi dengan rileks, namun cahaya kesadaran membakar didalam dirimu, bersih, tanpa asap. Engkau tetap waspada namun santai, kendur tetapi sepenuhnya terjaga.
Tubuh berada dalam tidur terdalam yang mungkin dan kesadaranmu berada pada puncaknya.

Puncak dari kesadaran dan lembah dari tubuh bertemu.
Aku pergi tidur. Itu adalah tidur yang sangat aneh. Tubuh tertidur, aku sadar. Itu sangat aneh, seolah-olah seseorang terbelah menjadi dua arah, dua dimensi, seolah-olah polaritas telah menjadi benar-benar terfokus, seolah-olah aku adalah kedua polaritas bersamaan, yang positif dan negatif bertemu, tidur dan kesadaran bertemu, kematian dan kehidupan bertemu. Itulah saat ketika engkau bisa mengatakan ‘pencipta dan ciptaan bertemu'.

Itu aneh. Untuk pertama kalinya itu mengejutkanmu sampai keakar-akarnya, itu mengguncang pondasimu. Engkau tidak akan pernah bisa sama setelah pengalaman itu, itu membawa visi baru dalam hidupmu, kualitas baru.

Sekitar jam dua belas mataku tiba-tiba terbuka, aku tidak membukanya. Tidur itu terhenti oleh sesuatu yang lain. Aku merasakan kehadiran yang luar biasa disekitarku didalam ruangan. Itu ruangan yang sangat kecil. Aku merasakan kehidupan yang berdenyut-denyut disekitarku, getaran yang hebat, hampir seperti badai, badai besar dari cahaya, kegembiraan, suka cita. Aku tenggelam didalamnya.

Hal itu begitu nyata sehingga segala sesuatunya menjadi tidak nyata. Dinding ruangan menjadi tidak nyata, rumah menjadi tidak nyata, tubuhku sendiri menjadi tidak nyata.
Semuanya tidak nyata karena sekarang untuk pertama kalinya ada kenyataan.

Itulah sebabnya ketika Buddha dan Shankara berkata bahwa dunia itu maya, fatamorgana, sulit bagi kita untuk mengerti. Karena kita hanya mengenal dunia ini, kita tidak memiliki perbandingan apapun. Inilah satu-satunya kenyataan yang kita tahu. Apa yang orang-orang ini bicarakan, ini adalah maya, ilusi? Inilah satu-satunya kenyataan. Kecuali jika engkau mengetahui yang sebenarnya, kata-kata mereka tidak bisa dipahami, kata-kata mereka tetap teoretis.

Mereka terlihat seperti hipotesis. Mungkin orang ini mengemukakan satu filosofi 'Dunia itu tidak nyata'.
Ketika Berkley di Barat mengatakan bahwa dunia ini tidak nyata, ia berjalan dengan salah seorang temannya, seorang yang sangat logis, teman itu hampir seorang yang skeptis. Dia mengambil batu dari jalan dan memukul kaki Berkley dengan keras. Berkley menjerit, darah mengalir keluar, dan orang yang skeptis ini berkata, "Sekarang, dunia ini tidak nyata? Engkau bilang dunia ini tidak nyata? Lalu mengapa engkau berteriak? Batu ini tidak nyata? Lalu mengapa engkau berteriak? Lalu mengapa engkau memegang kakimu dan mengapa engkau menunjukkan begitu banyak rasa sakit dan kesedihan diwajahmu. Hentikan ini! Itu semua tidak nyata".

Sekarang tipe orang seperti ini tidak bisa mengerti apa yang dimaksud Buddha ketika dia berkata bahwa dunia adalah fatamorgana. Maksudnya itu bukan bahwa engkau bisa melewati tembok. Dia tidak mengatakan ini, bahwa engkau bisa makan batu dan tidak ada bedanya apakah engkau makan roti atau batu. Dia tidak mengatakan itu.
Dia mengatakan bahwa disana ada kenyataan. Begitu engkau mengetahuinya, yang disebut kenyataan ini menghilang begitu saja, hanya menjadi tidak nyata. Dengan realitas yang lebih tinggi dalam penglihatan, perbandingannya muncul, bukan sebaliknya.

Didalam mimpi, mimpi itu nyata. Engkau bermimpi setiap malam. Mimpi adalah salah satu kegiatan terbesar yang terus engkau lakukan. Jika engkau hidup enam puluh tahun, dua puluh tahun engkau akan tidur dan hampir sepuluh tahun engkau akan bermimpi. Sepuluh tahun dalam hidup, tidak ada hal lain yang engkau lakukan begitu banyak. Sepuluh tahun bermimpi terus menerus, pikirkan saja itu. Dan setiap malam, dan setiap pagi engkau mengatakan itu tidak nyata, dan lagi dimalam hari ketika engkau bermimpi, mimpi menjadi nyata.

Dalam mimpi sangat sulit untuk mengingat bahwa ini adalah mimpi. Tetapi dipagi hari, itu sangat mudah. Apa yang terjadi? Engkau adalah orang yang sama. Dalam mimpi hanya ada satu kenyataan. Bagaimana cara membandingkannya? Bagaimana cara mengatakan bahwa mimpi itu tidak nyata? Dibandingkan dengan apa? Itu adalah satu-satunya kenyataan. Semuanya sama tidak nyatanya seperti yang lainnya sehingga tidak ada perbandingan. Dipagi hari ketika engkau membuka mata, kenyataan lain ada disana.

Sekarang engkau bisa mengatakan itu semua tidak nyata. Dibandingkan dengan kenyataan ini, mimpi menjadi tidak nyata.
Saat kebangkitan/pencerahan, dibandingkan dengan kenyataan dari pencerahan, seluruh realitas ini menjadi tidak nyata.

Malam itu untuk pertama kalinya aku mengerti arti kata maya. Bukan berarti aku belum mengenal kata itu sebelumnya, bukan berarti aku tidak menyadari arti kata itu. Sama seperti engkau sadari, aku juga menyadari artinya, tetapi aku belum pernah memahaminya sebelumnya. Bagaimana engkau bisa mengerti tanpa pengalaman?

Malam itu kenyataan lain membuka pintunya, dimensi lain menjadi tersedia.

Tiba-tiba ia ada di sana, realitas lain, realitas terpisah, benar-benar nyata, atau bagaimanapun engkau menyebutnya, sebut itu Tuhan, sebut itu kebenaran, sebut itu dhamma, sebut itu tao, atau apapun yang engkau mau. Ia tanpa nama. Tapi ia ada di sana, begitu kabur, begitu transparan, namun begitu padat orang bisa menyentuhnya. Ia hampir mencekikku di ruangan itu. Ia terlalu banyak dan aku belum mampu menyerapnya.

Desakan mendalam muncul didalam diriku untuk bergegas keluar dari ruangan, untuk pergi kebawah langit, ia begitu mencekik bagiku. Ia terlalu banyak! Ia akan membunuhku! Jika aku tetap disana beberapa saat lagi, ia akan mencekikku, kelihatannya seperti itu.
Aku bergegas keluar dari kamar, keluar dijalan. Desakan besar ada disana untuk hanya berada dibawah langit dengan bintang-bintang, dengan pohon-pohon, dengan bumi, untuk bersama dengan alam.

Dan segera setelah aku keluar, perasaan tercekik itu menghilang. Kamarku terlalu kecil untuk fenomena sebesar itu. Bahkan langit adalah tempat yang kecil untuk fenomena besar itu. Itu lebih besar dari langit. Bahkan langit bukanlah batas untuknya. Tapi kemudian aku merasa lebih nyaman.

Aku berjalan menuju taman terdekat. Itu adalah jalan yang sama sekali baru, seolah gravitasi telah menghilang. Aku berjalan, atau berlari, atau hanya terbang, sulit untuk memutuskan. Tidak ada gravitasi, aku merasa ringan, seolah-olah ada energi yang membawaku. Aku berada ditangan dari energi lain.

Untuk pertama kalinya aku tidak sendirian, untuk pertama kalinya aku tidak lagi seorang individu, untuk pertama kalinya tetesan itu telah sampai dan jatuh kelaut. Sekarang seluruh lautan adalah milikku, aku adalah lautan. Tidak ada batasan. Kekuatan yang luar biasa muncul seolah-olah aku bisa melakukan apa saja. Aku tidak ada disana, hanya kekuatan itu yang ada disana.

Aku sampai ditaman tempat aku biasa pergi setiap hari. Taman itu ditutup, ditutup untuk malam itu. Saat itu sudah terlalu malam, sudah hampir jam satu malam. Para tukang kebun tertidur lelap. Aku harus memasuki kebun seperti seorang pencuri, aku harus memanjat gerbang. Tapi ada sesuatu yang menarikku kedalam taman. Itu tidak dalam kemampuanku untuk mencegah diriku sendiri. Aku hanya mengambang.

Itulah yang aku maksud ketika aku berkata berulang-ulang 'mengapung dengan sungai, jangan mendorong sungai.' Aku santai, aku dalam pelepasan. Aku tidak ada di sana. Itu ada disana, sebut saja Tuhan, Tuhan ada disana.

Aku ingin menyebutnya itu, karena Tuhan adalah kata yang terlalu manusiawi, dan telah menjadi terlalu kotor karena terlalu banyak digunakan, telah menjadi terlalu tercemar oleh begitu banyak orang. Orang-orang Kristen, Hindu, muslim, pendeta dan politisi, mereka semua telah merusak keindahan kata itu. Jadi izinkanlah aku menyebutnya dengan itu. Itu ada disana dan aku hanya terbawa. Terbawa oleh gelombang pasang.

Pada saat aku memasuki taman segala sesuatunya menjadi bercahaya, semuanya, dimana-mana – rahmat, berkat. Aku bisa melihat pepohonan untuk pertama kalinya, hijau mereka, hidup mereka, getahnya mereka sendiri yang sedang mengalir. Seluruh taman tertidur, pepohonan tertidur. Tapi aku bisa melihat seluruh taman hidup, bahkan rerumputan kecilpun begitu indah.

Aku melihat kesekeliling. Satu pohon sangat bercahaya, pohon tanjung. Ia menarikku, ia menarikku kearah dirinya sendiri. Aku tidak memilihnya, Tuhan sendiri yang memilihnya. Aku pergi kepohon itu, aku duduk dibawah pohon itu. Ketika aku duduk disana, segalanya mulai mereda. Seluruh alam semesta menjadi sebuah rahmat.

Sulit untuk mengatakan berapa lama aku berada dalam kondisi itu. Ketika aku kembali kerumah, sudah jam empat pagi, jadi aku pasti sudah ada disana setidaknya tiga jam, tapi itu tak terbatas. Itu tidak ada hubungannya dengan waktu jam. Itu tanpa waktu.

Tiga jam itu menjadi seluruh keabadian, keabadian tanpa akhir. Tidak ada waktu, tidak ada perjalanan waktu, itu adalah realitas murni, tidak rusak, tidak tersentuh, tidak terukur.

Dan dihari itu sesuatu terjadi yang terus berlanjut, bukan sebagai kontinuitas, tetapi masih berlanjut sebagai arus bawah. Bukan sebagai hal yang permanen, setiap saat ia telah terjadi berulang-ulang. Itu telah menjadi mukjizat setiap saat.

-Osho

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Yoga-Kundalini Upanishad Bab III

1. Melana-Mantra: Hrim, Bham, Sam, Pam, Pham, Sam, Ksham. Kelahiran teratai (Brahma) berkata: “O Shankara, (di antara) bulan baru (hari pert...