Salah satu pesan indah Upanishad berbunyi seperti ini: “lama sekali saya tersesat dalam pencarian. Saya menemukan kembali diri saya dalam pelayanan. Tatkala pelayanan dilakukan secara mendalam, ternyata yang melayani dan yang dilayani sama”.
Ia yang mata spiritualnya terbuka mengerti, ada banyak sekali jiwa-jiwa yang tersesat di alam ini. Angka bunuh diri yang menaik di mana-mana, korban narkoba yang grafiknya menanjak, korupsi yang tidak mengenal henti adalah sebagian kecil tanda banyaknya jiwa-jiwa yang tersesat.
Berbeda dengan jiwa-jiwa yang tersesat yang lapar begini serta haus begitu, jiwa-jiwa yang melangkah pulang tidak saja rasa lapar dan hausnya berkurang, tapi juga menemukan keindahan dalam pelayanan. Dari pelayanan yang berskala besar seperti Bunda Teresa sampai dengan pelayanan kecil seperti ibu yang merawat anak-anak di rumah.
Bagi manusia yang lapar, pelayanan itu menyakitkan. Tidak saja waktu, tenaga, uang dan barang yang menghilang, sering kali harus mengalami hujan cacian. Namun bagi jiwa-jiwa yang melangkah pulang, pelayanan itu sejenis sumber air kedamaian yang tidak pernah kering. Sebagaimana dialami oleh jiwa-jiwa bercahaya seperti Bunda Teresa, Mahatma Gandhi dan Nelson Mandela, di permukaan pelayanan sepertinya penuh dengan beban. Tapi di kedalaman yang dalam, pelayanan membuat banyak manusia merawat taman di dalam hingga indah menawan.
Awalnya ego dan keakuan mengecil. Perasaan lebih penting, lebih tinggi, lebih pintar yang menjadi penghalang penting perjalanan spiritual, pelan perlahan dikikis habis oleh ketekunan pelayanan. Ada rasa sakit tentu saja akibat keakuan dan ego ditampar oleh cacian dan makian orang.
Ketekunan dan ketulusan kemudian membuat tubuh emosi di dalam jadi tahan banting oleh cacian dan makian. Anehnya, saat ego dan keakuan melemah, jembatan keterhubungan menjadi semakin kuat. Tandanya, seseorang melihat dirinya di mana-mana. Dalam bahasa yang sederhana namun mendalam: “Anda melihat bunga Anda di mata semua orang”. Jangankan di mata anak-anak yang polos, bahkan di mata musuh yang mencaci pun seseorang melihat bunga. Mirip dengan apa yang dilakukan cahaya matahari panas pada bunga yang siap mekar, cacian musuh juga membuat jiwa di dalam mekar indah menawan.
Di jalan bakti (devotion), pencapaian ini disebut kebersatuan. Simbol angkanya satu. Di jalan pengetahuan (jhnana), pencapaian ini disebut kebebasan. Simbol angkanya nol (kosong). Diantara kedua angka satu dan nol inilah ada tirtha (air suci) yang memercik yakni tirtha kedamaian.
-Gede Prama, Menemukan Tirtha di Dalam Diri
Tidak ada komentar:
Posting Komentar