Senin, 24 Desember 2018

BURUNG KEDAMAIAN

Seorang ibu yang suaminya baru wafat cerita di kelas meditasi. Tiap kali ia masuk kamar di siang hari, selalu saja datang burung mengetuk jendela kamar. Heran dengan kejadian yang berulang-ulang ini, ia kemudian bertanya: “apa pesan di balik ini?”. Dengan tersenyum ada yang menjawab: “burung adalah malaikat sukacita yang ada di sini untuk mengingatkan semua kalau kehidupan adalah nyanyian sukacita”

Diri yang beku

Sedihnya, teramat sedikit ada mahluk di alam ini yang mengerti kehidupan sebagai nyanyian sukacita. Salah satu sebabnya, terlalu banyak manusia yang hidup dalam diri yang kaku dan beku. Coba lihat ke dalam saat Anda mengalami penderitaan seperti ditinggal suami atau disakiti musuh. Di dalam ada yang menolak dan melawan. Ia mirip dengan salju yang beku dan kaku.

Inilah diri kaku yang menghalangi banyak jiwa untuk melihat Tuhan sebagai cinta kasih. Ini juga akar dari banyak sekali penderitaan. Dan praktik meditasi hadir seperti sinar matahari yang menyinari salju yang kaku beku. Sederhananya, kapan saja penderitaan dan kesedihan berkunjung, belajar hadir di tengah penderitaan, dekap kesedihan seperti mendekap bayi menangis. Pengertian hadir adalah hadir secara penuh dan utuh. Penderitaan tidak ditendang, rasa sedih juga tidak dibuang. Hanya hadir di sana apa adanya. Rasa sedih, luka jiwa hanya didekap tanpa penghakiman sama sekali. Dalam bahasa meditasi, semuanya dipeluk apa adanya.

Diri yang mengalir Ezra Bayda memperkenalkan pendekatan tiga nafas. Kapan saja kesedihan dan penderitaan berkunjung, belajar untuk hadir secara utuh dan penuh di tengah ruang kesedihan di dalam, sekurang-kurangnya sejumlah tiga tarikan dan hembusan nafas. Tarik nafas, rasakan kesedihan tanpa penghakiman. Hembuskan nafas, rasakan kesedihan tanpa penghakiman.

Orang biasa cenderung lari dari kesedihan. Sebagian orang bahkan dibawa lari oleh penderitaan sehingga melakukan hal berbahaya seperti bunuh diri. Meditasi lain lagi, kesedihan didatangi, penderitaan didekap. Ia mirip dengan seorang ibu yang mendekap putra tunggalnya yang sedang menangis.

Dengan cara ini, diri yang kaku beku disinari cahaya matahari kesadaran. Sebagai hasilnya, lahir diri yang baru yakni diri yang mengalir. Inilah diri yang menanam bibit-bibit kesembuhan dan kedamaian di dalam. Ini juga diri yang membimbing pulang ke rumah jiwa yang indah. Diri sejati bernama kesadaran Penjelasan transformasi dari diri yang kaku menuju diri yang mengalir kelihatannya mudah. Tapi pelaksanaannya jauh dari mudah. Bahkan latihan selama dua puluh tahun pun belum tentu bisa melakukannya. Cuman, tidak ada pilihan lain terkecuali melanjutkan pertumbuhan spiritual.

Kelompok spiritual di bawah garis Guru Thich Nhat Hanh adalah kumpulan manusia yang tekun dan tulus sekali melatih diri. Kapan saja berbicara dengan kelompok ini, tiba-tiba akan ada bunyi bel yang meminta kita untuk jeda dan hening sebentar. Kemudian hadir secara penuh dan utuh di saat ini tanpa penghakiman.

Ketekunan untuk berlatih meditasi seperti ini selama bertahun-tahun, bisa membuat seseorang melahirkan diri yang baru, yakni diri yang bernama kesadaran. Kesedihan datang sadari. Kesenangan datang sadari. Di tingkat diri seperti ini, berlaku pendapat sederhana tapi mendalam: “pada akhirnya, tidak ada beda antara suara tetangga yang mencaci dengan burung yang bernyanyi”. Keduanya adalah nyanyian burung kedamaian yang sama.

-Gede Prama, Menemukan Tirtha di Dalam Diri

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Yoga-Kundalini Upanishad Bab III

1. Melana-Mantra: Hrim, Bham, Sam, Pam, Pham, Sam, Ksham. Kelahiran teratai (Brahma) berkata: “O Shankara, (di antara) bulan baru (hari pert...