Rabu, 05 April 2017

BUNGA TAKKAN MEKAR DIMUSIM GUGUR

Kita bagaikan mangkok yang mengambang dipermukaan air. Bagaimana dan kemana mangkok pergi tidak ditentukan mangkok, tetapi oleh air.

Sampai disini seseorang berkata, “Secara umum ungkapan itu dapat diterima, maka sejumlah orang akan menyadari bahwa mereka berada diatas air sementara yang lainnya tidak.”

Tidak diragukan bahwa seluruh mangkok mengambang diatas air kekuatan dan kehendak Illahi, tetapi akan tidak sopan menganggap Tuhan sebagai sumber segala sesuatu, disebutkan dengan sebutan yang vulgar. Misalnya menyebut Dia pencipta tahi sapi dan kentut. Dia lebih tepat untuk disebut sebagai Pencipta Surga atau Pencipta Intelek. Maka pasti ada alasan untuk setiap bagian-bagian yang terpisah ini meskipun secara umum dapat diterima. Karena perincian sesuatu merupakan penunjukkan atas keterpilihannya. Pada pokoknya, mangkok mengambang diatas air. Air salah membawa sebuah mangkok sedemikian rupa hingga semua mangkok lain melihat padanya. Mangkok yang lain dibawa oleh air dengan cara dan jalan yang berbeda dengan mangkok yang pertama, hingga secara instingtif mereka pergi darinya karena merasa malu. Mereka terinspirasi untuk kabur dari air dan merasa tidak mungkin untuk melakukan hal yang serupa. Mereka berkata, “Ya Tuhan, besarkanlah jarak diantara kami!” Terhadap yang pertama berkata, “Ya Tuhan” bawa kami semakin dekat padanya!”


Sekarang, orang melihat hal ini secara umum dapat diterima akan berkata bahwa, penaklukan keduanya oleh air sama saja. Dengan ungkapan lain, kedua kelompok mangkok itu sama-sama ditaklukkan oleh air, dan berada dibawah kendali air. Untuk menjawab hal ini, orang dapat berkata, “Apabila engkau melihat betapa agung dan indahnya mangkok itu berputar dan bergerak diatas air, engkau tidak akan lagi memperhatikan ungkapan yang mengatakan bahwa, hal tersebut secara umum dapat diterima.”

Sama halnya dengan sepasang kekasih yang memiliki kesamaan dalam perilaku yang buruk, tapi pernahkah terpikir oleh seorang kekasih bahwa orang yang dicintainya memiliki perilaku buruk, sedangkan pendapatnya itu berdasarkan pada pemahaman umum, misalnya karena keduanya merupakan makhluk material yang fana, keduanya merupakan entitas, yang menempati ruang dan keduanya akan mengalami kehancuran atau berdasarkan karakteristik lain yang secara umum dapat diterima? Hal semacam itu tidak akan pernah dipikirkan olehnya. Dia tentu tidak akan berlaku sopan pada seseorang yang mengingatkannya pada asumsi yang “secara umum dapat diterima” tersebut, dia akan menganggap orang itu sebagai setan jahat yang muncul. Maka, sejak engkau memiliki hal itu untuk menghargai sesuatu dari suatu sudut pandang yang umum, berarti engkau tidak akan mampu untuk melihat keindahan secara particular, maka tidak pantas untuk bertengkar denganmu karena pertengkaran telah tercampur dengan keindahan, dan memperlihatkan keindahan kepada orang yang tidak layak atasnya merupakan suatu kesalahan. “Jangan beritahukan hikmah kepada yang tidak layak, mungkin engkau akan menyalahkan hal itu, jangan tahan itu kepada yang layak mungkin engkau berbuat salah pada mereka.”

Pengetahuan ini memang suatu spekulasi, bukan pertengkaran. Mawar, pohon dan buah-buahan tidak berbunga dimusim gugur, karena hal itu akan menimbulkan perselisihan, yakni itu akan jadi pertentangan dengan “lawan” musim gugur dan memang bukan sifat mawar muncul untuk menentang musim gugur. Apabila matahari telah melakukan pekerjaannya, mawar akan mekar berbunga didalam cuaca sedang dan hangat, jika tidak, mawar itu akan kembali kedalam tanah dan kembali keakar. Bisa jadi musim gugur akan berkata kepadanya, “Apabila engkau bukan ranting yang kering, apabila engkau laki-laki sejati, keluar dan hadapi aku!” Tetapi mawar menjawab, “Sebelum engkau muncul, aku adalah satu ranting kering dan seorang pengecut. Katakan, apa yang engkau inginkan.”

-Rumi

Selasa, 04 April 2017

HAL SEDERHANA KADANG SUSAH DIPAHAMI

Seseorang datang kepada Sayyid Burhanuddin Muhaqqiq dan berkata : “Aku telah mendengar pujian mengenai dirimu dari seseorang”.

“Biarlah aku tahu,” Sayyid menjawab,” orang seperti apa dirinya. Apakah dia telah mencapai derajat sedemikian rupa sehingga bisa mengetahui dan memujiku. Apabila dia mengetahui diriku atas apa yang telah kukatakan maka sesungguhnya dia tidak mengetahuiku karena perkataan tidaklah tetap (sementara), bebunyian sementara, bibir dan mulutpun sementara. Semua itu kebetulan. Apabila dia mengetahui atas apa yang aku lakukan, kejadiannya juga akan sama saja. Namun jika dia memahami inti diriku, dan kemudian aku tahu bahwa dia mampu memujiku, maka pujian tersebut memang menjadi hakku.”


Ini seperti cerita yang mereka ceritakan tentang seorang raja yang mempercayakan putranya kepada sekelompok manusia terlatih. Si anak tetap bertahan hingga mereka telah mengajarinya seluruh ilmu astronomi, geometri, dan ilmu pengetahuan lain, meskipun si anak sungguh-sungguh bodoh dan bebal. Suatu hari raja mengambil dan menggenggam cincin dalam kepalan tangannya, untuk menguji anaknya. Raja berkata : “Ayo, katakan padaku benda yang aku genggam didalam kepalanku!”

“Yang Engkau genggam.” Anak itu menjawab,” adalah benda bulat, kuning, dan memiliki lubang di tengahnya.”

“Karena engkau mampu menjelaskannya dengan benar,” kata raja,”katakan padaku benda apa ini sebenarnya!”

“Pasti itu sebuah batu gerinda,” jawab sang anak.

“Kau telah memberikan ciri-cirinya demikian tepat dengan pikiran yang amat mengejutkan! Dengan seluruh pendidikan dan pengetahuan yang telah engkau peroleh, bagaimana mungkin keluar dari pikiranmu batu gerinda yang tidak dapat digenggam oleh sebelah tangan?”

Maka, seperti itulah sekarang orang terpelajar pada zaman kita, dengan ajaib memahami ilmu pengetahuan. Mereka telah sempurna belajar memahami seluruh hal asing yang bukan merupakan perhatian mereka. Yang benar-benar penting dan terkait dari semua hal tersebut adalah dirinya sendiri. Tetapi betapa orang-orang terpelajar tidak mengetahuinya. Mereka melulu menghabiskan waktunya pada penilaian kehalalan dan keharaman segala sesuatu, dan berkata : “Ini dihalalkan dan ini tidak,” atau “Ini disyahkan hukum, dan ini tidak. Meski demikian, kebundaran, kekuningan dan kebulatan dari cincin raja adalah kebetulan, karena apabila engkau melemparkannya kedalam api tidak satu pun dari seluruh hal itu tersisa. Dia menjadi inti sarinya, terbebas dari semua ciri-ciri itu. Seluruh ilmu pengetahuan, amal, dan perkataan mereka letakkan didepan, semuanya tidak memiliki hubungan dengan intisari bendanya, yang akan tetap ada ketika seluruh sifat fisiknya sirna. Seperti halnya seluruh sifat dari yang mereka katakan dan mereka uraikan. Pada akhirnya mereka akan membuat penilaian bahwa sang raja memegang batu gerinda pada kepalan tangannya, karena mereka tidak mengetahui inti yang utama dari suatu benda.

Aku adalah burung, seekor Bulbul, atau seekor Nuri, karena suaraku telah ditetapkan dan tidak dapat membuat suara lain apa pun. Jika aku diminta untuk menghasilkan bunyi lain yang berbeda, aku tidak akan mampu. Sebaliknya, terhadap hal ini adalah contoh seseorang yang belajar meniru suara burung. Dia bukan burung sama sekali. Kenyatannya, dia adalah musuh burung, seorang pemburu, tetapi dia mampu membuat burung menyahut karena menganggap suara itu sebagai suara burung. Karena bunyi yang dia buat dikira-kira dan dan tidak pantas jadi miliknya, apabila diminta, dia mampu membuat bunyi berbeda. Dia mampu membuat sahutan berbeda karena dia telah belajar “mencuri barang orang dan menunjukkan kepadamu secarik linen lain dari setiap rumah”.

-Rumi

Dalam “Burung Berkicau”, Anthony De Mello SJ, diceritakan tentang Nasrudin penjual telur yang tidak bisa mengenali telur.

Nasruddin mencari nafkah dengan menjual telur. Seseorang datang di warungnya dan berkata: 'Coba terka apa yang kugenggam ini?'
'Sebutkan ciri-cirinya!' kata Nasruddin.
'Baik! Bentuknya sama seperti telur, ukurannya sebesar telur. Kelihatannya seperti telur, rasanya seperti telur dan baunya seperti telur. Isinya berwarna kuning dan putih, cair sebelum direbus dan menjadi kental bila dimasak. Dan asalnya dari ayam betina ...'
'Nah, aku tahu!' kata Nasruddin. 'Pasti semacam kue!'
Seorang ahli mempunyai keistimewaan ini: tidak menyadari yang sudah jelas. Imam Agung punya keistimewaan: tidak menyadari kedatangan Mesias.

-Burung Berkicau, Anthony de Mello SJ




BEDA TUJUAN

Selain makanan yang dimakan untuk mempertahankan hidup secara fisik, ada juga makanan lain yang kita butuhkan. Didunia ini kita telah melupakan makanan lain itu dan menyibukkan diri kita dengan makanan dari dunia fisik. Siang dan malam kita menyediakan makanan untuk tubuh.

Tubuh ini ibarat kuda kita dan dunia adalah pelayannya. Makanan kuda tidak sesuai untuk pengendaranya, seekor kuda mempertahankan dirinya menurut kelazimannya sendiri. Karena kita telah diliputi sifat kebinatangan, kita tetap di atas pelana dengan kuda dan tidak memiliki tempat di antara jajaran para raja dan pangeran dari dunia tempat hati kita berada. Karena tubuh menguasai kita, maka kita harus mematuhi perintah tubuh. Kita menjadi tawanan bagi tubuh.


Seperti majnun ketika dia memutuskan berangkat ke tempat Layla. Ketika dia masih dalam keadaan sadar, dia mengendarai unta pada jalan yang benar. Tetapi sekali terserap kedalam Layla, dia melupakan dirinya. Unta yang ditunggangginya memiliki anak yang ditinggalkan di desa, suatu ketika berjalan ke arah desa untuk menumi anaknya. Ketika Majnun sadar, dia tahu bahwa dirinya pergi menuju jalan yang salah selama dua hari. Kemudian begitu seterusnya, dia mondar-mandir selama tiga bulan, hingga akhirnya dia menangis, “Unta ini adalah kutukan bagiku!” Demikianlah diceritakan, dia meloncat dari unta dan membiarkan dirinya berangkat sendirian.

Hasrat untaku berada dibelakangku;

Sedangkan hasrat diriku sendiri berada didepan;

Sungguh dia dan aku amatlah bertentangan.


-Rumi

Yoga-Kundalini Upanishad Bab III

1. Melana-Mantra: Hrim, Bham, Sam, Pam, Pham, Sam, Ksham. Kelahiran teratai (Brahma) berkata: “O Shankara, (di antara) bulan baru (hari pert...