Minggu, 29 Desember 2019

KEKECEWAAN ORANG TUA KEPADA ANAK

Pertanyaan:
Osho, orang tuaku begitu kecewa kepadaku, mereka khawatir sepanjang waktu. Mereka telah membuat keberadaanku disini menjadi mungkin, jadi bagaimana aku bisa berpaling dari mereka? Apakah hutangku kepada orang tuaku?

Jawaban OSHO:

Prem Shunya, MASALAH dengan suatu keluarga adalah bahwa anak-anak tumbuh keluar dari masa kecil mereka, tapi orang tua tidak pernah tumbuh keluar dari ‘menjadi orang tua’! Orang bahkan belum belajar bahwa menjadi orang tua bukanlah sesuatu yang harus engkau pegang erat selamanya. Ketika anak telah menjadi orang dewasa, maka fungsimu sebagai orang tua telah selesai. Dulu anak membutuhkannya, ia tidak berdaya. Ia dulu membutuhkan ibu, ayah, perlindungan mereka, tapi ketika anak itu bisa berdiri sendiri, orang tua harus belajar bagaimana untuk menarik diri dari kehidupan si anak. Dan karena orang tua tidak pernah bisa menarik diri dari kehidupan si anak, mereka tetap menjadi kecemasan yang terus menerus bagi diri mereka sendiri DAN juga bagi anak-anak. Mereka menghancurkan, mereka menciptakan rasa bersalah, mereka tidak membantu setelah melampaui batas tertentu.

Untuk menjadi orang tua adalah satu seni yang hebat. Untuk melahirkan anak bukanlah apa-apa, hewan manapun bisa melakukannya, itu adalah proses yang alami, biologis, dan naluriah. Untuk melahirkan seorang anak bukanlah sesuatu yang hebat, itu bukan hal yang istimewa, itu sangat biasa. Tapi untuk menjadi orang tua adalah sesuatu yang luar biasa, sangat sedikit orang yang benar-benar mampu untuk menjadi orang tua.

Dan kriterianya adalah bahwa orang tua sejati akan memberikan kebebasan. Mereka tidak akan memaksakan diri mereka sendiri pada si anak, mereka tidak akan mengganggu ruang miliknya. Dari sejak awalnya usaha mereka adalah untuk membantu anak itu menjadi dirinya sendiri. Mereka harus mendukung, mereka harus memperkuat, mereka harus menyuburkan, tapi tidak memaksakan gagasan mereka, tidak memberikan ‘yang seharusnya’ dan ‘yang tidak seharusnya’. Mereka ada bukan untuk menciptakan budak.

Tapi itulah yang terus dilakukan orang tua di seluruh dunia: seluruh usaha mereka adalah untuk memenuhi ambisi mereka melalui anak tersebut. Tentu tidak akan ada seorangpun yang pernah bisa untuk memenuhi ambisinya, jadi setiap orang tua berada dalam kekacauan. Dia tahu kematian sedang datang mendekat setiap hari, dia bisa merasakan kematiannya sedang bertumbuh lebih besar dan semakin besar dan hidupnya sedang menyusut, dan ambisi-ambisinya masih belum terpenuhi, keinginannya masih belum terwujud.

Dia tahu bahwa dia telah gagal. Dia sangat sadar bahwa dia akan mati dengan tangan kosong, persis seperti ketika dia datang, dengan tangan hampa, dia akan pergi.

Sekarang seluruh usahanya adalah bagaimana untuk menanamkan ambisi-ambisinya ke dalam si anak. Dia akan pergi, tapi si anak akan hidup sesuai dengan keinginannya. Apa yang belum bisa dilakukannya, anak itu akan mampu melakukannya. Paling tidak melalui anak itu ia akan memenuhi mimpi-mimpi tertentu.

Hal itu tidak akan terjadi. Semua yang akan terjadi adalah si anak akan tetap tidak terpenuhi sebagai orang tua dan ia akan terus melakukan hal yang sama pada anak-anaknya. Hal ini terus dan terus berlanjut dari satu generasi ke generasi. Kita terus memberikan penyakit kita, kita terus menginfeksi anak-anak dengan gagasan kita yang belum terbukti benar dalam kehidupan kita sendiri.

Seseorang telah hidup sebagai seorang Kristen, dan hidupnya dapat menunjukkan bahwa tidak ada kebahagiaan yang telah terjadi melaluinya. Seseorang telah hidup seperti seorang Hindu dan engkau dapat melihat bahwa hidupnya adalah neraka tapi dia ingin anak-anaknya menjadi orang Hindu atau Kristen atau Islam. Betapa tidak sadarnya manusia itu!

Aku telah mendengar:
Seorang pria yang sangat sedih dan memilukan mengunjungi seorang dokter di London. Ia duduk sendiri di kursi ruang tunggu dan dengan muram mengabaikan pasien lain, dia menunggu gilirannya. Akhirnya dokter memberi isyarat kepadanya untuk masuk ke ruangan dimana setelah pemeriksaan yang teliti, pria itu tampak bahkan lebih serius, sedih dan sengsara daripada sebelumnya

"Tidak ada masalah sama sekali denganmu," dokter itu menjelaskan, "Engkau hanya depresi. Yang engkau butuhkan adalah melupakan pekerjaanmu dan kekhawatiranmu. Pergilah keluar dan tontonlah film Charlie Chaplin dan tertawalah terbahak-bahak!"

Sebuah tatapan sedih menyebar di wajah pria kecil itu. "Tapi akulah Charlie Chaplin!" katanya.

Ini adalah dunia yang sangat aneh! Engkau tidak tahu kehidupan nyata orang-orang, semua yang engkau tahu adalah topeng-topeng mereka. Engkau melihat mereka dalam gereja-gereja, engkau melihat mereka dalam klub-klub, di hotel, di diskotik, dan sepertinya semua orang bersuka cita, semua orang sedang menjalani kehidupan surgawi, kecuali engkau sendiri, tentu saja, karena engkau tahu betapa menyedihkannya engkau didalam. Dan hal yang sama terjadi pada orang lain! Mereka semua memakai topeng, menipu setiap orang, tapi bagaimana engkau bisa menipu dirimu sendiri? Engkau tahu topeng itu bukanlah wajah aslimu.

Tapi orang tua terus berpura-pura didepan anak-anak mereka, terus menipu anak-anak mereka sendiri. Mereka bahkan tidak otentik dengan anak mereka sendiri! Mereka tidak akan mengakui bahwa hidup mereka telah gagal, sebaliknya, mereka akan berpura-pura bahwa mereka telah sangat sukses. Dan mereka ingin anak-anak mereka juga hidup dengan cara yang sama seperti mereka telah menjalaninya.

Prem Shunya, engkau bertanya: ORANG TUAKU BEGITU KECEWA TERHADAPKU...

Jangan khawatir sama sekali, semua orang tua kecewa pada anak-anak mereka! Dan aku bilang semuanya, tanpa terkecuali. Bahkan orang tua dari Buddha Gautama sangat kecewa padanya, orang tua Yesus Kristus sangat kecewa kepadanya, dengan jelas. Mereka telah menjalani kehidupan tertentu, mereka adalah orang-orang Yahudi ortodoks, dan anak ini, Yesus ini, menentang banyak gagasan tradisional, konvensi. Ayah Yesus, Joseph, pastilah telah berharap bahwa sekarang dia semakin tua, putranya akan membantunya di pertukangan kayunya, di pekerjaannya, di tokonya, dan putra yang bodoh itu mulai berbicara tentang kerajaan Allah! Apakah menurutmu ia sangat senang di usia tuanya?

Ayah dari Buddha Gautama sudah sangat tua dan dia hanya memiliki satu anak laki-laki, dan itu juga dilahirkan saat dia sudah sangat tua. Sepanjang hidupnya dia telah menunggu dan berdoa dan menyembah dan melakukan semua jenis ritual keagamaan sehingga dia dapat memiliki seorang putra, karena siapa yang akan mengurusi kerajaan besarnya? Dan suatu hari putranya menghilang dari istana. Apakah menurutmu dia sangat senang? Dia begitu marah, sangat marah, dia akan telah membunuh Buddha Gautama jika dia telah menemukannya! Polisinya, detektifnya mencari di seluruh kerajaan. "Dimanakah dia sedang bersembunyi? Bawalah dia kepadaku!"

Dan Buddha mengetahuinya, bahwa dia akan ditangkap oleh pengawal ayahnya, jadi hal pertama yang dia lakukan adalah dia meninggalkan batas kerajaan ayahnya, melarikan diri ke kerajaan lain, dan selama dua belas tahun tidak ada kabar yang terdengar tentangnya.

Ketika dia menjadi tercerahkan dia kembali ke rumah untuk berbagi kegembiraannya, untuk mengatakan kepada ayahnya bahwa, "Aku telah sampai di rumah," bahwa "Aku telah menyadari," bahwa "Aku telah mengetahui yang sebenarnya, dan inilah caranya".

Tapi ayahnya begitu marah, dia bergetar dan gemetar, dia sudah tua, sangat tua. Dia berteriak kepada Buddha dan berkata, "Engkau adalah aib bagiku!" Dia melihat Buddha, berdiri disana dengan jubah pengemis dan mangkuknya, dan dia berkata, "Bagaimana engkau berani berdiri dihadapanku seperti seorang pengemis? Engkau adalah anak dari seorang kaisar, dan di keluarga kita tidak pernah ada seorang pengemis! Ayahku adalah seorang kaisar, ayahnya juga, dan selama berabad-abad kita telah menjadi kaisar! Engkau telah mempermalukan seluruh silsilah kita!"

Buddha mendengarkan selama setengah jam, dia tidak mengucapkan sepatah katapun. Ketika ayahnya kehabisan tenaga, reda sedikit, air mata keluar dari matanya, air mata kemarahan, frustrasi. Kemudian Buddha berkata, "Aku hanya meminta satu bantuan. Tolong hapuslah air matamu dan lihatlah aku, aku bukan orang yang sama yang telah meninggalkan rumah, aku benar-benar telah berubah. Tapi matamu begitu penuh dengan air mata sehingga engkau tidak bisa melihat. Dan engkau masih sedang berbicara dengan seseorang yang sudah tidak ada lagi! Ia telah mati".

Dan ini memicu kemarahan lain, dan ayahnya berkata, "Engkau sedang mencoba mengajariku? Apa menurutmu aku bodoh? Tidak bisakah aku mengenali anakku sendiri? Darahku mengalir di pembuluh darahmu, dan aku tidak bisa mengenalimu?"

Buddha berkata, "Tolong jangan salah memahamiku. Tubuh ini pastilah milikmu, tapi tidak kesadaranku. Dan kesadaranku adalah realitasku, bukan tubuhku. Dan engkau benar bahwa ayahmu adalah seorang kaisar dan ayahnya juga, tapi sejauh yang aku ketahui tentang diriku sendiri, aku adalah seorang pengemis dalam kehidupanku sebelumnya dan juga seorang pengemis di kehidupan yang sebelumnya, karena aku telah terus mencari kebenaran. TUBUHKU telah datang melaluimu, tapi engkau telah menjadi hanya seperti satu saluran. Engkau tidak menciptakan aku, engkau telah menjadi mediumnya, dan kesadaranku tidak ada hubungannya dengan kesadaranmu. Dan apa yang aku sedang katakan adalah sekarang aku telah pulang dengan kesadaran baru, aku telah menjalani kelahiran baru. PANDANGLAH saja aku, lihatlah kegembiraanku!"

Dan ayahnya menatap putranya, tidak percaya dengan apa yang sedang dia katakan. Tapi ada satu hal yang pasti di sana: bahwa dia begitu marah tapi putranya tidak bereaksi sama sekali. Itu benar-benar hal yang baru, dia sangat mengenal anaknya. Jika dia hanyalah orang yang sama ia akan telah menjadi semarah ayahnya atau bahkan lebih, karena dia masih muda dan darahnya lebih panas daripada milik ayahnya. Tapi dia sama sekali tidak marah, ada kedamaian mutlak di wajahnya, satu keheningan yang luar biasa. Dia tidak terganggu, tidak bergeming oleh kemarahan ayahnya. Ayahnya telah menyiksanya, tapi itu sepertinya tidak mempengaruhinya sama sekali. Dia menyeka air mata dari matanya yang tua, melihatnya lagi, melihat keanggunan yang baru.

Shunya, orang tuamu akan kecewa padamu karena mereka pasti telah berusaha untuk memenuhi beberapa harapan melaluimu. Sekarang engkau telah menjadi sannyasin, semua harapan mereka telah jatuh ke tanah. Tentu saja mereka kecewa. Tapi jangan merasa bersalah karena itu, jika tidak mereka akan menghancurkan kegembiraanmu, keheninganmu, pertumbuhanmu. Engkau tetaplah tidak terganggu, tidak kuatir. Jangan merasa bersalah. Hidupmu adalah milikmu dan engkau harus hidup sesuai dengan cahayamu sendiri.

Jadi aku sedang tidak mengatakan untuk berpaling dari mereka, yang aku sedang katakan adalah jangan mengikuti mereka, dan inilah satu-satunya cara engkau bisa membantu mereka. Mereka telah membantumu secara fisik, engkau harus membantu mereka secara spiritual. Itu akan menjadi satu-satunya cara untuk membayar mereka kembali.

- Osho

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Yoga-Kundalini Upanishad Bab III

1. Melana-Mantra: Hrim, Bham, Sam, Pam, Pham, Sam, Ksham. Kelahiran teratai (Brahma) berkata: “O Shankara, (di antara) bulan baru (hari pert...