Jumat, 27 September 2019

DAPATKAH BATIN YANG MENTAH MENJADI PEKA?

Simaklah pertanyaan itu, simaklah makna dibalik kata-katanya. Dapatkah batin yang mentah menjadi peka? Jika saya berkata batin saya mentah, dan saya mencoba menjadi peka, maka upaya untuk menjadi peka itu sendiri adalah kementahan.

Harap lihat ini. Jangan heran, tetapi pandanglah. Sedangkan, jika saya melihat bahwa saya mentah tanpa ingin berubah, tanpa mencoba menjadi peka, jika saya mulai memahami apa arti kementahan, mengamatinya dalam hidup saya dari hari ke hari, cara makan saya yang rakus, cara saya memperlakukan orang dengan kasar, kebanggaan, keangkuhan, kekasaran tingkah laku dan pikiran-pikiran saya, maka pengamatan itu sendiri mentransformasikan apa adanya.

Demikian pula, jika saya bodoh dan saya berkata saya harus menjadi cerdas, maka upaya untuk menjadi cerdas itu hanyalah wujud kebodohan yang lebih besar, oleh karena yang penting adalah memahami kebodohan.

Betapa banyakpun saya mencoba menjadi cerdas, kebodohan saya tetap ada. Saya mungkin mencapai polesan di permukaan dengan belajar, saya mungkin mampu mengutip dari buku-buku, membeo ucapan para penulis besar, tetapi pada dasarnya saya tetap bodoh. Tetapi jika saya melihat dan memahami kebodohan ketika ia menampilkan diri dalam kehidupan saya sehari-hari, bagaimana saya memperlakukan pelayan saya, bagaimana saya memandang tetangga saya, orang miskin, orang kaya, pegawai rendah, maka kesadaran itu sendiri menghasilkan runtuhnya kebodohan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Yoga-Kundalini Upanishad Bab III

1. Melana-Mantra: Hrim, Bham, Sam, Pam, Pham, Sam, Ksham. Kelahiran teratai (Brahma) berkata: “O Shankara, (di antara) bulan baru (hari pert...