Sabtu, 16 Maret 2019

AKU MINUM DARAH DARI HATIKU, DAN KAU PIKIR ANGGURLAH YANG KUMINUM

Barzanji calon pejalan terdiri dari berusaha keras, melayani Tuhan dan memisahkan waktu mereka untuk setiap usaha hingga waktu mereka terbagi secara adil, meskipun mereka dipaksa oleh kebiasaan bagaikan pengawas menempatkan mereka pada tugasnya. Sebagai contoh, orang mesti bangun pada pagi hari, saat sangat tepat untuk beribadah, ketika jiwa lebih tenang dan murni. Setiap orang melakukan pelayanan yang tepat dan sesuai terhadap jiwanya yang tinggi. Kami menyusunnya sendiri dalam keteraturan, dan kami merayakan pujian Ilahiyah (Qs. 37: 165-166). Ada ratusan ribu derajat, Manusia yang lebih murni adalah, yang semakin maju kedepan. Dan orang yang rendah ialah, yang turun semakin jauh kebelakang. “Kirim mereka kembali meskipun Tuhan telah mengirim mereka kembali”. Ini adalah cerita panjang, dan tidak ada jalan keluar dari jaraknya. Siapa pun yang menyingkatkan cerita ini akan mempersingkat hidup dan jiwanya sendiri, kecuali orang yang dilindungi Tuhan.

Sebagaimana karena barzanji mereka berusaha mencapai penyatuan dan aku berbicara sesuai pemahaman, pada pagi hari ruh suci dan malaikat sejati, bersama dengan mereka yang tidak mengetahui apapun kecuali Tuhan (QS. 14:9) dan yang namanya dijaga disembunyikan dari orang-orang dengan kecemburuan amat sangat, muncul menemui mereka. Dan engkau mesti melihat orang-orang masuk kedalam Agama Tuhan berbondong-bondong (QS. 110 : 2 ). Dan malaikat akan pergi menyongsong mereka disetiap pintu gerbang (QS. 13 : 23 ). Engkau harus duduk dibelakang mereka dan tidak mampu baik mendengar atau melihat kata, salam, dan tawa mereka. Kenapa ini mesti asing? Orang sakit sekarat yang nyaris mati, bisa jadi memiliki pandangan, dan orang lain yang duduk disampingnya tidak sadar atas mereka dan tidak mendengar yang tengah dikatakan. Dan sebelum kematiannya tidak seorangpun melihat kenyataan, yang ratusan ribu lebih lembut daripada pandangan yang tidak dapat dilihat atau didengar seseorang kecuali si sakit.

Seorang pengunjung, mengetahui kehalusan dan kekuatan orang suci dan sadar betapa banyak malaikat dan ruh suci yang muncul pada pagi pertama kehadiran syeh, menunggu dengan lama terhitung karena dia tidak boleh mengganggu syeh selama melakukan barzanji seperti itu.

Pelayan raja berdiri pada pintunya setiap pagi siap melayani. Itu adalah “barzanji” mereka karena setiap orang mesti memiliki keadaan dan tugas yang telah ditentukan. Beberapa melayani dari jauh, dan raja tidak pernah melihat atau memperhatikan mereka. Tetapi pelayan raja melihat orang yang melakukan pelayanannya. Ketika raja pergi keluar “Barzanji” dia mengharuskan setiap pelayannya mengunjunginya dari setiap sisi karena kepelayanan bukan sesuatu yang akan berakhir.

Perkataan, “Ambilah sifat Tuhan” telah disadari, perkataan, “Saya akan menjadi pendengar dan pandangan-Nya.” Telah menjadi kenyataan. Ini keadaan yang sangat berkuasa, mengatakan tentang hal itu akan sangat memalukan. Tidak dapat dipahami oleh ucapan yang keluar dari kata-kata. Apabila sedikit saja dari kekuatannya ternyatakan, kata-kata itu sendiri akan menjadi tak terucapkan dan tiada yang akan bertahan, baik fisik ataupun psikis. “Kota keberadaan” dihancurkan oleh bala tentara cahaya. Sesungguhnya para raja ketika mereka memasuki sebuah kota dengan paksaan, mengalami kesia-siaan serupa (QS. 27 : 34 ). Apabila unta muncul dari rumah kecil, rumah itu akan hancur; tetapi didalam kehancuran itu akan terdapat ribuan harta karun.

Harta karun terbenam dalam kehancuran,

Anjing didalam kota yang maju tetaplah anjing.

Sekarang aku harus mengungkapkan panjang lebar mengenai jenjang calon pejalan. Apa yang dapat aku katakan tentang jenjang, adalah mereka yang telah mecapai penyatuan, dan itu tidak memiliki akhir? Yang awal tidak memiliki akhir, dan itulah penyatuan. Lantas apakah akhir bagi yang telah mencapai penyatuan hingga tahu tidak ada pemisahan? Tidak pernah ada anggur merah kembali ke hijau. Tidak ada buah-buahan matang yang akan menjadi mentah kembali.

Tidak sah bagiku mengatakan semua hal ini kepada orang.

Tetapi ketika engku menyebutkan, aku mengatakannya panjang lebar.

Demi tuhan, aku tidak akan mengatakan panjang lebar. Akan aku potong pendek-pendek.

Aku meminum darah hatiku.

Dan engkau pikir anggur yang aku minum.

Engkau merampok jiwaku.

Dan berpikir engkau memberiku hadiah.

Siapa pun yang menyingkat ini, itu bagai dia meninggalkan jalan yang benar dan mengambil jalan menuju gurun yang mematikan. Beranggapan sejumlah pohon itu berada didekatnya.

Rumi, Yang Mengenal Dirinya Yang Mengenal Tuhannya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Yoga-Kundalini Upanishad Bab III

1. Melana-Mantra: Hrim, Bham, Sam, Pam, Pham, Sam, Ksham. Kelahiran teratai (Brahma) berkata: “O Shankara, (di antara) bulan baru (hari pert...