Seorang remaja datang ke kelas meditasi dengan wajah yang menyentuh hati. Setelah didengarkan secara penuh empati, ia bercerita kalau dirinya sudah positif terkena virus HIV. Pelajaran yang bisa ditarik dari sini, kapan saja pikiran yang tidak stabil berjumpa lingkungan yang juga tidak stabil, di sana terjadi kecelakaan spiritual yang sangat berbahaya seperti bunuh diri, terkena virus HIV, dll bisa terjadi.
Lingkungan yang tidak stabil bukanlah lahan untuk mengkritik ini dan itu, melainkan sebuah undangan untuk memercikkan tirtha (air suci) pada cuaca kehidupan yang sedang panas. Jika di pulau Bali yang dikagumi dunia saja ada cerita kehidupan yang pengap, tidak kebayang seberapa gelap dan pengap lingkungan di tempat lain.
Pilihan lain, hati-hati dengan penggunaan katakata. Kata-kata tidak saja alat komunikasi, kata-kata bisa menjadi bagian dari kegelapan, bisa juga menjadi bagian dari cahaya. Keluhan, protes, kritik yang tidak pada tempatnya adalah bentuk kata-kata yang menyebarkan kegelapan. Ucapan terima kasih, bersyukur, doa yang tulus adalah sebagian contoh kata-kata yang menyebarkan cahaya.
Lebih dalam dari tindakan dan kata-kata adalah pikiran. Sebuah ladang dari mana tindakan dan kata-kata bertumbuh. Ia yang pikirannya indah cenderung menghasilkan kata-kata sekaligus tindakan yang juga indah. Itu sebabnya meditasi berkonsentrasi pada melatih pikiran agar selalu indah.
Pikiran yang tidak stabil - penyebab bagi kecelakaan spiritual berbahaya seperti bunuh diri - adalah buah dari karma yang panjang. Dalam studi-studi tentang karma ditulis, mereka yang di kehidupan sebelumnya sering meminum atau mengkonsumsi minuman/makanan yang melemahkan kesadaran seperti alkohol, narkoba dan sejenis, maka di kehidupan berikutnya cenderung memiliki pikiran yang mudah goyah. Dalam bahasa meditasi, pikiran yang goyah adalah pikiran yang hanyut. Hanyut oleh kemarahan, ketersinggungan, dendam, sakit hati. Oleh meditasi, pikiran yang hanyut ini dibawa berenang ke pinggir. Terutama melalui kegiatan menyaksikan. Saat sedih datang saksikan. Tatkala senang datang saksikan. Pikiran merasa salah saksikan. Pikiran merasa benar saksikan. Begitulah cara meditasi mengajak Anda berenang ke pinggir agar tidak hanyut oleh sungai pikiran dan perasaan.
Bagi para sahabat yang masih sangat labil, terlalu peka, mudah luka disarankan untuk dekat dengan simbol-simbol alam yang berbagi sukacita. Burung-burung yang bernyanyi, lumba-lumba yang berlompatan, anak-anak balita yang bermain, bunga yang bermekaran, matahari terbit, suara ombak di samudra adalah sebagian contoh nyanyian sukacita yang ada di alam.
Belajar terhubung dengan energi sukacita yang ada di alam melalui kegiatan bersyukur serta berterima kasih. Dalam bahasa sederhana tapi dalam: “jika Anda hanya punya satu kata yang diucapkan dalam doa, terima kasih sudah jauh lebih dari cukup”. Ia yang setiap hari mengucapkan kata terima kasih, setiap hari memerciki jiwanya dengan tirtha kesembuhan.
Bagi jiwa jenis ini, kesembuhan bukanlah keadaan tanpa penyakit. Melainkan sebuah perasaan keterhubungan yang sangat mendalam. Di tingkat kesembuhan seperti ini, seseorang melihat dirinya di mana-mana. Sebagai akibatnya, jangankan melukai hati orang, bahkan menginjak rumput pun dipikirkan secara berulang-ulang. Terutama karena sudah menyadari dan mengalami, setiap rasa sakit yang dilakukan ke mahluk lain akan balik ke diri kita dalam bentuk rasa sakit. Setiap cinta yang dipancarkan ke mahluk lain akan balik ke diri kita dalam bentuk cinta yang lebih indah.
-Gede Prama, Menemukan Tirtha di Dalam Diri
Tidak ada komentar:
Posting Komentar